WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Kaidah Pengutipan dalam Karya Tulis Ilmiah

Oleh Wahya

1. Pendahuluan
Karya tulis ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan isi berupa ilmu pengetahuan, yang dikemas dalam format, sistematika, dan konvensi naskah tertentu, serta disampaikan dengan menggunakan bahasa yang resmi. Kemampuan menulis karya tulis ilmiah seseorang tidak hanya ditunjukkan dengan kemampuan mengelola gagasan atau ide dalam sarana tertulis, namun ditunjukkan pula dengan kemampuannya dalam menguasai konvensi naskah. Salah satu hal yang berkaitan dengan konvensi naskah adalah pengutipan.
Karya tulis ilmiah memerlukan perujukan, penegasan, dan penguatan dari peneliti sebelumnya atau sumber-sumber yang memperkuat dan memperkaya penelitian. Untuk itu, perlu dilakukan pengutipan terhadap hasil penelitian sebelumnya dan sumber-sumber lain untuk mendukung penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengobjektifkan dan memperkaya materi penelitian di samping mencegah terjadinya plagiarisme. Ketika menetapkan penegutipan dengan sistem atau gaya tertentu, peneliti harus konsisten dengan sistem atau gaya tersebut.

2. Pengutipan
Kata pengutipan berarti hal, cara, atau proses mengutip. Mengutip merupakan pekerjaan mengambil atau memungut kutipan. Menurut Azahari (dalam Alam, 2005:38) “kutipan merupakan bagian dari pernyataan, pendapat, buah pikiran, definisi, rumusan atau penelitian dari penulis lain, atau penulis sendiri yang telah (menurut penulis kata telah harus dihilangkan) terdokumentasi, serta dikutip untuk dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi penulisan”. Batasan di atas tidak hanya memaparkan hakikat kutipan, tetapi juga menjelaskan kepentingan mengutip, yakni untuk dibahas dan ditelaah. Hal ini mengandung pengertian bahwa pengutipan memiliki tujuan tertentu, bukan sekadar menambah jumlah paparan penelitian.

Walaupun penulis diperkenankan mengutip, bukan berarti tulisannya syarat dengan kutipan (perhatikan pula Keraf, 2001: 179). Tulisan hasil penelitian haruslah merupakan hasil gagasan asli penulisnya bukan kumpulan kutipan pendapat pihak lain. Jika akan mengutip pertimbangkanlah jangan sering mengutip dengan cara langsung, variasikan dengan cara tidak langsung. Kutipan seharusnyalah dapat mengembangkan gagasan penelitian. 

3. Kaidah Pengutipan dalam Karya Tulis Ilmiah
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat menunjukkan kredibilitas penulis. Oleh karena itu, mengutip harus dilakukan secara teliti, cermat, dan bertanggung jawab. Hariwijaya dan Triton (2011: 151) mengatakan bahwa ketika mengutip perlu dipelajari bagaimana teknik pengutipan sesuai dengan standar ilmiah (penambahan kata dengan oleh penulis). Untuk itu, perlu diperhatikan hal berikut: (1) mengutip sehemat-hematnya, (2) mengutip jika dirasa sangat perlu semata-mata, dan (3) terlalu banyak mengutip mengganggu kelancaran bahasa.

3.1 Cara Mengutip
Ada dua cara atau sistem dalam mengutip sumber sebagai rujukan, yaitu sistem catatan dan sistem langsung. Pada sistem pertama identitas rujukan—nama penulis, tahun, dan halaman—tidak ditampilkan langsung, sedangkan pada sistem kedua identitas tersebut ditampilkan. Pada sistem pertama di akhir kutipan ditampilkan nomor berupa angka Arab, yang ditulis agak ke atas dengan ukuran huruf lebih kecil (superscript). Kemudian angka tersebut akan dirujukan kepada catatan kaki pada bagian bawah halaman. Dalam sistem catatan ini dikenal sistem tradisional dan sistem Harvard (Kalidjernih, 2010: 119). Pada sistem tardisional digunkan kata ibid, loc cit, dan op cit untuk pengacuan rujukan sebelumnya, sedangkan dalam sistem Harvard tidak demikian.

Dalam hal cara mengutip ini, banyak sistem lain di samping dua sistem yang disebutkan di atas. Dalam makalah ini hanya akan dipaparkan sistem mengutip yang pada umumnya digunakan di Indonesia. Sistem ini pada pandangan penulis merupakan hasil kolaborasi atau kombinasi beberapa sistem yang dikenal di dunia. Makalah ini pun hanya akan menyajikan sistem pengutipan sumber dengan sistem langsung, sedangkan sistem catatan tidak akan dijelaskan. Sistem langsung ini menampilkan nama penulis, tahun, dan halaman atau penulis, tahun tanpa halaman.

Ada dua cara untuk mengutip, yaitu mengutip langsung dan mengutip tidak langsung.
Kutipan langsung merupakan salinan yang persis sama dengan sumbernya tanpa penambahan (Widjono, 2005: 63), sedangkan kutipan tidak langsung menyadur, mengambil ide dari suatu sumber dan menuliskannya sendiri dengan kalimat atau bahasa sendiri (Widjono, 2005: 64).

a. Kutipan Tidak Langsung
Cara melakukan kutipan tidak langsung adalah sebagai berikut:
(1) Menggunakan redaksi dari penulis sendiri (parafrasa);
(2) Mencantumkan sumber (nama penulis, tahun, dan halaman)

Contoh1:
Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kep[da Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secarasibolisbereti bahwa Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda (Suryaningrat, 1983: 20—21 dan 30).

b. Kutipan Langsung
Cara melakukan kutipan langsung adalah sebagai berikut.
(1) Jika kutipan empat baris atau kurang (langsung endek):
(a) Dikutip apa adanya;
(b) Diintegrasikan ke dalam teks paparan penulis;
(c) Jarak baris kutipan dua spasi (sesuai dengan jarak spasi paparan);
(d) Dibubuhi tanda kutip (“….”);
(e) Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan, yakni nama penulis, tahun terbit, dan halaman sumber (PTH atau Author, Date, Page (ADP), misalnya (Penulis, 2012:100).
(f) Jika berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan (kursif);
(g) Jika ada kesalahan tik pada kutipan, tambahkan kata sic dalam kurung (sic) di kanan kata yang salah tadi;
(h) Jika ada bagian kalimat yang dihilangkan, ganti bagian itu dengan tanda titik sebanyak tiga biah jika yang dihilangakan itu ada di awal atau di tengah kutipan, dan empat titik jika di bagian akhir kalimat;
(i) Jika ada penambahan komentar, tulis komentar tersebut di antara tandakurung, nislnya, (penggarisbawahan oleh penulis).

Contoh 2:
Ada beberapa pendapat mengenai hal itu. Suryaningrat (1983: 20—21 dan 30) mengatakan, “Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kep[da Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secara simbolis berarti bahwa Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda,”


(2) Lebih dari Empat Baris (Langsung Panjang):
(a) Dikutip apa adanya;
(b) Dipisahkan dari teks paparan penulis dalam format paragraf di bawah paparan penulis;
(c) Jarak baris kutipan satu spasi;
(d) Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan, yakni nama penulis, tahun terbit, dan halaman sumber, misalnya (Penulis, 2012:100).
(e) Jika berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan.

Contoh 3:
Mengenai pentingnya penelitian di lokasi tersebut Triwurjani dkk. (1993: 7—43) mengatakan sebagai berikut:
Penelitian secara lebih intensif di kawasan Danau Ranau pada tahun-tahun sesudahnya masih dilakukan, yaitu pada tahun 1993 tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional kembali melakukan penelitian berupa survei pada situs-situs di kawasan Danau Ranau, baik yang secara adminstratif berada di Kabupaten Lampung Barat maupun Kabupaten OKU (Ogan Komering Ulu), Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian yang dilakukan menunjukkan temuan-temuan arkeologis dari beberapa situs yang diperoleh memiliki ciri prasejarah hingga klasik.

4. Simpulan
Pengetahuan cara mengutip yang benar perlu didapatkan oleh para penulis karya tulis ilmiah. Hal ini bukan saja terkait dengan pengelolaan informasi dari sumber yang diperlukan, melanikan juga terkait dengan persoalan keabsahan karya tulis itu sendiri karena karya tulis harus terhindar dari praktik plagiarisme. Jika sudah menetapkan suatu sistem kutipan, penulis harus konsisten dengan sistem tersebut. Berlatihlah untuk mengutip dengan cara yang benar.

Daftar Pustaka
Akhadiah, Sabart dkk. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga.

Alam, Agus Haris Purnama. 2005. Konsep Penulisan Laporan Ilmiah. (Format danGaya). Bandung: YIM Press.

Anggarani, Asih, dkk. 2006. Mengasah Keterampilan Menulis Ilmiah di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arifin, E. Zaenal. 2004. Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Grasindo. Hariwijaya, M. 2006. Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi. Yoyakarta: Citra Pustaka.

Hariwijaya, M. dan Triton P.B. 2011. Pedoman Penulisan Ilmiah Skripsi dan Tesis.Jakarta: Oryza

Hs., Widjono. 2005. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.

Kalijernih, Freddy K. 2010. Penulisan Akademik Esai, Makalah, Artikel Jurna Ilmiah, Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Widya Aksara Press.

Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Cet. XII. Ende: Nusa Indah.

Mulyono, Iyo. 2011. Dari Karya Tulis Ilmiah Sampai Dengan Soft Skills. Bandung:Yrama Widya.

Nasution, S. dan M.Thomas. Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjiman, Panuti dan Dendy Sugono. 1991. Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Kelompok 24 Pengajar Bahasa Indonesia.

Suyatno dan Aserp Jihad. 2011. Betapa Mudah Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Multi Solusindo.

Suyitno. 2011. Karya Tulis Ilmiah (KTI) Panduan, Teori, Perlatihan, dan Contoh. Bandung: Refika Aditama.

Tim Penyusun. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sumber:
Makalah disampaikan dalam Kegiatan "Bimbingan Teknis Penelitian" yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung tanggal 29 Februari 2012 di Bandung

Kepercayaan Tradisional dan Ketakwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Sistem Sosial Budaya Masyarakat Betawi di DKI Jakarta

Penulis: Drs. Endang Supriatna

Abstrak
Mayoritas warga masyarakat Betawi beragama Islam. Namun demikian, tidak semua umat Islam Betawi berperilaku sesuai ajaran agama itu. Dalam kehidupan sosial budaya, sebagian warga masyarakat Betawi masih memiliki kepercayaan terhadap dunia gaib (supernatural), yaitu dunia yang berada di luar batas kemampuan mereka. Hal itu ditunjukkan oleh pencampuran ajaran Islam dengan upacara-upacara tradisional yang berkaitan dengan daur hidup.

Mereka meyakini, bahwa upacara-upacara tradisional yang mereka selenggarakan masih merupakan bagian dari ketakwaan terhadap Tuhan YangMaha Esa, karena dalam upacara tradisional terkandung nilai-nilai moral yang merupakan nilai kejujuran dari setiap pelaku upacara, yang tercermin dalam simbol-simbol tertentu dan ekspresi tingkah lakunya.

Diterbitkan dalam Jurnal Penelitian Vol. 40, No. 1, April 2008

Selengkapnya download pdf dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/

Kajian Cerita Rakyat Lampung

Oleh: Drs. Tjetjep Rosmana

Abstrak
Cerita rakyat Lampung terdiri atas beberapa jenis cerita. Setiap cerita mengandung nilai-nilai luhur. Nilai-nilai itu mencakup nilai religius, nilai budaya dan nilai sosial yang menyangkut ajaran moral, harga diri, jati diri, kerja keras, dan lain-lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji relevansi nilai-nilai itu dengan kehidupan masa kini. Landasannya adalah asumsi, bahwa cerita rakyat yang mengandung nilai-nilai luhur dapat digunakan sebagai media pembinaan yang bersifat preventif untuk melestarikan dan menanamkan nilai-nilai atau norma-norma yang merupakan pedoman atau aturan untuk berbuat, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, cerita rakyat (mite, legenda atau dongeng) dapat dipakai dalam sistem pengendalian sosial yang dapat mewujudkan kehidupan yang tenteram, berkesatuan, dan harmonis.

Diterbitkan dalam Jurnal dalam Penelitian Vol. 40, No. 2, Agustus 2008

Selengkapnya download pdf dari http://isjd.pdii.lipi.go.id/

Popular Posts