WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Kolaborasi dan penguatan WBTB DKI Jakarta


Tim dari BPNB (Balai Pelestarian Nilai Budaya ) Jawa Barat berkunjung ke Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB). Kegiatan ini merupakan kunjungan balasan, setelah beberapa waktu yang lalu tim LKB berkunjung kekantor BPNB beberapa waktu yang lalu

Dalam kunjungannya kali ini, Tim BPNB membicarakan mengenai pendataan dan inventarisasi kebudayaan Betawi dalam rangka penguatan Usulan WBTB tahun 2022 dari DKI Jakarta. Dalan Inventarisasi disepakati 6 mata budaya yang sudah teregistrasi di kementrian Kebudayaan Republik Indonesia. 6 Mata Budaya tersebut adalah :
Gamelan Ajeng Betawi
Rebana Ketimpring
Silat Sekojor
Musik Dangdut
Kue Apem Betawi
Kinca Duren

Kolaborasi dan penguatan WBTB DKI Jakarta – Dalam pendataan dan inventarisasi Tim BPNB bukan hanya mengambil data di LKB, akan tetapi mereka berkunjung langsung ke sanggar-sanggar yang mewakili mata budaya diatas. Seperti misalnya Silat Sekojor dari Joglo, Tim dari BPNB datang langsung ke Joglo. Di sanggar Sikat Sekojor mereka diterima langsung oleh ketua Sanggar Sekojor Bang Zaharudin Kiki atau biasa dipanggil Bang Kimung serta Guru Beaar Silat Sekojor Bang Guru Amir. Mereka bercerita mulai dari sejarah berdiri sampai kiprahnya saat ini.

Di hari selanjutnya Tim juga menemui salah satu Tokoh Musik Betawi di daerah Duren Tiga, Pancoran Jakarta Selatan. Dirumah H. Ahmad Supandi tim mendapatkan sejarah lahirnya musik Dangdut. Selanjutnya Tim menuiu daerah Sunter Jakarta Utara untuk menginventarisasi Musik Rebana Ketimpring, disana ketemu langsung dengan pimpinannya Ustad Ahmad Sibli.

Dihari yang sama Tim langsung menuju daerah Lenteng Agung, Jalan Camat Gabun. Dari informasi yang kita terima dari Bang Syamsudin Kacrit. Beliau menginformasikan bahwa didaerah ini masih ada sekumpulan anak muda pecinta musik Gamelan Ajeng. Syukur Alhamdulillah sesampai disana Tim disambut dengan Musik Gamelan Ajeng selamat datang. Haru kami begitu melihat sekumpulan anak-anak Muda yang dipimpin langsung oleh Bang Ahmad Olih. Keharuan kami adalah selama ini tim hanya tau bahwa musik ini sudah hampir punah di Jakarta. Ternyata saat ini justru banyak anak-anak muda yang memainkan jenis musik tersebut. Harapan kami tentu para pengambil kebijakan bisa membantu kesenian yang sudah hampir punah ini.

Sumber: https://www.kebudayaanbetawi.com/4959/kolaborasi-dan-penguatan-wbtb-dki-jakarta/

Patanjala Vol. 12 NO. 2 Oktober 2020


TATA RUANG IBUKOTA TERAKHIR KERAJAAN GALUH (1371 - 1475 M)
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.596
Budimansyah Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah
123 - 139


THE ENTERTAINMENT WORLD OF MINANGKABAU PEOPLE IN THE EARLY OF THE 20TH CENTURY
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.595
Meri Erawati, I Ketut Surajaya, Linda Sunarti
141 - 157


DARI PASANGGRAHAN HINGGA GRAND HOTEL: AKOMODASI PENGINAPAN UNTUK TURIS PADA MASA HINDIA-BELANDA DI PRIANGAN (1869-1942)
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.571
Andi Arismunandar, Reiza D. Dienaputra, Raden Muhammad Mulyadi
159 - 176


SIMBOL KUASA DAN NILAI BUDAYA MASYARAKAT PERKEBUNAN SEDEP DI KABUPATEN BANDUNG
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.641
Lia Nuralia, Iim Imadudin
177 - 193


KERETA API SCS: ANGKUTAN GULA DI CIREBON
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.643
IWAN HERMAWAN
195 - 209


PEMBENTUKAN KABUPATEN LUWU UTARA: KISAH DARI TOKOH DI BALIK LAYAR PADA 1999
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.617
Rismawidiawati Rusli
211 - 226


THEOLOGICAL DIMENSIONS IN MEMITU RITUALS IN CIREBON
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.636
B Busro, Ai Yeni Yuliyanti, Abdul Syukur, Rifki Rosyad
227 - 242


BOBOTOH DAN PERSIB: MENGONSUMSI IDENTITAS MELALUI MAKANAN
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.598
Tisna Prabasmoro, Trisna Gumilar, Ladinata Ladinata
243 - 259


SUGRA: TOKOH PERINTIS DAN DINAMIKA TARLING INDRAMAYU (1930-1997)
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.633
Lasmiyati Lasmiyati
261 - 276


WACANA KEKUASAAN DALAM UPACARA SIRAMAN DAN NGALUNGSUR GENI DI DESA DANGIANG GARUT
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.645
Ani Rostiyati
277 - 292


DARI RUWAT LAUT MENJADI SYUKURAN LAUT: STRATEGI MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN TRADISI MASYARAKAT NELAYAN PULAU JAWA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
DOI : 10.30959/patanjala.v12i2.644
Irvan Setiawan

DARI RUWAT LAUT MENJADI SYUKURAN LAUT: STRATEGI MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN TRADISI MASYARAKAT NELAYAN PULAU JAWA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Irvan Setiawan

ABSTRACT
Masyarakat nelayan di Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar berasal dari tanah Jawa yang datang ke Lampung dengan berbagai cara. Salah satunya melalui program transmigrasi yang dilakukan sejak zaman penjajahan. Selain melakukan aktivitas sebagai nelayan, aktivitas budaya juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat nelayan tersebut, salah satunya adalah Ruwat Laut. Setelah dilaksanakan selama bertahun-tahun, Ruwat Laut berganti nama menjadi Syukuran Laut. Perubahan nama tersebut menjadi hal menarik untuk diteliti. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil yang diperoleh adalah bahwa pergantian nama dari Ruwat Laut menjadi Syukuran Laut disebabkan kekurangan dana dan perbedaan persepsi antara adat masyarakat dari tanah Jawa dengan adat masyarakat Lampung. Syukuran Laut dilakukan dengan meniadakan tahapan tradisi yang dianggap menjadi penyebab Ruwat Laut tidak terlaksana, yaitu pelarungan kepala kerbau, pertunjukan wayang golek, dan berbagai jenis kegiatan yang membutuhkan dana cukup besar.

The fishermen communities in South Lampung Regency were once mostly the Javanese who migrated to settle in Lampung in various ways. One of those was through the transmigration program since the colonial era. It was one rewarding way in which many of those have migrated since the era. In addition to doing their activities as the fishermen, they have also carried on their cultural activities as a part of their fishermen life community, that is, Ruwat Laut. After being carried out for years, Ruwat Laut was renamed Syukuran Laut. The name change is interesting for a research. The study was conducted by using a descriptive method with qualitative approach. The studies reveal that the change name was due to lack of funding and perceptual difference between customs of Java and customs of Lampung. Syukuran Laut is carried out without those traditions that once prevented Ruwat Laut, namely buffalo head offering, puppet show, and various types of activities with substantial funds.

KEYWORDS
Ruwat Laut, Syukuran Laut, transmigrasi.

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan, 2018. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Lampung Selatan 2018. Kaliada: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan.

Dahlan, M. H. (2014). Perpindahan Penduduk dalam Tiga Masa: Kolonisasi, Kokuminggakari, dan Transmigrasi di Provinsi Lampung (1905-1979). Jurnal Patanjala, 6(3), 335-348.

IPDS BPS Kabupaten Lampung Selatan, 2018. Kabupaten Lampung Selatan dalam Angka 2018, Kalianda: BPS Kabupaten Lampung Selatan.

Kartikasari, T. dan Agustina, D. (1999). Upacara Melabuh di Palabuhanratu, Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kartodirdjo, S., Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (1973). Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta: Depdikbud.

Ruslan, I. (2014). Religiositas Masyarakat Pesisir: (Studi Atas Tradisi “Sedekah Laut” Masyarakat Kelurahan Kangkung Kecamatan Bumi Waras Kota Bandar Lampung). Jurnal Al-AdYaN, Vol. 9 (2).

Ruslan, I. (2019). “Tradisi Islam Pesisir: Ritual Ngumbai Lawok Di Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung”, dalam Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, 14 (2).

Saputra, R. D. (2011). Tradisi Ruwat Laut (Ngumbai Lawok) di Kelurahan Kangkung Kecamatan Teluk Betung Selatan Kota Bandar Lampung dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Syarif Hidayatullah.

Saroso, O. (2014, 6 Februari). Sejarah Transmigrasi di Lampung: Mereka Datang dari Bagelen. Diakses dari https://www.teraslampung.com/sejarah-kolonisas-di-lampung-mereka-datang-dari-bagelen/

Setiawan, I. (2018). Tari Dibingi: Sebuah Upaya Penggalian Data Awal Tarian Tradisional yang Terancam Punah di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Patanjala, 10 (2), 219 – 234.

Silaban, M. (1997). Sejarah Daerah Lampung. Jakarta: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Lampung, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wiryawan, B., Marsden, B., Susanto, H.A., Mahi, A.K., Ahmad, M., Poespitasari, H. (Editor). (1999). Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Bandar Lampung: Kerjasama PEMDA Provinsi Lampung dengan Proyek Pesisir (Coastal Resources Center, University of Rhode Island dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor).

WACANA KEKUASAAN DALAM UPACARA SIRAMAN DAN NGALUNGSUR GENI DI DESA DANGIANG GARUT

Ani Rostiyati

ABSTRACT
Kajian ini bertujuan mengungkap bagaimama wacana kuasa bekerja dalam upacara Siraman dan Ngalungsur Geni. Wacana kuasa ditelusuri dari relasi pemimpin adat (kuncen dan leluhur) dengan masyarakat Desa Dangiang. Dalam kajian ini menggunakan metode deskriptif explanatory dan teknik analisis data secara kualitatif interpretatif, yaitu mengangkat berbagai fenomena, kemudian diinterpretasi dengan teori dari Foucault tentang kekuasaan yang dikonstruksi secara positif dan tidak represif. Data yang digunakan merupakan hasil wawancara mendalam pada informan, observasi pada saat upacara berlangsung, pengambilan foto, dan studi pustaka. Hasil dari kajian ini adalah kekuasaan dalam pelaksanaan upacara Siraman dan Ngalungsur Geni, dikonstruksi secara dinamis, positif, dan tidak represif yakni kekuasaan yang terpusat pada pemimpin adat kuncen yang didistribusi pada semua warga peserta upacara. Simbol dari distribusi kekuasaan tersebut adalah semua peserta merasakan adanya keberkahan yang didapat dari doa kuncen dan air bekas cucian benda-benda pusaka milik leluhur Desa Dangiang.

The research aims to reveal how the power discourse works through Siraman and Ngalungsur Geni ceremonies. The power discourse can be traced through the relationship between traditional leaders (kuncen and ancestors) and the people of Dangiang Village. The study uses descriptive explanatory methods and interpretative qualitative data analysis techniques. The researcher first raises the phenomenon to be interpreted with Foucault's theory of positive and non-repressive constructed power. The data used are the results of in-depth interviews with informants, observations during the ceremonies, photos, and literature study. The research reveals that power during Siraman and Ngalungsur Geni ceremonies has been constructed dynamically, positively, and unrepressively. The power centered on traditional leader ‘kuncen’ is even distributed to all citizens participating in the ceremonies. The distribution of power is reflected when all ceremony participants can feel both the blessings of the prayers offered by the ‘kuncen’ and the water used for washing the heirlooms belonging to the ancestors of Dangiang Village.

KEYWORDS
Wacana, Kekuasaan, Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni, Desa Dangiang Garut

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Abdullah, I. (2009). Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anderson, B. (2015). Imagined Communities. Jakarta: Pustaka pelajar.

Bae, S.U. dan Martinus. (1995). Laporan penelitian: Sejarah Suku Dayak Maanyan, Banjar, dan Merina di Madagaska. Jakarta: Museum Nasional RI.

Barker, C. (2010). Cultural Studies. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Barthes, R. (1985). Elemens of Semiologi. London: Cape.

Bourdieu, P. (1994). Language and Symbolic Power. Cambridge, Massachausetts: Harvard University Press.

Durkheim, E. (2005). Education and Sociology. Jakarta: Kencana

Danesi M. (2004). Pesan, Tanda, Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Foucault, M. (2002). Pengetahuan dan Metode: Karya-karya Penting Foucalt. Yogyakarta: Jalasutra.

Hadi, K. (2018). Legitimasi Kekuasaan dan Hubungan Penguasa-Rakyat dalam Pemikiran Politik Suku Dayak Maanyan. Kawistara, 8(1), 46-50.

Kitaudin, S. (2016). Kekuasaan Negara dan Kekuasaan Pemerintahan. Tapls, 12 (1), 70-71.

Magnis-Suseno, F. (2003). Etika Politik; Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta : PT. gramedia.

Mudhoffir, A. (2013). Teori Kekuasaan Michel Foucault: Tantangan bagi Sosiologi Politik. Al-Khitabah, 18 (1), 4-6.

Muis, E. (2010). Tumbuhnya Maronere: Relasi Antara Budaya dan Falsafah Hidup Masyarakat Moronere. Tesis Program Studi Antropologi, Pascasarjana UGM Yogyakarta.

Rostiyati, A. (2017). Peran Perempuan pada Upacara Tradisional Rahengan di Desa Citatah, Kabupaten Bandung Barat. Patanjala. Vol.9 No.3 September 2017. Hlm. 360.

Rostiyati, A. (2011). Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni di Desa Dangiang Kabupaten Garut. Patanjala, Vol.3 No.1 Maret. Hlm. 33-47.

Rostiyati, A. (2017). Perempuan Punk: Budaya Perlawanan Terhadap Gender Normatif. Tesis Fakultas Ilmu Budaya UNPAD.

Somantri, G,R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Sosial. Humaniora Makara,.9 (2). 64.

Turner, V. (1967). The Forest Of Symbols: Aspects of Ndebu Ritual. London: Cornell University Press.

Usop, KMA. (1978). Laporan penelitian : Sejarah Daerah Kalimantan Tengah: Proyek Penelitian Kebudayaan RI dan Dinas Pendikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Tengah.

SUGRA: TOKOH PERINTIS DAN DINAMIKA TARLING INDRAMAYU (1930-1997)

Lasmiyati Lasmiyati

ABSTRACT
Penelitian tentang Sugra dilakukan dengan tujuan untuk mengenang tokoh perintis tarling di Indramayu yang selama ini kurang dikenal di kalangan luas. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan pendekatan sejarah biografi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi lapangan, dan studi pustaka. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh tarling di Indramayu dibedakan menjadi dua: tokoh perintis dan tokoh pengembang. Tokoh perintis adalah Sugra. Ia hanya menekuni kesenian tarling di wilayah Indramayu, walaupun pernah bermain tarling di Cirebon. Tokoh pengembang adalah mereka yang mampu mengembangkan kesenian tarling ke Cirebon, walaupun mereka berasal dari Indramayu. Walaupun Sugra hanya bermain tarling di Indramayu, masyarakat Indramayu tetap menganggap Sugra sebagai perintis tarling. Sugra juga mampu mengajak pemuda Kepandean untuk bermain tarling, walaupun peralatannya masih sederhana. Tugu tarling didirikan di tempat Sugra merintis kesenian tarling. Nama Sugra pun diabadikan menjadi nama gedung kesenian Mama Soegra dan rumah seni Griya Sugra.

The study on Sugra was carried out with the aim of perpetuating the existence of the Indramayu tarling music pioneer for the reason of his less well-known. It used the historical methods with a biographical historical approach. The data was collected by means of interviews, field studies, and literature studies. Studies have shown that the leading figures of tarling music in Indramayu involved the pioneer and the settlers. The pioneer was Sugra. He devoted himself to his work as a tarling musician in Indramayu. Furthermore, he also promoted tarling music in Cirebon. Moreover, settlers were generally those originating from Indramayu and were considered as the key musicians in the development of tarling music in Cirebon. Despite Sugra’s stage was limited in Indramayu, the locals still consider him as the pioneer of tarling. With his simple musical instruments, he visited a group of youths in Kepandean sub-district, playing music, and conducting sing-alongs. A monument forming tarling musical performance was erected in Indramayu to his memory. His name was even continued in that of two art galleries Mama Soegra and Griya Sugra.

KEYWORDS
Sugra, tarling indramayu, Indramayu

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Dasuki. (1977). Sejarah Indramayu. Indramayu: Pemda Kab. Indramayu.

Dede, P. (2015). Tonel: Teaterikalitas Pascakolonial Masyarakat Tansi Sawahlunto. Kajian Seni, 1 (02), 114-129.

Hidayat, R. (2015). Seni Tarling dan Perkembangannya di Cirebon. Calls, 1 (1), 52-66.

Kasim, S. (2007). Tarling Migrasi Bunyi dari Gamelan ke Gitar Suling. Indramayu. Indramayu: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Indramayu.

Kasim, S. (2016). Sejarah, Syarah, Sejare-jare: Upaya Pemetaan Sejarah Indramayu, dalam buku Cimanuk Perspektif Arkeologi, Sejarah, dan Budaya.

Cirebon: LovRinz Publishing bekerjasama dengan Panpel Festival Cimanuk 2016, Disporabudpar Kab, Indramayu.

Kasim, S. (15 Juni 2016 dan 17 Desember 2019). Wawancara.

Kuntowojoyo. (2003). Metodologi Sejarah, edisi kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Martaatmadja, S. (2016). Tarling Berasal Dari Indramayu. diakses 11 Mei 2020 dari http://www.KK291,1 FM.Indramayukab,go.id.

Muhsin, M. A. (2002). Filsafat Sejarah dalam Islam. Yogyakarta: Khasanah Pustaka Indonesia.

Merlina, N. (2012). Tarling, Kesenian Tradisional Daerah Pantura. Patanjala, 4 (3), 497 – 510.

Mulyani, Y. (2012), Teks Tarling: Representasi Sastra Liminalitas Analisis Fungsi dan Nilai. Metasasta, (5) 1, 92-101.

Nono. (17 Desember 2019). Wawancara.

Nugroho, A. (2016) Muara Cimanuk, Muara Kebudayaan: Simptom Geografis Sekaligus Estetis. Dalam buku Cimanuk Perspeltif Arkeologi, Sejarah, dan Budaya. Cirebon, LovRinz Publishing bekerjasama dengan Festival Cimanuk 2016 Disporabudpar Kab. Indramayu.

Penerbitan Sejarah Lisan No. 4. (1988). Dibawah Pendudukan Jepang, Kenangan Empat Puluh Dua Orang Yang Mengalaminya. Jakarta: Arsip Nasional Indonesia.

Ramdhan, A. (17 Desember 2019). Wawancara.

Salim. (2015). Perkembangan dan Eksistensi Musik Tarling Cirebon. Catharsis: Journal of Arts Education, (4) 1, 65-70.

Sasongko, G.W. & Suparta, I.M. (2014). Lakon Tarling Sandiwara Istri Durhaka: Analisis Konflik Antar Tokoh dan Kritik Sosial. Diakses dari http://www.lib.ui.ac.id. FIB UI, hlm. 3.

Soekanto, S. (1985). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.

Soekanto, S. & Sulistyowati, B. (2015). Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi revisi Jakarta: Raya Gravindo Persada.

Sunardjo, U. (19843)., Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan, Kerajaan Cerbon 1479-1809. Bandung: Tarsito.

Susanto, A. (1983). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta.

Tamburaka, R. E. (1999). Pengantar Ilmu Sejarah Teori Filsafat Sejarah Sejarah Filsafat dan Iptek. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Litbang Kompas. (2003). Profil Daerah Kabupaten dan Kota, Jilid 2, Kabupaten Indramayu. Jakarta: kompas.

Tim Penyusun KBBI, (2011).

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi IV. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tinus, A. (17 Desember 2019). Wawancara.

Upandi, P. & Hadi, Y. S. (2011). Gamelan Salendro, Gending dan Kawih Kepesindenan Lagu-lagu Jalan. Bandung: Ludruk Agung.

Widodo, J. (1998). Kesaksian Menjelang Jatuhnya Pemerintah Hindia Belanda Tahun 1942. Pikiran Rakyat 21 Mei 1998.

BOBOTOH DAN PERSIB: MENGONSUMSI IDENTITAS MELALUI MAKANAN

Tisna Prabasmoro, Trisna Gumilar, Ladinata Ladinata

ABSTRACT
Makanan adalah salah satu simbol yang dapat secara menonjol merepresentasi identitas pribadi dan kelompok dan membentuk keunikan serta rasa kebersamaan dan keterikatan anggota dalam kelompok yang lebih besar. Masing-masing individu meleburkan diri mereka ke dalam komunitas dan masyarakat dengan mengupayakan (re)konstruksi diri. Artikel ini berhipotesis bahwa pendukung Persib—yang secara umum dikenal dengan nama bobotoh—terus-menerus mencari cara baru untuk dapat mengekspresikan identitas mereka. Menggunakan kajian-kajian identitas yang berhubungan dengan persepsi akan tempat atau a sense of place, budaya kuliner, ruang fisik, pilihan dan gaya hidup, artikel ini membahas peran rumah makan yang berhubungan dengan Persib, dan menyoroti kemungkinan implikasi dari kegiatan makan bobotoh di rumah makan-rumah makan tersebut. Berfokus pada bagaimana Pawon Sunda Buhun Bobotoh dan 1933 Dapur dan Kopi—dua tempat makan dengan keunikan berbeda—turut me(re)konstruksi identitas bobotoh, artikel ini berargumen bahwa bobotoh juga mengandalkan kegiatan mengonsumsi makanan yang terkait dengan Persib/bobotoh untuk mengekspresikan, memelihara dan bahkan memperkuat identitas pribadi dan kolektif mereka.

Food is a symbol that can prominently represent personal and group identity and form uniqueness and a sense of bonding among members of a larger group. Individuals conform themselves to communities and society through self-(re)constructing efforts. The article hypothesizes that Persib’s supporters—commonly known as bobotoh—have continuously sought new ways to express their identity. Employing identity theories related to a sense of place, culinary culture, physical space, choices, and lifestyle, the article examines the roles of Persib-related eateries and highlights the possible implications of bobotoh’s dining out. Focusing on how Pawon Sunda Buhun Bobotoh and 1933 Dapur dan Kopi—two significantly different eating places—contribute to bobotoh’s self identity (re)construction, the article argues that bobotoh also rely on consuming food as a Persib/bobotoh-related activities to express, retain and even strengthen their personal and collective identity.

KEYWORDS
bobotoh, identitas, makanan, rumah makan, Persib

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Appadurai, A. (1981). gastro-politics in Hindu South Asia. American Ethnologist, 8(3), 494–511. https://doi.org/10.1525/ae.1981.8.3.02a00050

Ardoin, N. M., Schuh, J. S., & Gould, R. K. (2012). Exploring the dimensions of place: a confirmatory factor analysis of data from three ecoregional sites. Environmental Education Research, 18(5).

Atkins, P., & Bowler, I. (2001). Food in Society: Economy, Culture and Geography. Arnold.

Barthes, R. (2012). Toward a psychosociology of contemporary food consumption. In C. Counihan & P. Van Esterik (Eds.), Food and culture : A reader (pp. 37–44). Routledge.

Beardsworth, A., & Keil, T. (2002). Sociology on the Menu. In Sociology on the Menu. https://doi.org/10.4324/9780203428719

Beck, U., Giddens, A., & Lash, S. (1994). Reflexive modernization: Politics, tradition and aesthetics in the modern social order. Stanford University Press.

Bodomo, A., & Ma, E. (2012). We are what we eat: Food in the process of community formation and identity shaping among African traders in Guangzhou and Yiwu. African Diaspora, 5(1), 3–26. https://doi.org/10.1163/187254612X646198

Bourdieu, P. (1984). Distinction: A social critique of the judgement of taste. Harvard university press.

Counihan, C. M., & Kaplan, S. L. (2013). Food and Gender: Identity and Power. In C. M. Counihan & S. L. Kaplan (Eds.), Harwood academic publishers (1st ed.). Routledge.

Dora, Y. M., & Febrianti, R. A. M. (2012). Pengaruh Diferensiasi Produk terdapat Nilai Pelanggan Brownies Kukus Amanda Bandung. Forum Manajemen Indonesia Ke 4. https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004

Durie, A., Yeoman, I. S., & McMahon-Beattie, U. (2006). How the history of Scotland creates a sense of place. Place Branding, 2(1), 43–52. https://doi.org/10.1057/palgrave.pb.5990044

Farazmand, A. (1999). Globalization and Public Administration. Public Administration Review, 59, 509–522.

Fischler, C. (1980). Food habits, social change and the nature/culture dilemma. International Social Science Council, 19(6), 937–953. http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.822.43&rep=rep1&type=pdf

Flandrin, J. L., & Montanari, M. (1996). Food: A culinary history from antiquity to the present. In J. L. Flandrin & M. Montanari (Eds.), Columbia University Press. Columbia University Press.

Giddens, A. (1991). Modernity and self-identity. Polity Press.

Global Digital Football Study. (2019). The Global Digital Football Benchmark January 2010. Global Digital Football Study. http://digitale-sport-medien.com/gdfb19/

Gomulia, B. (2013). Bisnis Keluarga di Bandung Bagaimana Mereka Bertahan-Berlanjut? Trikonomika, 12(2), 125. https://doi.org/10.23969/trikonomika.v12i2.474

Green, C., & Ruhleder, K. (1995). Globalization,borderless worlds, and theTower of Babel. Journal of Organizational ChangeManagement, 8, 55–68.

Handika, R. N., & Yusiana, R. (2016). Pengaruh Bauran Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Kopi Anjis Cabang Telaga Bodas Bandung. Banking & Management Review, 5(2), 687–698. https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004

Herawati, T., Rudatin, C. L., Akbar, D., & Kunci, K. (2014). Potensi Kota Bandung Sebagai Destinasi Incentive Melalui Pengembangan Ekonomi Kreatif. Epigram, Vol 11(2), 95–102.

Hinrichs, C. C. (2003). The practice and politics of food system localization. Journal of Rural Studies, 19(1), 33–45.

Holm, L., & MÖhl, M. (2000). The role ofmeat in everyday food culture: an analysis of an interviewstudy in Copenhagen. Appetite, 34(3), 277–283. https://doi.org/10.1006/appe.2000.0314

Jones, M., & Nash, J. (2017). Eating ourselves into identity? An investigation into the relationship between dining-out experiences and identity Production on Instagram amongst female young professionals. Journal of Promotional Communications, 5(2), 156–175.

Kaltenborn, B. P., & Williams, D. R. (2002). The meaning of place: Attachments to Femundsmarka National Park, Norway, among tourists and locals. Norsk Geografisk Tidsskrift, 56(3), 189–198. https://doi.org/10.1080/00291950260293011

Kittler, P. G., & Sucher, K. P. (2008). Food and Culture. In P. Adams (Ed.), Thomson Wadsworth (5th ed.). Thomson Wadsworth.

Kulkarni K. (2004). Food culture and diabetes in the United States. Clinical Diabetes, 22(4), 190–193.

Loring, P. A., & Gerlach, S. C. (2009). Food, culture, and human health in Alaska: an integrative health approach to food security. Environmental Science and Policy, 12(4), 466–478. https://doi.org/10.1016/j.envsci.2008.10.006

McLuhan, M., Fiore, Q., & Agel, J. (1968). War and peace in the global village. Bantam Books.

Meitasari, E., & Tricahyono, D. (2014). Strategi Pengembangan Bisnis Kuliner Menggunakan Pendekatan Business Model Canvas ( Studi Kasus Pada Restoran Bebek Udig Tahun 2014 ). EProceedings of Management, 1(3). https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/management/article/view/3216/3046

Nursastri, S. A. (2014). Bandung, Kota Favorit Wisata Kuliner di Indonesia. Travel Detik. https://travel.detik.com/domestic-destination/d-2495847/bandung-kota-favorit-wisata-kuliner-di-indonesia

Nurwitasari, A. (2015). Pengaruh Wisata Gastronomi Makanan Tradisional Sunda terhadap Keputusan Wisatawan Berkunjung ke Kota Bandung. Jurnal Barista, 2(1).

Prabasmoro, T. (2017). Globalisation and Indonesian Football: Transformation of Bandung Football Club Persib. .Yogyakarta: . In The 3rd International Forum for Asian Studies: Borderless Communities & Nation with Borders Challenges of Globalisation (pp. 1372–1385). Universitas Gajah Mada.

Raymond, C. M., Kyttä, M., & Stedman, R. (2017). Sense of place, fast and slow: The potential contributions of affordance theory to sense of place. Frontiers in Psychology, 8(SEP). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2017.01674

Relph, E. (1976). Place and placelessness. Pion.

Shamai, S. (1991). Sense of place: an empirical measurement. Geoforum, 22(3), 347–358. https://doi.org/10.1016/0016-7185(91)90017-K

Smith, S. (2015). A sense of place: Place, culture and tourism. Tourism Recreation Research, 40(2), 220–233. https://doi.org/10.1080/02508281.2015.1049814

Soemardi, A. R., & Radjawali, I. (2004). Creative culture and Urban Planning : The Bandung experience. 1–14.

Stedman, R. C. (2002). Toward a social psychology of place: Predicting behavior from place-based cognitions, attitude, and identity. Environment and Behavior, 34(5), 561–581. https://doi.org/10.1177/0013916502034005001

Suganda, H. (2008). Jendela Bandung: Pengalaman Bersama Kompas. Jakarta: Kompas.

Suganda, H. (2011). Wisata Parijs van Java: sejarah, peradaban, seni, kuliner, dan belanja. Jakarta: Kompas.

Swislocki, M. (2008). Culinary nostalgia: Regional food culture and the urban experience in Shanghai. Stanford University Press.

Tidy, J. (2015). This is a repository copy of Forces Sauces and Eggs for Soldiers : food, nostalgia, and the rehabilitation of the British military. Critical Military Studies, 1(3), 220–232. https://doi.org/https://doi.org/10.1080/23337486.2015.1011439

Tregear, A. (2003). From Stilton to Vimto: Using food history to re-think typical products in rural development. Sociologia Ruralis, 43(2), 91–107. https://doi.org/10.1111/1467-9523.00233

Warde, A. (1997). Consumption, food and taste. Sage Publications, Inc. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.4135/9781446222027

Wheaton, B. (2004). Sustainable adventure: Embodied experiences and ecological practices within British climbing. In Understanding Lifestyle Sport: Consumption, Identity and Difference. https://doi.org/10.4324/9780203646069

Williams, D. R., & Stewart, S. I. (1998). Sense of Place: An Elusive Concept That is Finding a Home in Ecosystem Management. Journal of Forestry, 96(5), 18–23. https://doi.org/10.1007/s11524-011-9579-0

Woodward, K. (1997). Identity and difference. Sage Publications.

THEOLOGICAL DIMENSIONS IN MEMITU RITUALS IN CIREBON

B Busro, Ai Yeni Yuliyanti, Abdul Syukur, Rifki Rosyad

ABSTRACT
Indonesia is very famous for its rich culture. Cirebon as one of the districts in West Java is also very thick with its culture. This article discusses one of the cultures in Kedungsana Village Cirebon, the phenomenon of ritual slametan Memitu. The purpose of this study is to examine the practice of ritual slametan Memitu carried out by Kedungsana community together with its theological dimensions. The research subjects were the community of Kedungsana Village, Plumbon District, Cirebon Regency. The process of collecting data through direct observation and to get deep information in interviews, we use a purposive sampling technique. The results of the study found that the purpose of carrying out the ritual slametan Memitu was as a manifestation of gratitude for all the favors that had been given from the "Invisible Power" and also the hope of the smooth birth process. Express gratitude and the request is addressed to those considered to have the power to determine the smooth process of birth. In ritual slametan Memitu, there are theological dimensions that can be identified as belief in Invisible Substance and values for living in harmony together among residents of Kedungsana Village community. The theological dimensions in the earth alms ritual have been developed in such a way as to be in line with the development of social reality.

Indonesia sangat terkenal dengan kekayan kebudayannya. Cirebon sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat juga sangat kental dengan budayanya. Artikel ini membahas salah satu budaya di Desa Kedungsana Cirebon yaitu fenomena tradisi ritual slametan Memitu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti praktek ritual Memitu yang dilakukan oleh masyarakat Kedungsana bersama dengan dimensi-dimensi teologisnya. Subjek penelitian adalah komunitas masyarakat Desa Kedungsana Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon. Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung, untuk pendalaman dilakukan wawancara dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ditemukan bahwa tujuan dilaksanakannya ritual slametan Memitu adalah sebagai manifestasi syukur atas segala nikmat yang telah diberikan dari “Kekuatan Tak Terlihat” dan juga pengharapan kelancaran proses kelahiran. Ungkapan rasa syukur dan permohonan tersebut ditujukan kepada yang diyakini memiliki kekuatan untuk menentukan kelancaran proses kelahiran. Dalam ritual slametan Memitu terdapat dimensi-dimensi teologi yang dapat diidentifikasi sebagai kepercayaan terhadap Zat Yang Gaib dan nilai-nilai untuk hidup rukun berdampingan antar-warga masyarakat Kelurahan Kedungsana. Dimensi-dimensi teologis dalam ritual sedekah bumi ini telah dikembangkan sedemikian rupa agar sejalan dengan perkembangan realitas sosial.

KEYWORDS
slametan, theology, memitu, ritual

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Abdullah, W. (2018). Local Knowledge and Wisdom in the Javanese Salvation of Women Pregnancy ‘Mitoni’: An Etholinguistic Perspective. Fourth Prasasti International Seminar on Linguistics (Prasasti 2018).

Adriana, I. (2012). Neloni, Mitoni Atau Tingkeban: Perpaduan antara Tradisi Jawa dan Ritualitas Masyarakat Muslim. Karsa: Journal of Social and Islamic Culture, 19(2), 238–247.

Afif, H. (Ed.). (2009). Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan.

Amirudin, Y. (2019). Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Mitoni di Malang. Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 137–145.

Baihaqi, I. (2017). Karakteristik Tradisi Mitoni Di Jawa Tengah Sebagai Sebuah Sastra Lisan. Arkhais: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra Indonesia, 8(2), 136–156.

Boanergis, Y., Engel, J. D., & Samiyono, D. (2019). Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa. Jurnal Ilmu Budaya, 16(1), 49–62.

Busro, B., & Qodim, H. (2018). Perubahan Budaya dalam Ritual Slametan Kelahiran di Cirebon, Indonesia. Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat, 14(2), 127–145. https://doi.org/10.23971/jsam.v14i2.699

Endang. (2019, November 12). Personal Communication.

Ernawati, D. (2017). Ritual Pitonan Adat Jawa Menurut Tinjauan Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Laloumili Kec. Lalembuu Kab. Konawe Selatan). IAIN Kendari.

Geertz, C. (1981). Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa (A. Mahasin (Trans.)). Pustaka Jaya.

Ghazali, A. M. (2013). Teologi Kerukunan Beragama dalam Islam (Studi Kasus Kerukunan Beragama di Indonesia). Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 13(2), 271–292.

Isa, R. M., Man, S., Rahman, N. N. A., & Pauzi, N. (2019). Pengamalan Wanita Hamil dalam Masyarakat Melayu dari Perspektif Islam. Jurnal Fiqh, 16(1), 191–224.

Juwintan, J. (2017). Analisis Semiotik pada Adat Nujuh Bulan di Cirebon. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 45–54.

Kumalasari, L. D. (2017). Changes of Mitoni Tradition In Ngogri Village, Megaluh Subdistrict, Jombang. In Research Report.

Kumpulan Pemuda Kedungsana. (2020, June 12) Member of Kumpulan Pemuda Kedungsana Privat Group. https://www.facebook.com/groups/330864360333753/?fref=ts%20accessed [Facebook update] Retrieved from https://www.facebook.com/groups/330864360333753/members

M Ikhfan, T. (2019). Tradisi Mitoni dalam Perspektif Hukum Islam(Studi Kasus Di Desa Laren Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes). IAIN Purwokerto.

Muharrum, S. (2019, November 14). Personal interview.

Muhyiddin. (2019, November 14). Personal interview.

Newland, L. (2001). Syncretism and the Politics of the Tingkeban in West Java. The Australian Journal of Anthropology, 12(3), 312–326.

Nugraha, A. (2015). Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Nujuh Bulanan Di Kota Bandung). Universitas Komputer Indonesia.

Nugroho, H. (2018). Dimensi teologi dalam ritual sedekah bumi masyarakat Made. Islamika Inside: Jurnal Keislaman Dan Humaniora, 4(1), 24–49.

Pengku. (2019, November 11). Personal interview.

Perbuker Kedungsana. (2020, June 12) Member of Kumpulan Pemuda Kedungsana Privat Group. https://www.facebook.com/groups/367835336049/ [Facebook update] Retrieved from https://www.facebook.com/groups/367835336049/members

Petrakis, P., & Kostis, P. (2013). Economic growth and cultural change. The Journal of Socio-Economics, 47, 147–157.

Reese, W. L. (1980). Dictionary of Philosophy and Religion. Humanities Press.

Rifa’i, M. (2017). Etnografi Komunikasi Ritual Tingkeban Neloni dan Mitoni Studi Etnografi Komunikasi Bagi Etnis Jawa di Desa Sumbersuko( )Kecamatan Gempol kabupaten Pasuruan. Ettisal Journal of Communication, 2(1), 27–40. https://doi.org/10.21111/ettisal.v2i1.1411

Rois, A. (2015). Tradisi Mitoni dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak Pranatal dalam Perspektif Islam. UNISNU Jepara.

Silalahi, U. (2010). Metode Penelitian Sosial. Refika Aditama.

Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Penerbit Rajawali.

Subana. (2019, November 14). Personal interview.

Suhartiningsih, S. (2014). Perubahan Ritual Peralihan Tahap Kelahiran Budaya Jawa Pada Masyarakat Desa Purwosari Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Socius, 3(2). https://doi.org/10.20527/jurnalsocius.v3i2.3261

Syafii. (2019). Personal interview.

Ulya, I. (2018). Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni: Studi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati, Jawa Tengah. Edukasia Islamika, 116–130.

van Gennep, A. (2004). The Rites of Passage. Routledge.

Wariin, I. (2014). Nilai-nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu pada Masyarakat Cirebon Studi Masyarakat Desa Setupatok Kecamatan Mundu. Edunomic Jurnal Pendidikan Ekonomi, 2(1).

PEMBENTUKAN KABUPATEN LUWU UTARA: KISAH DARI TOKOH DI BALIK LAYAR PADA 1999

Rismawidiawati Rusli

ABSTRACT
Artikel ini bertujuan untuk menulis sejarah pembentukan Kabupaten Luwu Utara dari perspektif aktor yang terlibat pada proses pembentukan tersebut. Tulisan ini menggunakan metode sejarah, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya pembentukan Kabupaten Luwu Utara bukan hanya sekali ini muncul, tapi keinginan tersebut sudah sejak lama diperjuangkan. Usaha tersebut dimulai sejak 1959, diulang kembali pada 1966, dan akhirnya pada 1999 Kabupaten Luwu Utara terbentuk. Pembentukan Luwu Utara adalah berkat perjuangan masyarakat Luwu Utara yang terdiri dari berbagai unsur, unsur mahasiswa yang tergabung pada Forum Komunikasi Mahasiswa Luwu Utara, unsur masyarakat biasa bahkan unsur pemerintah. Cepatnya proses pembentukan Luwu Utara pada 1999 ini berkat politik lobbying yang dilakukan oleh Ryass Rasyid yang memiliki kedekatan khusus dengan Lutfi A. Mutty (Dirjen PUOD). Alasan Utama pembentukan Kabupaten Luwu Utara tidak hanya dikarenakan pertimbangan desentralisasi, demokratisasi dan good governance, serta kalkulasi ekonomis namun juga karena kepentingan aktor-aktor dibaliknya.

The study aims to reveal the history of the formation of the North Luwu District based on the perspective of the actors who were directly involved in the formation process. This research, which uses the historical method, shows the results of the research that the efforts to form the North Luwu District have been pursued for a long time. The effort, which had been started since 1959, was re-submitted in 1966, and finally in 1999 the North Luwu District was successfully formed. The formation of North Luwu District was the result of support from the North Luwu communities which consisted of various elements, such as elements of students who were members of the North Luwu Student Communication Forum, elements of societies, and even elements of the government. The process of formation the North Luwu District in 1999 proceeded rapidly because of political lobbying approached by Ryass Rasyid towards Director General for PUOD Lutfi A. Mutty. The main reasons behind the formation of the North Luwu District was not only due to the considerations of decentralization, the democratization and the good governance, as well as the economic calculations but also because of the interests of the actors behind it.

KEYWORDS
Luwu Utara, Masamba, dan lobi politik.

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Agung, M. (2016). Pengaruh Pemekaran terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang. Universitas Hasanuddin.

Amin, B., Hasanuddin, & Tilome, R. (2013). Mengukuhkan Jati Diri. Dinamika Pembentukan Provinsi Gorontalo (1999 – 2001). Yogyakarta: Ombak.

Arghiros, D. (2001). Democracy, Development and Decentralisation in Provincial Thailand. Surrey: Surzon.

Arsip Muhammad Saleh Lahade Reg. 441 tentang pandangan atas Situasi di Daerah Sulawesi Selatan tanggal 1 Oktober 1968. (n.d.).

Darnadi, D. (Februari 2018). Wawancara.

Djunaedi, A. (Maret 2018). Wawancara.

Erman, E. (2012). Remembering and forgetting: The History of Sheikh Yusuf Struggle for Human Rights. Heritage of Nusantara: International Journal of Religious Literature and Heritage, 1(1), 101–122.

Harvey, B. S. (1983). Permesta: Pemberontakan Setengah Hati. Jakarta: Grafiti Press.

Hughes, S. (1964). History as Art and as Science. New York.

Idar, H., Tahir, Junaedi, A., Mammala, M. D. (Maret 2018). Focus Group Discussion Kementerian Penerangan. (1952). Provinsi Sulawesi Selatan. Jakarta: Kementerian Penerangan.

Lloyd, C. (1993). The Structures of History. Blackwell: Oxford.

Mattulada, M. T. (2017). Dinamika Politik Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Makassar: Pustaka Sawerigading bekerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan.

Muis, A. (2008). Lutfi A. Mutty: Pioneer Luwu Utara. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Muqoyyidin, A. W. (2013). Pemekaran Wilayah dan Otonomi Daerah Pasca Reformasi di Indonesia: Konsep, Fakta Empiris dan Rekomendasi ke Depan. Jurnal Konstitusi, 10(2), 287–309.

Nordholt, H. S. & Klinken, G. v. (2007). Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: KILTV dan Yayasan Obor Indonesia.

Pasajo, H. (26 Februari 2018). Wawancara

Pradadimara, D. (2004). Penduduk Kota, Warga Kota, dan Sejarah Kota: Kisah Makassar, Draf Pertama, Juli 2004. Surabaya.

Rohmah, N. S. (2018). Elit dan Pemekaran Daerah; Konflik Antar Elit dalam Proses Pembentukan Provinsi Banten. Cosmogov: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 4(1), 90–105.

Sulistyo, H. (2000). Palu Arit di Ladang Tebu: Sejarah Pembantaian Massal yang terlupakan. Jakarta: Gramedia.

Tasran, K. (02 Maret 2018). Wawancara.

Trisnawati, A. (2015). Analisis Peran Aktor dalam Pemekaran Kabupaten Brebes. Journal of Politic and Government Studies, 4(2), 1–21.

Yosephus, S. (2014). Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pelayanan Publik (Suatu Studi Di Kantor Kecamatan Tombariri Timur Dalam Pelayanan Administrasi Pengurusan Kartu Keluarga). Jurnal Politico, 3(19).

KERETA API SCS: ANGKUTAN GULA DI CIREBON

IWAN HERMAWAN

ABSTRACT
Gula merupakan salah satu komoditas perdagangan penting pada masa kolonial Belanda. Hasil yang berlimpah tidak diimbangi dengan ketersediaan angkutan barang. Minimnya volume angkut dan lamanya waktu tempuh merupakan permasalahan yang dihadapi pengusaha gula. Pengembangan moda transportasi kereta api menjadi jawaban atas permasalahan tersebut. Daya angkut besar dengan waktu tempuh yang lebih cepat menjadi kelebihannya. Tujuan penelitian ini adalah menguraikan peranan kereta api dalam pengangkutan gula ke pelabuhan di Karesidenan Cirebon. Metode yang dipergunakan, deskriptif analisis. Data dikumpulkan melalui kegiatan studi pustaka dan pengamatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan, jalur kereta api di Karesidenan Cirebon merupakan bagian dari jalur Semarang – Cirebon yang dibangun oleh NV. SCS. Tinggalan perkeretaapian di jalur tersebut menunjukkan terdapat persimpangan ke pabrik gula dari stasiun terdekat. Kesimpulan, pembangunan perkeretaapian di Cirebon pada awalnya ditujukan sebagai angkutan komoditas gula.

Sugar was one of the important trade commodities during the Dutch occupation. The abundant production of sugar disproportionated to the availability of freight transportation. Its consequences, the sugar company was hampered by both the low volumes and and the slow journey time of transported goods. As a result, the development of modes of transport was the solution needed. It would provide the solution based on the maximum payload and highest average speeds. The purpose of this study is to describe the role of railways in transporting sugar industry to the port in the Cirebon Residency. The research method used in the study is descriptive analysis. Research data were derived from library study, and field observations. The results of the study have shown that the railway line in Cirebon Residency was actually a part of the Semarang - Cirebon railway line built by NV. SCS. The disused railroad indicate clearly that there was an intersection to the sugar company from the nearest train station. It concluded that the railway construction in Cirebon was initially intended as the sugar transportation.

KEYWORDS
Gula, Cirebon, SCS, trem, jalur kereta api non-aktif

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Bintarto, H. R. (1977). Geografi Desa. Yogyakarta: U.P. Spring.

Burger, D. H. (1962). Sedjarah Ekonomi Sosiologis Indonesia. Djakarta: Pradnjaparamita.

Cahyo, D. N. (2017). Perkembangan Transportasi Kereta Api di Kabupaten Lamongan Tahun 1899 – 1932. Avatara, 5(1), 1402–1416. Diambil dari https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/17733

Darini, R., Hartono, M., Miftahuddin, Ashari, E., & Sulistyo, Y. B. (2014). Laporan Penelitian: Kereta Api di Jawa tengah dan Yogyakarta Tahun 1864-1930. Yogyakarta.

Hendro, E. P. (2014). Perkembangan Morfologi Kota Cirebon Dari Masa kerajaan Hingga Akhir Masa Kolonial. Paramita: Historical Studies Journal, 24(1), 17–30. https://doi.org/10.15294/paramita.v24i1.2861

Hermawan, I. (2015). Penempatan Perhentian Kereta Api Pada Jalur Rangkasbitung - Labuan. PURBAWIDYA: Journal of Archaeological Research and Development, 4(2), 137–149. Diambil dari http://purbawidya.kemdikbud.go.id/index.php/jurnal/article/view/P4%282%292015-6

Hermawan, I. (2017a). Laporan Penelitian Arkeologi: Kereta Api jalur Cirebon - Kadipaten, Aksesibilitas Antar Wilayah di Cirebon dan Sekitarnya Pada Awal Abad XX. Bandung.

Hermawan, I. (2017b). Laporan Penelitian Arkeologi: Kereta Api Jalur Cirebon - Kadipaten: Aksesibilitas Antar-Wilayah di Cirebon dan Sekitarnya pada Awal Abad XX. Bandung.

Hermawan, I. (2018a). Kereta Api: Kuasa Ekonomi pada Masa Kolonial Belanda. In D. Dwiyanto & N. S. Tedjowasono (Ed.), Kekuasaan, Kepemimpinan, dan Organisasi Masyarakat Masa Lampau (hal. 87–94). https://doi.org/https://doi.org/10.24164/prosiding18/07

Hermawan, I. (2018b). Laporan Penelitian Arkeologi: Keterkaitan Antara Transportasi Kereta Api dengan Perkembangan Wilayah Pada Masa Kolonial Di Kabupaten Cirebon dan Indramayu , Jawa Barat. Bandung.

Hermawan, I. (2019). Laporan Penelitian Arkeologi: Kereta Api dan tata Ruang Kota Cirebon, Jawa Barat. Bandung.

Hermawan, I., & Mainaki, R. (2019). Pemetaan Jalur dan Tinggalan Perkeretaapian Masa Kolonial Belanda di Wilayah cirebon Timur. Sosioteknologi, 18(3), 560–577. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.5614%2Fsostek.itbj.2019.18.3.21

Hudiyanto, R. (2015). Kopi dan Gula: Perkebunan di Kawasan Regentschap Malang 1832-1942. SEJARAH DAN BUDAYA: Jurnal Sejarah, Budaya, dan pengajarannya, 9(1), 96–115. Diambil dari http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/1565/853

Kartodirdjo, S., & Suryo, D. (1991). Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Marihandono, D., Juwono, H., Budi, L. S., & Iswari, D. (2016). Sejarah Kereta Api Cirebon - Semarang, Dari Konsesi ke Nasionalisasi (E. Yulianto, ed.). Bandung: Aset Non Railway, Direktorat Aset Tanah dan Bangunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).

Mulyana, A. (2017). Sejarah Kereta Api di Priangan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Purwanto, E. (2008). Kajian Arsitektural Stasiun NIS. ENCLOSURE: Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, 7(2), 98–105.

Raap, O. J. (2017). Sepoer Oeap Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Semarang Cheribon Stoomtram-Maatschappij. (1913). Semarang Cheribon [peta]. Semarang Cheribon Stoomtram-Maatschappij. https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/816557?solr_nav%5Bid%5D=4a155bed8f5ee17e19f0&solr_nav%5Bpage%5D=1&solr_nav%5Boffset%5D=13

Subarkah, I. (1992). 125 Tahun Kereta Api Kita, 1867-1992. Bandung: Yayasan Pusaka.

Sumaatmadja, N. (1988). Studi Geografi: Suatu pendekatan dan Analisa Keruangan (II). Bandung: Alumni.

Susatya, R. (2008). Pengaruh Perkeretaapian di Jawa Barat Pada Masa Kolonial. Diambil dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/12/pengaruh_ perkeretaapian_di_jawa_barat.pdf

Tim Telaga Bakti Nusantara. (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1. Bandung: Angkasa.

Zuhdi, S. (2016). Cilacap (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu pelabuhan di Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

SIMBOL KUASA DAN NILAI BUDAYA MASYARAKAT PERKEBUNAN SEDEP DI KABUPATEN BANDUNG

Lia Nuralia, Iim Imadudin

ABSTRACT
Perkebunan Sedep di Bandung Jawa Barat masih mempertahankan bangunan lama dan artefak perkebunan zaman Belanda, yaitu Rumah Administratur, bekas Rumah Bilyar, Prasasti dan Meja Bilyar. Artefak perkebunan tersebut menjadi simbol kuasa yang memiliki nilai-nilai budaya. Apa dan bagaimana simbol kuasa dan nilai-nilai budaya tersebut, menjadi permasalahan pokok, yang dikaji menggunakan metode desk research dengan pendekatan simbol kuasa Pierre F. Bourdieu. Simbol kuasa Bourdieu terdiri dari field, habbitus, dan capital. Hasil yang diperoleh adalah simbol kuasa Rumah ADM ditunjukan dalam bahasa nonverbal berupa tata letak bangunan dan tata ruang dalam (field); status sosial penghuni rumah serta bentuk dan arsitektur rumah (habitus); serta pemilik dan pengelola perusahaan perkebunan (capital). Simbol kuasa Prasasti ditunjukkan oleh inskripsi (habitus), bentuk dan bahan (capital), serta ruang (field). Makna simbolik artefak perkebunan mencerminkan nilai-nilai budaya kolonial perkebunan, seperti nilai kemanusiaan, kerja keras, dan disiplin berdasarkan konsep habitus Bourdieu (kelas sosial, jenis kelamin, dan kelompok usia).

FULL TEXT:PDF

REFERENCES
Arsip dan Sumber Resmi Tercetak

Algemeen Indsich dagblad: de Preangerbode 22-05-1957(“Familie A.W. Gmelig Meyling Vertrekt naar Nederlandsch”).

Regeerings Almanak voor Nederlandsch-Indie 1901, Eeerste Gedeelte, Grondgebied en Bevolking, Inrrichting Van Het Bestuur Van Nederlandsch-Indie En Bijlagen. Landsdrukker Batavia.

Bataviasch Niewesblad 19-08-1908.

De Indische Courant 30-08-1927.

Het Nieuws van Den Dag Voor Bederlandsch-Indie, 29-10-1929(“Een Nieuwe Thee-fabriek Voor “Sedep”. Eerste-steenlegging)

Het Nieuws van Den Dag Voor Nederlandsch-Indie, 02-02-1937(“A. Bertling”).

Soerabaijasch Handelsblad, 01-05-1940 (“A. Bertling”).

Artikel Jurnal

Nuralia, Lia dan Iim Imadudin. (2019). Kebudayaan Hibrid Masa Kolonial di Perkebunan Batulawang Banjar. Dalam Patanjala Vol.11 No.1, Maret 2019.

Nuralia, Lia dkk. (2019). Laporan Penelitian Arkeologi. Bangunan Industri dan Produksi Perkebunan Kina Kabupaten Bandung Barat dan Sekitarnya, Provinsi Jawa Barat, Abad XIX – XX Masehi. Bandung: Balai Arkeologi Jawa Barat (tidak diterbitkan).

Nuralia, Lia. (2018). Bangunan Perkebunan Teh Zaman Belanda di Jawa Barat: Kajian Arkeologi Publik. Dalam Majalah Arkeologi Kalpataru Vol. 27, No. 1, Mei 2018. Halaman 45-60.

Nuralia, Lia. (2017). Struktur Sosial dan Nilai-Nilai Kolonial pada Rumah Pejabat Tinggi Perkebunan Peninggalan Belanda di Jawa Bagian Barat, Kapata Arkeologi. Vol.13, No.1, Juli 2017.

Nuralia, Lia. (2016). Situs Perkebunan Cisaga 1908-1972: Kajian Arkeologi Industri Tentang Kode Budaya Kolonial. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Studi Magister Arkeologi, UI.

Nuralia, Lia. (2015). Peran Elite Pribumi Dalam Eksploitasi Kapitalisme: Komparasi Antara Prasasti dan Arsip. Dalam Jurnal Purbawidya Vol. 4, No. 1, Juni 2015. Hal. 39-54.

Umanalio, M. Chairul Basrun. (2018). “Pierre Bourdieu; Menyikap Kuasa Simbol”. Dalam Resensi Buku. University of Iqra Buru. April 2018. DOI: 10.31325/osf,io/4txzu.

Wulan, Roro Retno. (2015). Komuniskasi NonVerbal Bangunan Kolonial di Perkebunan Teh Jawa Barat, dalam Jurnal Sosioteknologi Vol. 14, No. 3, Desember 2015.

Buku

Bourdieu, Pierre. (1984). Distinction: a social critique of the judgement of taste. Cambridge: Harvard University Press.

Fahri, Fauzi. (2014). PIERRE BOURDIEU Menyingkap Kuasa Simbol. Yogyakarta: Jalasutra

Ismet. (1970). Daftar-Tanah Perkebunan² Di Indonesia. Bandung: Biro Sinar.

Kantor Induk Administrasi Perkebunan Sedep. (2019). Riwayat Singkat Perkebunan “Sedep”, 1980: 4. Sumber: Kantor Induk Administrasi Perkebunan Sedep.

Kartodirdjo, Sartono dan Djoko Surjo. (1991). Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Notohamidjojo. (1975). Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi. Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Jakarta: Pustaka Pelajar

Salura, Purnama. (2015). Sundanese Architecture. Bandung: Rosda Internasional.

Sukiman, Djoko. (2011). Kebudayaan Indis, Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi. Depok: Komunitas Bambu.

Sumalyo, Yulianto. (1995). Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sejarah Perjuangan Nasional Republik Indonesia (SPNRI)-KBRI, (2019).

van Hall, C.J.J en C.Van De Koppel. (1946). De Landbouw In Den Indischen Archipel Deel 1, In drie deelen. Algemeen Gedelte, MCMXLV.

van Hall, C.J.J en C.Van De Koppel. (1946). De Lanbouw In Den Indischen Archipel, Deel IIa; In drie deelen. Algemeen Gedelte. MCMXLVI.

de Vries, Egbert. (1985). Pertanian dan Kemiskinan di Jawa (Seri Pembangunan Pedesaan). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Gramedia.

Wardini, Cici dan Galih Permadi, Muhammad Iqbal, Novie Widianti. (2010). Dari Bumi Pasundan Menembus Dunia, Perjalanan Panjang PT Perkebunan Nusantara VIII. Bandung: PT Perkebunan Nusantara VIII.

Bagian Buku

Buchari, (1985). Epigrafi dan Historiografi Indonesia, dalam Soedjatmoko dkk (Editor), Historiografi Indonesia: Sebuah Pengantar, 39-57. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Cassela, Eleanor Conlin. (2005). Social Workers: New Diretions in Industrial Archaeology. Dalam Eleanor Conlin Casella and James Symonds (Edited), Industrial Archaeology: Future Directions. USA: Springer Science and Business Media Inc. p. 3-32.

Hodder, Ian. (2013). “Symbol In Action”, dalam Susan M. Pearce (Edited), Interpreting Objects and Collections. London and New York: Routledge. p. 24 – 44.

O’Malley, William J. (1988). “Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar”. Dalam Anne Booth, William J. O’Malley, Anna Weidermann (Penyunting), Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Palmer, Marilyn. (2005). “Industrial Archaelogy: Constructing a Framework of Inference”, dalam Eleanor Conlin Casella and James Symonds (Edited). Industrial Archaeologi Future Directions, Contributions to Global Historical Archaeology. New York: Springer Science and Business Media, Inc., p. 59 -75.

Meyling, A.W. Gmelig. (1940). Woonhuis voor de administrateur van Cultuurmaatschappij Sedep, Pengalengan, 1940-1941 (Het Nieuwe Instituut). Dalam Pauline K.M. Van Roosmalen En Maarten F. Hercules. 2016. Bouwen In Turbulente Tijden. Het Werk van Ingenieurs Bureau Ingenegeren-Vrijbureg (IBIV) (1936-1957). Bulletin KNOB 2016, hal. 46)

Pauline K.M. Van Roosmalen En Maarten F. Hercules. (2016). Bouwen In Turbulente Tijden. Het Werk van Ingenieurs Bureau Ingenegeren-Vrijbureg (IBIV) (1936-1957). Bulletin KNOB 2016. Halaman 44)

Prosiding

Susanti, Y, Ninie. (2005). Antara Prasasti dan Naskah Sastra: Data Sejarah di Dalam Prasasti-Prasasti Airlangga dan Kakawin Arjunawiwaha. Makalah dalam Seminar Internasional Jawa Kuna “Mengenang Jasa-Jasa Prof. Dr. P.J Zoetmoelder S.J.: Kajian Bahasa, Sastra, dan Budaya Sunda Kuna”. Depok, 8-9 Juli: Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Wawancara

Hans Boers/Inbox Massage Facebook (22, 23, 25 Maret 2020).

Bapak Diki, Administratur/Manajer Perkebunan Sedep (Juni, 2019).

Bapak Sumitra, Mandor Besar Kebun Pangheotan 2, Perkebunan Panglejar, (8 April 2019).

Karyawan Perkebunan Sedep, Afdeling Kendeng Kampung Neglawangi, (Juni 2019)

Bapak Dadang, Bagian Umum Perkebunan Sedep, (Juni 2019)

Bapak Icin bin Wihatna, Pensiunan pabrik kina Pangheotan 2, Perkebunan Panglejar, (8 April, 2019)

Bapak Jajang, Asisten Afdeling Kebun Tirtasari (Cinyiruan-Kertamanah), (April-Juni, 2019)

DARI PASANGGRAHAN HINGGA GRAND HOTEL: AKOMODASI PENGINAPAN UNTUK TURIS PADA MASA HINDIA-BELANDA DI PRIANGAN (1869-1942)

Andi Arismunandar, Reiza D. Dienaputra, Raden Muhammad Mulyadi

ABSTRACT
Pada periode akhir masa kolonial Belanda di Hindia, justru semakin banyak turis yang berkunjung. Priangan yang merupakan primadona kunjungan wisata pada masa itu, tentunya harus menata diri sebagai persiapan menyambut dan melayani para turis yang berkunjung. Akomodasi penginapan dalam dunia pariwisata adalah hal yang pokok untuk tersedia dan memadai di lokasi-lokasi yang akan dituju oleh para turis. Berbagai kisah menarik mengenai perkembangan akomodasi penginapan membawa nilai positif bagi para turis yang berkunjung ke Priangan berdasarkan sumber-sumber yang ditemukan oleh penulis. Maka, untuk menjabarkan persoalan tersebut dibutuhkan kajian historis dengan menggunakan metode sejarah, terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ini, bahwa pariwisata baru mulai menggeliat ketika memasuki akhir dari Abad ke-19 dimana Pesanggrahan dan Hotel semakin berkembang sebagai jawaban untuk memenuhi kebutuhan penginapan bagi para turis. Setidak-tidaknya dari berbagai sumber yang coba penulis baca dan telaah dapat menjelaskan mengenai perkembangan akomodasi penginapan pariwisata pada masa kolonial Hindia Belanda.

During the late Dutch colonial period in the Dutch East Indies, more and more tourists visited. As a result, Priangan, which was the most favorite tourist destination at that time, certainly had to manage itself better to serve the tourist visits. Therefore, the availability of adequate lodging accommodation in the world of tourism was a mandatory requirement, especially in tourist destinations. Referring the sources found by the author, there are various interesting stories about the development of lodging accommodation with a positive impact on tourists in Priangan. To describe this problem, a historical study is needed using the historical method consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Based on the research conducted, it was revealed that tourism in Priangan first began to grow towards the end of the 19th century as indicated by the growing number of guest houses and hotels in response to meet the lodging needs of tourists. The results of the analysis of various sources used as a reference in this study indicate that the development of tourism accommodation during the Dutch East Indies colonial had a positive impact on the progress of tourism in Priangan.

KEYWORDS
Akomodasi Penginapan, Pariwisata, Priangan

FULL TEXT:PDF
REFERENCES
Bintang Barat. (10 Maret 1891).

Bintang Barat. (19 April 1893)

Breman, J. (2014). Keuntungan Kolonial dan Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Cooper, C. P. (1998). Tourism: Principles and Practice (2nd ed). London: Prentice Hall.

De Preanger-Bode. (30 Oktober 1905).

Dependance Hôtel Victoria Soekaboemi [Photograph]. (1906). Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:855472

Eetzaal in Grand Hotel Preanger te Bandoeng [Photograph]. (1925). Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:839577

Ekadjati, E. S. (1980). Masyarakat Sunda dan Kebudayaanya. Jakarta: PT Girimukti Pusaka.

Ernanto, D. B. (2003, Agustus, 16). Sejarah Panjang Grand Hotel Preanger Bandung. Harian Sinar Harapan.

Forbes, A. (1887). Insulinde: Experience of a Naturalist’s Wife in the Eastern Archipelago. London-Edinburg: Wm Blackwood and Sons.

Fulbrook, M. (2002). Historical Theory. London & New York: Routledge.

Graburm, N. and Jafari J. (1991). Tourism Social Science. Annals of Tourism Research 10 (1).

Grand Hotel Preanger, Bandoeng [Photograph]. (1930). Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:913866

Grand Hotel Sindanglaja ten noordwesten van Tjiandjoer [Photograph]. (1920). Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:827337

Herlina, N. (2008). Metode Sejarah. Bandung: Satya Historika.

Kalamakaran, A. (2016, May 18). When Nicholas II caught Singapore off guard. Retrieved from http://rbth.com/arts/history/2016/05 /17/when-nicholas-ii-caught-singapore-off-guard_593667.

Katam, S., & Abadi, L. (2010). Album Bandoeng Tempo Doloe. Bandung: Khazanah Bahari.

Kinloch, C.W. (1853). Rambles in Java and the Straits in 1852. London: Simpkins, Marshall and Co.

Kunto, H. (1989). Savoy Homann: Persinggahan Orang Penting, Bandung: Bidakara Hotel Savoy Homann.

Kuntowijoyo. (2013). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lombard, D. (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya, 1 bag. Batas-batas Pembaratan. Terjemahan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Meulendijks, H. (2017). Tourism and imperialism in the Dutch East Indies: Guidebooks of the Vereeniging Toeristenverkeer in the late colonial era (1908-1939). Tesis Tidak Diterbitkan. Utrecht: Utrecht University.

Pasanggrahan met toeristenbus ervoor te Karanghawoe aan de Wijnkoopsbaai, West-Java [Photograph] (1937). Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:700700

Provinciale Drentsche en Asser Courant. (15 Mei 1893).

Rush, J. R. (2013). Jawa Tempo Dulu: 650 Tahun Bertemu Dunia Barat 1330-1980. Depok: Komunitas Bambu.

Scidmore, E. R. (1898). Java: The Garden of the East. New York: The Century Co.

Schulz, M. (2013, March 1). Franz Ferdinand’s Journey around The Word. Retrieved from http://www.spiegel.de/ international/zeitgeist/diary-of-archduke-franz-ferdinand-details-1892-journey-around-world-a-886196.html

Sjamsuddin, H. (2012). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Spillane, J.J. (1987). Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.

Sunjayadi, A. (2007). Vereeniging Toeristenverkeer Batavia (1908-1942). Jakarta: Penerbit FIB UI.

Sunjayadi, A. (2008). Mengabadikan Estetika: Fotografi dalam Promosi Pariwisata Kolonial di Hindia Belanda. Wacana, Vol. 10 No. 2, Oktober 2008, 301—316.

Sunjayadi. (2018). Akulturasi dalam Turisme di Hindia Belanda. Paradigma, Vol. 8 No. 1, Juli 2018, 11-23.

Termorshuizen, G. (1993). In de Binnenlanden van Java. Leiden: KITLV.

Vellas, F., & Becherel, L. (1995). International Tourism: An Economic Perspective. Basingstoke: Macmillan Press Ltd.

Vereeniging Toeristenverkeer. (1913). Illustrated Tourist Guide to Buitenzorg, The Preanger and Central Java. Batavia: Official Tourist Bureau.

Verschoor, K. H. (1910). Hotel Homann aan de Groote Postweg te Bandoeng [Photograph]. Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:824836

Verschoor, K. H. (1910). Hotel Preanger te Bandoeng [Photograph]. Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:824922

Weir, D. (2011). American Orient: Imagining the East from Colonial Era through The Twentieth Century. Boston: University of Massachussets Press.

Woodbury. (1880). Pasanggrahan te Pengalengan ten zuiden van Bandoeng [Photograph]. Leiden University Libraries. http://hdl.handle.net/1887.1/item:790782

Weissenborn, M. M. (1920). Ngamplang bij Garoet op Java was eerst een sanatorium, later, tot 1946, een luxe hotel [Photograph]. Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen. https://hdl.handle.net/20.500.11840/8117

THE ENTERTAINMENT WORLD OF MINANGKABAU PEOPLE IN THE EARLY OF THE 20TH CENTURY

Meri Erawati, I Ketut Surajaya, Linda Sunarti

ABSTRACT
This article discusses the entertainment world of the Minangkabau people in the Dutch colonial epoch. The world of entertainment is constructed using the historical method through the collection of written sources particularly contemporary newspapers and is equipped with books in the form of memoirs and autobiographies. The data obtained are then criticized and synchronized to produce historiography. The results show that the entertainment that developed in Minangkabau is identified into two namely traditional entertainment and modern entertainment. The traditional entertainment is entertainment that has been passed down from the Minangkabau culture, while modern entertainment is entertainment influenced by the West.

Artikel ini menjelaskan tentang dunia hiburan masyarakat Minangkabau pada masa kolonial Belanda. Dunia Hiburan dikontruksi menggunakan metode sejarah melalui pengumpulan sumber-sumber tertulis terutama koran-koran yang terbit sezaman serta dilengkapi dengan buku- buku berupa memoar dan autobiografi. Data yang diperoleh kemudian dikritisi dan dikronologikan sehingga menghasilkan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hiburan yang berkembang di Minangkabau terpola menjadi dua yakni hiburan tradisional dan hiburan modern, dimana hiburan tradisional merupakan hiburan yang telah turun temurun dari budaya masyarakat Minangkabau, sedangkan hiburan modern merupakan hiburan pengaruh Barat.

KEYWORDS
Entertainment, Minangkabau, Colonial

FULL TEXT:PDF
REFERENCES
Abdullah, T. (2018). Sekolah dan Politik: Pergerakan Kaum Muda di Sumatera Barat (1927-1933). Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Amran, R. (1988). Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: CV Yasaguna.

Asnan, G. (2007). Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Yogyakarta: Ombak.

Cohen, M. I. (2003). Look at the clouds: Migration and west Sumatran “popular” theatre. New Theatre Quarterly, 19(3), 214–229.

Cohen, M. I. (2006). Komedie Stamboel: Popular Theater in Colonial Indonesia, 1891-1903. Athens: Center for International Studies, Ohio University.

Chaney, D. (2004). Lifestyle: Sebuah Pengantar Komprehensif. Bandung: Jala Sutra.

Daliman, A. (2012). Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

De Joung, M. v. B. (1935). Publiek bij Paardenraces te Padangpandjang [photo]. KITLV 52876. http://hdl.handle.net/1887.1/item:706077

Ermayanti. (ND). Laporan Penelitian: Rabab Pesisir: Kesenian Tradisional Minangkabau. Padang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Andalas.

Erniwati. (2011). Cina Padang Dalam Dinamika Masyarakat Minangkabau: Dari Revolusi Sampai Reformasi. Disertasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Football Match Ad in Plein van Rome [Photo], Sinar Sumatera, 1938.

Graves, E. (2007). Asal-Usul Elite Minangkabau Modern : Respons Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Horse Racing in Bukittinggi (West Sumatera) [Photo], Sinar Sumatra, July 1920.

Horse Racing Ad in Pajacoemba [Photo], Sinar Sumatra, 30 April 1941.

Horse Racing Ad in Fort van de Capellen (Batusangkar) [Photo], Sinar Sumatera, July 1941.

Indrayuda, M., & Budiman, S. (2013). Randai : suatu aktivitas kesenian dan media pendidikan tradisional. Padang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat.

Jedamski, D. (2008). “... and then the lights went out and it was pitch-dark”: From stamboel to tonil - Theatre and the transformation of perceptions. South East Asia Res. South East Asia Research, 16(3), 481–511.

Lestari, D. V., Lubis, N. H., & Mulyadi, R. M. (2017). Gaya Hidup Elite Minangkabau di Afdeeling Agam (1837-1942). Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, 9 (1)

Meigalia, E. (2013). Salawat Dulang: Keberlanjutan dan Pewarisannya. Padang: Pusat Studi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau Universitas Andalas.

Musri, M. (2015). Zainuddin Labay El-Yunusy: Akar-Akar Historis Pembaruan Pendidikan Islam di Minangkabau Awal Abad XX. Padang: Imam Bonjol Press.

Navis, A. A. (1984). Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafiti Pers.

Nieuwenhuis, C. (1900). Vechtkunst, vermoedeliijk randai te Padangpandjang [Photo]. KITLV 9874. http://hdl.handle.net/1887.1/item:784722

Nur, M dan Herwandi. (1989). Laporan Penelitian: Gaya Berpakaian Angku Damang: Suatu Studi Kasus tentang Gaya Berpakaian Para Pribumi yang Menjadi Pegawai Belanda di Minangkabau Pada Awal Abad 20. Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas

No author. (1900). Minangkabau vrow te Manindjau [Photo]. KITLV. http://hdl.handle.net/1887.1/item:927807

Nordholt, H. S., & Aziz, M. I. (2005). Outward Appearances : Trend, Identitas, Kepentingan. Jakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) ; KITLV Jakarta.

Rajo Penghulu, I. H. D. (1994). Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Samidi. (2017). Perubahan Gaya Hidup dan Identitas Budaya di Kota Surabaya Pada Awal Sampai Pertengahan Abad XX. Disertasi. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada.

Suryadi. (2019, Agustus 18). Acara Pacu Kuda di Payakumbuh Zaman Kolonial (1925). Padang Ekspres.

Suryadi. (2011, Juni). Sebuah Grup Musik dari Padang. Singgalang.

Suryadi. (2015, November). Rumah Bola Medan Perdamaian Minangkabau di Fort van der Capellen. Singgalang.

Susanto, B. (2005). Penghibur(an) : Masa Lalu dan Budaya Hidup Masa Kini Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Tuinenburg. (1907). Passr malam Fort de Kock [Photo]. KITLV 1402134. http://hdl.handle.net/1887.1/item:846537

Zainuddin, M. (2014). Ranah Minang dan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Ombak.

Zed, M. (2009). Kota Padang Tempo Doeloe (Zaman Kolonial). In Seri Manuskrip (4th ed.). Padang: Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi Fakultas Ilmi-Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.

Zed, M., & Tanjung, A. (2011). Biogafi Rangkayo Hj. Syamsidar Yahya (1914-1975). Padang: UNP Press.

Zubir, Z. (2013). Dari Baju Model Jubah Putih Ke Jas: Pengaruh Modernisasi Islam Dalam Gaya Berpakaian Laki-Laki Minangkabau. Suluah, 13 (17).

TATA RUANG IBUKOTA TERAKHIR KERAJAAN GALUH (1371 - 1475 M)

Budimansyah Budimansyah, Nina Herlina Lubis, Miftahul Falah

ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk menguak tata ruang Galuh Pakwan sebagai ibukota terakhir Kerajaan Galuh, sejauhmana pola ruang kota tersebut berkaitan dengan nilai-nilai kelokalan sebagaimana tergambar dalam historiografi tradisional. Dalam penelitian ini metode sejarah akan dipergunakan sebagai fitur utama agar menghasilkan suatu hasil kajian yang komprehensif, dan menggunakan teori tata kota, serta metode deskriptif-kualitatif. Minimnya sumber terkait sejarah Galuh Pakwan, wawancara secara mendalam kepada para narasumber diharapkan bisa menjadi suatu bahan analisis historis. Berdasarkan fakta di lapangan, Galuh Pakwan sebagai ibukota kerajaan berawal dari sebuah kabuyutan. Pada masa pemerintahan Niskalawastu Kancana, kabuyutan tersebut dijadikan pusat politik dengan tetap menjalankan fungsi kabuyutannya. Seiring waktu, Galuh Pakwan menjelma menjadi sebuah kota yang tata ruangnya menunjukkan representasi dan implementasi konsep kosmologi Sunda. Galuh Pakwan terbentuk oleh pola radial-konsentris menerus, sebagai gambaran kosmologi Sunda sebagaimana terungkap dalam naskah-naksah Sunda kuna.

The research is not only aimed at uncovering the spatial layout of Galuh Pakwan as the last capital of Galuh Kingdom, but also at exploring how well the relationship between the urban spatial patterns and the local values as depicted in the traditional historiography. Beside having the historical methods as the main feature to produce a comprehensive study result, the study also uses the urban planning theory, as well as the descriptive qualitative methods. The historical sources related to the history of the Galuh Pakuan are very limited. As a result, the in-depth interviews with the resource persons are expected to be appropriate as the observation material for historical analysis. Based on the facts found in the field, the Galuh Pakwan as the capital of the kingdom originated from a Kabuyutan. During the reign of Niskalawastu Kancana, Kabuyutan served as a political center while maintaining its original function as Kabuyutan. As the time passed, the Galuh Pakwan was transformed into a city whose spatial layout represented and implemented the Sundanese cosmological concept. The Galuh Pakwan was formed by a continuous radial-concentric pattern, as a description of Sundanese cosmology in the ancient Sundanese manuscript.

KEYWORDS
Galuh Pakwan, kosmologi Sunda, Kabuyutan, tata ruang, morfologi kota

FULL TEXT:PDF
REFERENCES

Albulescu, I. (2018). The Historical Method in Educational Research. American Journal of Humanities and Social Sciences Research, 02 (08), 185-190.

Belchera, B. M., Claus, R., Davel, Ramirez, & L. F. (2019). Linking Transdisciplinary Research Characteristics and Quality to Effectiveness: A Comparative Analysis of Five Research-for-Development Projects. Environmental Science and Policy, 101, 192-203.

Branch, C. M. (1996). Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Terj. Bambang H. W. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Budimansyah, Sofianto, K., & Dienaputra, R. D. (2018). Sang Hyang Talaga Rena Mahawijaya: Telaga Buatan sebagai Solusi Bencana. Patanjala, 10 (3), 419-434.

Budimansyah. (2019). Rekonstruksi Kota Galuh Pakwan (1371 - 1475 M) dan Kota Pakwan Pajajaran (1482 - 1521 M). Tesis FIB UNPAD.

Buckley, P. J. (2016). Historical Research Approaches to the Analysis of Internationalisation. Management International Review, 56 (6), 879-900.

Campbell, D. M. (1915). Java: Past and Present (Vol. I), A Description of the Most Beautuful Country in the World, its Ancient History, People, Antiquities, and Product. London: William Heinemann.

Damayanti, R., & Handinoto. (2005). Kawasan ‘Pusat Kota’ dalam Perkembangan Sejarah Perkotaan di Jawa. Dimensi, 33 (1), 34-42.

Danasasmita, Saléh. (2012). Nyukcruk Sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Darsa, U. A. (2007). Carita Ratu Pakuan (Kropak 410). Sundalana 6. Bandung: Pusat Studi Sunda.

Darsa, U. A. (2011). Nyukcruk Galur Mapay Laratan, Pucuk Ligar di Dayeuh Galuh Pakuan. Sundalana 10. Bandung: Pusat Studi Sunda.

Darsa, U. A. (2015). Konsepsi dan Eksistensi Gunung Berdasarkan Tradisi Naskah Sunda, diakses 7 Januari 2019, dari https://www.slideshare.net/erickridzky/konsepsi-dan-eksistensi-gunungberdasarkan-tradisi-naskah-sunda-sebuah-perspektif-filologi.

Dhona, H. R. (2016). Wilayah Sunda dalam Surat Kabar Sunda Era Kolonial. Jurnal Komunikasi, 11 (1), 1-16.

Dipraja, J. (8 Oktober 2017). Wawancara.

Enjo. (29 Oktober 2018). Wawancara.

Falah, M. (2018). Pertumbuhan Morfologi Kota-kota Pusat Pemerintahan di Priangan pada Abad XX - Awal Abad XXI. Disertasi (Ringkasan). FIB UNPAD.

Gottschalk, L. (2006). Mengerti Sejarah. Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.

Gunardi, G., Mahdi, S., Ratnasari, D., & Sobarna, C. (2015). Toponimi dan Lingkungan Hidup Kampung Adat di Tatar Sunda. Prosiding Seminar Nasional Riset Inovatif (SENARI) Ke-3 Memperkuat Jati Diri Bangsa melalui Riset Inovatif, Unggul, dan Berkarakter, 369-374. Singaraja: UNDIKSHA.

Gusmara, A. (15 September 2018). Wawancara.

Haverfield, F. (1913). Ancient Town Planning. London: Oxford University Press.

Helleland, B., Ore, C. E., & Wikstrøm, S. (2012). Names and Identities. Oslo Studies in Language, 4 (2), 1-6.

Herlina, N. (2017, Oktober). Dua Peristiwa dalam Ingatan Kolektif. Pikiran Rakyat, hlm. 1, 11.

Historische kaart van Java. 1980. Collectie Koninklijk Instituut vor Taal-, Land-, en Volkenkunde. Inv. Nr. DF 5,10. Amsterdam: Tresling.

Hoffmann, S., Pohl, C., & Hering, J. G. (2017). Methods and Procedures of Transdisciplinary Knowledge Integration: Empirical Insights from Four Thematic Synthesis Processes. Ecology and Society, 22 (1), 1-12.

Isnendes, R. (2005). Semiotika Siliwangi pada Masyarakat Sunda. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 31, 1-19.

Jamaludin. (2013). Makna Simbolik Huma (Ladang) di Masyarakat Baduy. Mozaik, 13 (1), 46-54.

Kartakusuma, R. K. (2012). Landasan Spiritual Leluhur ‘Tradisi Megalitik’ (Kabuyutan) Simbol Kesatuan Etnis Nusantara Yang Tercermin dalam Ajaran Sunda. Makalah dalam Sosialisasi Hasil Penelitian Arkeologi Jawa Bagian Barat. Pelabuhanratu: Puslit Arkenas.

Kartawinata, Ade M. (2001). Pamarentahan Baduy di desa Kanekes: Perspektif Kekerabatan. Makalah dalam Simposium Internasional Jurnal Antropologi Indonesia II, 1-15. Padang: UNAND.

Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koswara, W. (27 Oktober 2018). Wawancara.

Lorenz, C. (2001). History: Theories and Methods. Dalam Neil J. Smelser dan Paul B. Baltes (Ed.), International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (hlm. 6869-6876). Amsterdam: Elsevier.

Lubis, N. H., Marlina, I., Hardjasaputra, A. S., Dienaputra, R. D., Muhsin Z., M., & Sofianto, K. (2000). Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat. Jatinangor: Alqaprint.

Lubis, N. H., Saringendyanti, E., Darsa, U. A., Falah, M., & Budimansyah (2013). Sejarah Kerajaan Sunda. Bandung: YMSI Jawa Barat dan MGMP IPS SMP Kab. Purwakarta.

Lubis, N. H., Muhsin Z., M., Sofianto, K., Mahzuni, D., Widyonugrohanto, Mulyadi, R. M., & Darsa, U. A. (2016). Rekonstruksi Kerajaan Galuh Abad VIII-XV. Paramita, 26 (1), 9-22.

Luccarelli, M. (1990). Planning and Regionalism in the Early Thought of Lewis Mumford. The Hudson Valley Regional Review, 7 (1), 1-19.

Marcus, J. and Sabloff, J. A. (Ed.). (2008). The Ancient City: New Perspectives on Urbanism in the Old and New World. Santa Fe: School for Advanced Research Press.

Mayer, H., Sager, F., Kaufmann, D., & Warland, M. (2016). Capital City Dynamics: Linking Regional Innovation Systems, Locational Policies and Policy Regimes. Cities, 51, 11-20.

Moeis, Syarif. (2010). Konsep Ruang dalam Kehidupan Orang Kanekes. Makalah dalam Diskusi Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS, 1-16. Bandung: UPI.

Muhsin Z., M. (2011). Eksistensi Kerajaan Pajajaran dan Prabu Siliwangi. Makalah dalam Seminar Prodi Ilmu Sejarah, 1-17. Jatinangor: FASA UNPAD.

Muhsin Z., M., Mahzuni, D., & Septiani, A. (2019). Pengobatan Alternatif Penyakit Tulang: Studi Kasus Kearifan Lokal Para Terapis Penyakit Tulang di Wilayah Jawa Barat. Patanjala, 11 (3), 431-448.

Mulyana, Y. (27 Oktober 2018). Wawancara.

Munandar, A. A. (2017, Oktober). Perang Bubat dalam Naskah Kuno. Pikiran Rakyat, hlm. 1, 11.

Paddison, R. (Ed.). (2001). Handbook of Urban Studies. London: Sage Publications.

Permana, I. (28 Oktober 2018). Wawancara.

Permana, R. C. E. (2006). Tata Ruang Masyarakat Baduy. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Prijono, S. (2015). Pola Persebaran Tinggalan Budaya Megalitik di Leuwisari, Tasikmalaya. Forum Arkeologi, 28 (2), 69-78.

Purwani, O. (2017). Javanese Cosmological Layout as a Political Space. Cities, 61, 74-82.

Rigg, J. (1862). A Dictionary of The Sunda Language of Java. Batavia: Lange & Co.

Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, D. R. (2011). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Qiao, Y. (2017). City, Urban Planning and the Creation of Urban Culture - Taking the Ancient City of Xi'an as an Example. MATEC Web of Conferences, 100, 1-6.

Sabaruddin, A. (2012). Arsitektur Perumahan di Perkotaan. Bandung: Puslitbangkim, Kementerian PUPR.

Saringendyanti, E. (2018). Sunda Wiwitan di Tatar Sunda pada Abad V – Awal XXI: Perspektif Historis-Arkeologis. Disertasi (Ringkasan) FIB UNPAD.

Saringendyanti, E., Yondri, L., Falah, M., Irama, W., Budimansyah, Junaedi, A. A., Septiani, A., Jejen, D., & Saripudin, D. (2019). Laporan Penelitian: Tata Ruang Keraton Galuh (IX-X M) dan Keraton Surawisesa (XIV-XV M). Bandung: Balar Jabar.

Savitri, M. (2015). Peran Magis-Religius Bengawan Solo. Kalpataru, 24 (1), 37-46.

Scott, A. J. dan Storper, M. (2015). The Natura of Cities: The Scope and Limits of Urban Theory. International Journal of Urban and Regional Research, 39 (1), 1-15.

Smith, M. E. (2007). Form and Meaning in the Earliest Cities: A New Approach to Ancient Urban Planning. Journal of Planning History, 6 (1), 3-47.

Singh, R. P. B. (1993). Cosmic Layout of the Hindu Sacred City, Varanasi (Benares). Arch. & Behav, 9 (2), 239-250.

Sujarto, D. (1992). Wawasan Tata Ruang. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 3 (4a), 3-8.

Suparmini, S. S., & Sumunar, D. R. S. (2012). Laporan Penelitian: Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Yogyakarta: FIS UNY.

Susilawati. (2006). Konservasi Tanah dan Air di Daerah Semi Kering Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teknik Sipil, 3 (1), 33-43.

Sutardi, D. (9 November 2019). Wawancara.

Suyatman, U. (2018). Teologi Lingkungan dalam Kearifan Lokal Masyarakat Sunda. Al-Tsaqafa, 15 (01), Juli 2018, 77-88.

Tolla, M. (2014). Landscape and Orientation of Megalithic Chambers in Mecklenburg-Vorpommern (North Germany): Phenomenology Perspective. Papua, 6 (2), 135-141.

Umemoto, K. dan Zambonelli, V. (2012). Cultural Diversity. Dalam Randall Crane dan Rachel Weber (Ed.), The Oxford Handbook of Urban Planning (hlm. 197-222). UK: Oxford University Press.

Wibisono, S. C. (2013). Irigasi Tirtayasa: Teknik Pengelolaan Air Kesultanan Banten pada Abad ke-17 M. Amerta, 31 (1), 53-68.

Widyonugrahanto, Lubis, N. H., Muhsin Z., M., Mahzuni, D., Sofianto, K., Mulyadi, R. M., & Darsa, U. A. (2017). The Politics of Sundanese Kingdom Administration in Kawali-Galuh. Paramita, 27 (1), 28-33.

Young, T. Z. (2016). Maya Political Organization During the Terminal Classic Period in the Cochuah Region, Quintana Roo, Mexico, from the Perspective of a Secondary Site. Disertasi. College of Liberal Arts, Temple University.

Lawatan Sejarah Daerah - Cirebon 2014 (11)

Popular Posts