WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Penayangan Film dan Diskusi Kebudayaan, Lampung 2016 (2)












SMAN 1 Rangkasbitung Raih Sejumlah Prestasi Di Jetrada Jawa Barat

SMA Negeri 1 Rangkasbitung menorehkan prestasi dalam jejak tradisi daerah (Jetrada) 2019 yang dilaksanakan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat. Tidak hanya itu Akmal Dhiya Ulhaq siswa kelas XI MIPA 4 terpilih menjadi peserta Terfavorite JETRADA 2019.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Wilayah Kabupaten Lebak A. Sirojudin Al-Farisiy mengapresiasi, prestasi yang ditorehkan SMAN 1 Rangkasbitung. Sekolah unggulan di Kabupaten Lebak tersebut akan mengikuti Jejak Tradisi Nasional (Jetranas) 2019. Sehingga memiliki peluang besar mengharumkan nama Lebak dan Banten di tingkat nasional.

“Prestasi yang ditorehkan SMAN 1 Rangkasbitung sangat membanggakan, karena sekolah tertua di Lebak tersebut selalu menorehkan prestasi terbaik di tingkat lokal, nasional, dan internasional,” kata Sirojudin.

Menurut Sirojudin, prestasi yang diraih SMAN 1 Rangkasbitung diharapkan dapat memotivasi sekolah lain di Lebak untuk berprestasi di bidang sains, budaya, olahraga, dan bidang lainnya. Generasi muda di Lebak diyakini mampu bersaing dengan pelajar dari kabupaten kota lain di Provinsi Banten dan Indonesia. Apalagi, banyak tokoh nasional yang lahir di Lebak dan telah memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negara.

“Dindikbud Banten selalu memberikan support kepada SMAN 1 Rangkasbitung. Harapannya, sekolah favorit dan rujukan nasional ini dapat berprestasi pada ajang Jetranas 2019,” harapnya.

Kepala SMAN 1 Rangkasbitung Iva Havidania membenarkan, sekolah kebanggaan masyarakat Lebak yang dipimpinnya meraih juara Jetrada 2019 dari BPNB Jawa Barat. Prestasi tersebut merupakan hasil kerja keras semua pihak, khususnya siswa SMAN 1 Rangkasbitung. Mereka telah berupaya maksimal dan akhirnya dapat mengharumkan nama daerah di tingkat regional.

“Kami akan mempersiapkan diri mengikuti Jetranas 2019. Semoga, kami kembali berprestasi di tingkat nasional,” katanya.(*/sandi)

Menelusuri Jejak Tradisi Daerah Cirebon dan Indramayu

Sebanyak 150 peserta yang terdiri dari pelajar dan guru mengikuti kegiatan Jejak Tradisi Daerah (Jetrada) Kabupaten Cirebon dan Indramayu. Agenda rutin tahunan ini, diselenggarakan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat. Berlangsung selama tiga hari dari tanggal 12 -14 Maret 2019 dengan tema “Mengenal Tradisi dan Ekspresi Budaya Kabupaten Indramayu dan Cirebon”.

Pesertanya merupakan perwakilan dari sekolah-sekolah tingkat SMA/SMK yang berada di wilayah kerja BPNB Jabar, meliputi Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Banten. Mereka terpilih untuk mengikuti kegiatan pengamatan langsung objek-objek tradisi budaya di wilayah Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu.

Menurut Kepala BPNB Jabar, Jumhari dalam sambutan pelepasan peserta di Kantor BPNB Jabar, Jalan Cinambo No. 136, Bandung, Selasa (12/03/2019) pagi, kegiatan ini memiliki tujuan untuk memperkenalkan kekayaan budaya bangsa kepada generasi muda, menumbuhkan pemahaman generasi muda tentang aneka ragam budaya, dan menumbuhkan sikap saling menghargai.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Kadisbudparpora) Kab. Cirebon, Hartono mengatakan, “Kami sangat berterima kasih dengan terpilihnya Cirebon sebagai tempat kegiatan Jetrada ini. Minimalnya mereka mengenal budaya Cirebon sehingga bisa menyampaikan lagi ke teman atau keluarganya”.

Selama tiga hari tersebut para peserta berkunjung dan mengenal secara langsung objek-objek budaya, diantaranya Sentra Gerabah Desa Sitiwinangun, Kab. Cirebon; Kebuyutan Trusmi Cirebon; Batik Paoman Indramayu; Sanggar Seni Nyimas Mayangsari Kab. Cirebon; dan Sentra Batik Trusmi Cirebon.

Tak hanya melihat dan mengamati objek budaya, peserta juga mencoba praktik membuat gerabah berbentuk topeng di Desa Wisata Sitiwinangun dan praktik membatik tulis di galeri Batik Paoman Art, Indramayu.*** (IG)

BPNB Jabar Selenggarakan Jetrada 2019 ke Cirebon dan Indramayu

Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat kembali menggelar kegiatan rutin tahunan Jejak Tradisi Daerah (Jetrada) ke daerah Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Kegiatan yang berlangsung 12 – 14 Maret 2019 ini, diberi tema “Mengenal Tradisi dan Ekspresi Budaya Kabupaten Indramayu dan Cirebon”.

Diikuti sekitar 150 peserta yang didominasi siswa SMA/SMK dan guru pendamping. Mereka merupakan perwakilan dari sekolah-sekolah tingkat SMA/SMK yang berada di wilayah kerja BPNB Jabar yang meliputi Provinsi Jawa Barat, Jakarta, Banten, dan Lampung.

Rombongan peserta dilepas secara resmi Kepala BPNB Jabar, Jumhari di Kantor BPNB Jabar, Jalan Cinambo No. 136, Ujungberung, Bandung, Selasa (12/03/2019) pagi. Jumhari dalam sambutannya berpesan dan berharap kepada para peserta Jetrada untuk mengikuti semua kegiatan secara tertib.

“Kepada para peserta mohon ikuti semua kegiatan dengan tertib dan saya berharap agar kegiatan berjalan dengan lancar tanpa ada halangan dan semua peserta berada dalam keadaan yang sehat semua sampai kegiatan beres,” ujarnya.

Dalam Jetrada 2019 ini, para peserta diajak berkunjung dan mengenal secara langsung objek-objek budaya yang berada di Cirebon dan Indramayu. Diantaranya Sentra Gerabah Desa Sitiwinangun, Kab. Cirebon; Kebuyutan Trusmi Cirebon; Batik Paoman Indramayu; Sanggar Seni Nyimas Mayangsari Kab. Cirebon; dan Sentra Batik Trusmi.

Di hari pertama, para peserta berangkat dari Bandung langsung menuju Desa wisata Sitiwinangun, Jamblang, Kabupaten Cirebon yang merupakan desa penghasil gerabah. Di sana selain mengenal dan melihat proses pembuatan gerabah, peserta juga diajak untuk mencoba membuat sendiri gerabah berbentuk topeng. Kemudian dilanjutkan ke situs Kramat Buyut Trusmi di Desa Trusmi Wetan, Kabupaten Cirebon.

Selanjutnya di hari kedua, rombongan menuju Batik Paoman di daerah Indramayu. Peserta menuju galeri Batik Paoman Art milik Hj. Siti Ruminah Sudiono. peserta diberikan penjelasan mengenai sistem teknologi tradisional Batik Paoman, mengenal ragam hias, dan praktik membatik.

Pada hari terakhir, kegiatan dilanjutkan di Sanggar Seni Nyimas Mayangsari, di Desa Bojong Lor, Sumber, Kab. Cirebon. Rombongan pun disambut upacara adat dan tarian khas, kemudian disuguhi penampilan seni Sintren khas Cirebon. Di tempat ini pula kegiatan Jetrada 2019 ditutup secara resmi setelah sesi presentasi materi kegiatan dari para peserta secara kelompok.*** (SF)

Ditioeng Memeh Hoedjan: Pemikiran Pangeran Aria Suria Atmadja Dalam Memajukan Pemuda Pribumi Di Sumedang (1800-1921)

Lasmiyati

Abstrak
Pangeran Aria Suria Atmadja telah memajukan Sumedang di berbagai sektor seperti pertanian, perikanan, kehutanan, politik, kebudayaan, dan sektor lainnya. Atas jasa-jasanya dalam memajukan Sumedang, pada 25 April 1922 didirikan monumen berbentuk Lingga yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal D. Fock. Pada masa pemerintah kolonial Belanda di bawah Gubernur Jenderal Paul van Limburg Stirum menguasai wilayah Sumedang, Pangeran Aria Suria Atmadja mengusulkan agar para pemuda pribumi dilatih menggunakan senjata. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sosok Pangeran Aria Suria Atmadja, bagaimana dan dalam bidang apa beliau berkiprah untuk memajukan Sumedang dan bagaimana reaksi pemerintah kolonial terhadap kiprahnya. Tulisan berjudul Ditioeng Memeh Hudjan merupakan karya luhung Pangeran Aria Suria Atmadja yang berisikan keinginan, cita-cita, dan harapan untuk memajukan pemuda pribumi di Sumedang. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh informasi bahwa usulan Pangeran Aria Suria Atmadja agar pemerintah kolonial melatih para pemuda untuk menggunakan senjata ditolak. Pemerintah kolonial bereaksi dengan membuat tiga benteng pertahanan di Sumedang.

Abstract
The prince Aria Suria Atmadja drummed up Sumedang in various sectors as well as agriculture, fishery, forestry, politics, culture, and other sectors. Because of his merit, on April 25th the Governor General D. Fock build a monumen, and the monumen shaped is Lingga (). In the era of Dutch colonialism, General Paul van Limburg Stirum hold the governor of Sumedang.In that time, Prince Aria Suria Atmadja was raising a new issue that the young people have to train in using a weapon (gun). What to do with this research is to know the figure of Prince Aria Suria Atmadja, especially to know the ways of Prince Aria in developing Sumedangand to find out the reaction of dutch collonial which is caused by the movement of the prince. The writtten entitled Ditioeng Memeh Hudjanis one of the greatest masterpiece of Prince Aria Suria Atmadja, which is containing his will, hope and expectation in drumming up young people in Sumedang. The method that writer used are related with Heuristic, criticism, interpretation, and historygraphy. The result of the research show us that the suggestions of Prince Aria Suria Atmadja related to the use weapon (gun) was rejected by the dutch collonial. The dutch collonial also build three defence fortress in Sumedang as the response to the movement.

Keywords: Sumedang, Pangeran Aria Suria Atmadja, pelatihan militer, Sumedang, Pangeran Aria Suria Atmadja, military training.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 6, No 2, Juni 2014

Pandangan Orientalis Terhadap Identitas dan Isu Politik Tokoh Perempuan dalam Putri Cina

R. Myrna Nur Sakinah

Abstrak
Penelitian ini membahas dua permasalahan tentang pandangan orientalis terhadap identitas dan isu politik yang terdapat pada novel Putri Cina karya Sindhunata. Karya ini memiliki kekuatan dalam mengungkap identitas dan isu politik. Hal ini dipengaruhi oleh tradisi dan posisi Putri Cina di tengah masyarakat Jawa dan Cina. Penelitian ini berfokus pada kajian Postkolonial yang dikemukakan oleh Edward Said (1978). Hubungan kisah traumatik menjadi perempuan yang sama-sama mengalami kepedihan ini dianggap sebagai cara untuk memahami hal yang tidak dikenal dan dapat dikatakan sebagai sebuah proyeksi psikologis terhadap dunia eksternal. Dalam pendekatan ini peneliti akan menggunakan penelitian pendekatan kritik secara objektif. Itu berarti bahwa peneliti akan menekankan struktur karya sastra dalam pengembangan dunia pengarang, publik pembaca, dan situasi zaman yang melahirkan karya sastra tersebut. Dari hasil analisis ditemukan penilaian orientalis yang diperankan oleh tokoh perempuan pada novel Putri Cina karya Shindunata ini direpresentasikan dalam eksistensinya di tengah masyarakat Jawa dan Cina sebagai tokoh perempuan yang mencitrakan identitasnya dengan citra perempuan secara fisik, perilaku, psikis, dan sosial.

Abstract
Two subjects in this research were about the orientalist view of identity and political issue in Putri Cina novel of Sindhunata. The power of this work was on revealing the identity and political issues, influenced by the hierarchy position of Chinese princess in the middle of Javanese and Chinese society. This research focused on Postcolonial discussion by Edward Said (1978). The traumatic relationship being the tragic women was considered as a way in understanding the unknown and can be said as a psychology reflection toward the external world. The writer implemented critical approach objectively, means that the writer concerned on the structure of literary work in developing the world of authority, reader, and the situation of particular era. The result found that the orientalist judgment of a woman character in Putri Cina of Shindunata represented her existences in the middle of Javanese and Chinese society as a woman who identified herself physically, attitude, and social.

Keywors: ras, eksistensi, identitas, dan orientalis, race, existence, identity, and orientalist.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 6, No 2, Juni 2014

Cipatat Kolot: Dinamika Kampung Adat di Era Modernisasi

Irvan Setiawan

Abstrak
Kampung adat merupakan bagian dari aset budaya yang perlu dilestarikan. Rekapitulasi kampung adat di Provinsi Jawa Barat bersifat relatif karena masih ada beberapa kampung adat yang belum terdata, dan salah satunya adalah Kampung Cipatat Kolot di Desa Kiarapandak Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Dinamika budaya akibat modernisasi membuat Kampung Cipatat Kolot menjadi sebuah kampung yang mengikuti perkembangan zaman. Aset budaya yang menjadi kunci sebuah kampung adat mulai luntur. Sementara itu, pendataan dan pengkajian mengenai Kampung Cipatat Kolot masih sangat minim. Penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi dan mengkaji aset dinamika budaya yang masih dimiliki Kampung Cipatat Kolot. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa sangat disayangkan apabila aset budaya Kampung Cipatat Kolot tidak dilestarikan, salah satunya karena makam Buyut Cipatat sebagai sesepuh dan menjadikan Kampung Cipatat Kolot menjadi sebuah kampung adat masih sangat dihormati tidak hanya oleh warga sekitar tetapi juga kasepuhan dalam kesatuan adat Banten Kidul. Selain itu dinamika budaya masih belum begitu jauh yang ditandai oleh masih adanya upacara tradisional yang biasa dilaksanakan oleh kampung adat dalam wilayah kesatuan Banten Kidul.

Abstract
Traditional village as one of the cultural heritage should be conserved. The numbers of traditional village still in process of recapitulation. One of traditional village is Kampung Cipatat Kolot in Desa Kiarapandak Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. The village is not holding the traditional ways anymore; they live long with the modernization. The cultural asset vanished. Meanwhile, there’s still lack of data and research about Cipatat Kolot village. This research tries to explore and examine the cultural heritage existence of Kampung Cipatat Kolot. Using qualitative method, the research concludes that the cultural assets of Kampung Cipatat Kolot were not perpetuated. One of the cultural assetsthat should be conserved is the grave of Buyu Cipatat which is well known as an elder. It should be conserved because of his name Kampung Cipatat Kolotis respected by other traditional village and in the line of Banten Kidul customs.

Keywords: Dinamika, Cipatat Kolot, Kampung adat, Dynamics, Cipatat Kolot, Traditional Village.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 6, No 2, Juni 2014

Jetrada BPNB Jabar 2017, Mengenal Lampung dari Koleksi Museum

Kajian tentang tradisi dan mengenal budaya masyarakat Lampung tak hanya berhenti di Lamban Dalom Rumah Adat Kebandaran Marga Balak Lampung Pesisir, Bandar Lampung. Siang hari, Jumat (5/5/2017), seluruh peserta Jejak Tradisi Daerah Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat (Jetrada BPNB Jabar) 2017 berkunjung ke Museum Negeri Provinsi Lampung “Ruwa Jurai”.

Para peserta dibagi dalam dua kelompok besar saat melakukan kajian di dalam museum yang terletak di Jalan HZA Pagar Alam 64 Bandar Lampung ini. Mengenal Lampung lewat koleksi museum dipandu langsung pemandu museum setempat. Ruwa Jurai sedikitnya memiliki 4.747 buah koleksi yang terbagi dalam koleksi geologika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika, filologika, keramologika, seni rupa, dan teknologika.

Kelompok 1 berkesempatan lebih awal menjelajah ruang pamer di lantai 1 yang menyajikan dan mengenalkan sejarah alam dan lingkungan Lampung, kronologi sejarah kebudayaan Lampung, dan profil masyarakat Lampung. Sementara kelompok 2 mengawali penggalian data di lantai 2 yang menyajikan daur hidup masyarakat Lampung yang beradatkan Pepadun dan masyarakat Lampung yang beradatkan Saibatin dengan berbagai hasil budaya etnisnya.

Para peserta mendengar dan menyimak paparan pemandu perihal makna, simbol hingga hasil budaya yang telah menjadi koleksi museum. Pun mencatat data dan fakta penting yang tersaji di setiap benda koleksi. Sebut saja naskah kuno, senjata tradisional dan daur hidup masyarakat Lampung hingga sejarah alamnya.

Qolbi Alfiansyah, peserta siswa SMAN 27 Kota Bandung mengaku cukup kagum dengan benda koleksi yang dipamerkan. Dia tak menyangka betapa kaya dan beranekaragamnya kebudayaan Lampung.

“Saya lihat banyak benda koleksi yang khas dan unik dari kebudayaan masyarakat Lampung. Benda budaya masyarakat adat Saibatin juga ternyata banyak, jadi dapat menambah data kajian kelompok kami untuk penulisan laporan,” katanya. Namun tak hanya Qolbi dan kelompoknya yang beroleh data lewat koleksi museum, tetapi juga peserta dan kelompok lain yang melakukan fokus telaah berbeda.

Hal senada juga diungkapkan Bayu dari SMA Al Hadi Bandung. Menurut dia, berkunjung ke museum tersebut memberi pengetahuan yang luar biasa. Sebabnya, kata dia, belajar langsung sembari melihat objek budaya adalah pengalaman langka dalam suatu rangkaian kegiatan.

Lebih dari satu jam peserta melakukan kajian di dalam museum. Menjelang sore, mereka melanjutkan kegiatan kreativitas yakni mewarnai ragam hias bidang lukis berbahan kayu yang mencerminkan budaya masyarakat Lampung.

Rangkaian kegiatan hari kedua ditutup malam hari setelah masing-masing kelompok peserta siswa unjuk pentas kreativitas dan penulisan laporan kelompok. Seluruh agenda Jetrada BPNB Jabar 2017 berakhir Sabtu (6/5/2017) siang dengan agenda presentasi dan diskusi kelompok siswa. Kegiatan ditutup secara resmi oleh Kepala BPNB Jabar Jumhari SS. (IA/dtn)*

Penayangan Film dan Diskusi Kebudayaan, Lampung 2016 (3)












Bimbingan Teknis Penelitian 2011












Popular Posts