WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Gedong Budaya Sabilulungan Pemersatu Budaya Sunda

Bandung, Gedong Budaya Sabilulungan yang mulai dibangun tahun 2010 lalu, menurut sejumlah para pelaku seni dan budaya merupakan gedong kebanggan bagi masyarakat Kabupaten Bandung dan gedong budaya termegah di Jawa Barat. Dengan berbagai fasilitas yang dipersiapkan diharapkan bisa menjadi wadah di dalam mengimplementasikan pelestarian seni dan budaya Sunda. Juga menjadi pemersatu bagi para pelaku seni dan budaya lainnya untuk bersama-sama Nyucruk Galur Mapay Raratan Nanjeurkeun Budaya Babarengan sangkan urang teu ka silih ku junti. Diantaranya dibangun panggung untuk pentas seni, dalam gedong tersebut tersedia pula deretan ruangan untuk cenderamata. Juga wadah lainnya sebagai pelengkap yang mempunyai ciri kedaerahan khususnya kesundaan.

Bahkan beberapa waktu lalu, Bupati H. Dadang M. Naser merencanakan untuk membangun lagi di seputar areal gedong budaya berupa pasar seni, kampung sunda serta fasilitas lainnya.

"Setelah hadirnya gedong ini, saya mengajak kepada para seniman dan budayawan untuk berkreatifitas menampilkan karya-karyanya yang berkualitas. Sebab kebudayaan Sunda sesungguhnya itu memang beragam bentuk karakteristiknya. Juga mengandung filosofi bagi kehidupan masyarakat untuk berpegang teguh pada sang Pencipta. Untuk itu, marilah kita bersama-sama, saling bahu membahu untuk bersama-sama kembali melestarikan kebudayaan kita," harap H. Dadang M. Naser.

Gedong Budaya yang direncanakan akan diresmikan besok, Selasa, 20 Mei 2014, menurut Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung, Dra. Hj. Mieke Saptawati, ketika ditemui wartawan diruang kerjanya, Senin, 19/5, menuturkan, peresmian Gedong Budaya Sabilulungan itu mempunyai Tema, "Budaya Sabilulungan Menjadi Dasar Kebangkitan Nasional Yang Mandiri Dan Berdaya Saing," dengan semangat Kebangkitan Nasional kita tingkatkan Budaya Sabilulungan menuju Kabupaten Bandung maju mandiri dan berdaya saing. Itulah pokok dari peresmian Gedong tersebut, tambah Mieke. Namun pada intinya, keberadaan Gedong Budaya itu, semata-mata dipersiapkan untuk masyarakat karena hakekat dari pembangunan itu demi kepentingan kita semua. Begitu juga dengan Gedong Budaya. Maka dari itu, ia mengharapkan kepada pelaku seni dan budaya bisa memanfaatkan keberadaannya dengan sebaik mungkin.

"Kami percaya sepenuhnya kepada para tokoh pelaku seni dan budaya bisa memberikan yang terbaik dengan fasilitas ini," kata Mieke Saptawati.

Peresmian Gedong Budaya Sabilulungan itu sesuai dengan undangan, tambah Mieke Saptawati, akan dihadiri Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Gubernur Jawa Barat, Disdikbud Propinsi Jawa Barat, Disparbud Propinsi Jawa Barat, Kepala Anjungan Jawa Barat TMII, Kepala Taman Budaya Jawa Barat, Kepala Musium Sri Baduga Jawa Barat, Kepala monument Perjuangan Jawa Barat, Kepala BPBS, Kepala BPNB Cinambo, para Mantan Pejabat dan Bupati Kabupaten Bandung, Para Kepala Dinas se Jawa Barat, Tokoh Budayawan Jawa Barat, Tokoh Seniman Jawa Barat, dan banyak lagi peserta undangan lainnya.

Inilah salah satu bukti kepedulian Pemerintah Kabupaten Bandung terhadap Kebudayaan daerah yang mana pada saat ini keberadaannya lebih banyak terkontaminasi budaya lain. Maka dari tiu, usai peresmian, Gedong Kebudayaan akan dijadikan sebuah simbol pemersatu budaya di Kabupaten Bandung bahkan bisa jadi di Jawa Barat. (*)

Fakultas Harus Kelola Keotonomian Secara Profesional dan Bijaksana

Pada 1 November lalu, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad genap berusia 56 tahun. Puncak peringatan dies FIB Unpad sendiri digelar pada Senin (3/11) lalu di aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) Unpad. Dalam pidatonya, Dekan FIB Unpad Drs. Yuyu Yohana Risagarniwa, M.Ed., Ph.D mengatakan bahwa FIB Unpad harus mampu menjadi fakultas yang dapat mengelola keotonomiannya dengan profesional dan bijaksana.

Pada kesempatan tersebut, Dekan FIB Unpad juga menyampaikan berbagai hal yang telah dicapai oleh FIB Unpad. Diantaranya, dalam bidang kerja sama FIB Unpad telah menjalin kerja sama dengan Khampaeng Phat Rajabhat Univeristy of Thailand, University of Nayla Republik Sudan, dan La Rochelle University Prancis pada tahun 2014.

Selain itu, kerja sama juga dijalin dengan instansi lain seperti PT Garuda Indonesia, PT OS Service Indonesia, Sumitomo Fundation Jepang, Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, Pemda Kabupaten Sumedang, dan PT Bina Media Tenggara atau The Jakarta Post.

Upaya membangun jejaring kerja sama pun terus dilakukan diantaranya dengan Penza University Russia, Rutgers University Amerika Serikat, Sonkla University Thailand, Queensland University Australia, dan Institut of Teacher Education Campus Tun Hussein Onn Johor Malaysia.

Terkait Career Development Center (CDC) FIB Unpad, upaya membangun jejaring kerja sama juga dilakukan diantaranya dengan Nikkei Asia dan Family Mart Jepang. Kerja sama dengan dunia usaha ini selain untuk memperpendek masa tunggu lulusan memperoleh pekerjaan juga dalam rangka mewujudkan berdirinya CDC di FIB Unpad.

Selanjutnya Dekan juga mengapresiasi sejumlah prestasi yang diraih oleh mahasiswa FIB Unpad. Salah satunya adalah peraih juara umum pada Festival Kebudayaan Arab se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Gajah Mada.

Puncak dies natalis ke-56 FIB Unpad ini diisi dengan acara utama orasi Ilmiah oleh Susi Machdalena, Ph.D. (dosen Prodi Bahasa dan Sastra Rusia) dengan judul “Peran Bahasa dan Budaya Sebagai Pembentuk Kepribadian dan Karakter Bangsa”.

Dalam orasinya, Susi menyampaikan kepribadian dan karakter bangsa Rusia yang tercermin dari Bahasa Rusia. Susi juga mengutip pepatah dari Bahasa Rusia “без труда ничего не даётся” yang berarti “tanpa berkarya tidak akan dapat apa-apa”. Pepatah tersebut menunjukan bahwa setiap orang harus bekerja demi kelangsungan hidupnya.

Selain orasi ilmiah, dalam kegiatan ini juga dilakukan penyerahan piala kepada para pemenang lomba yang digelar dalam rangkaian dies natalis ke-56 FIB Unpad. Selain itu Dekan FIB Unpad juga menerima piala dari Tim Festival Kebudayaan Arab Se-Indonesia yang berhasil menjadi juara Umum.*

Rilis oleh: FIB Unpad / art

Ronggeng Gunung Diklaim Dua Kabupaten

Seni tari rong geng gunung merupakan seni tari buhun yang saat ini diklaim dua daerah, yakni Ka bupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran. Kondisi tersebut membuat Pj Bupati Pan gan dar an Endjang Naffandy angkat bicara.

Endjang mengatakan, Pemerintah Kabupaten Pangandar an tetap bersikukuh akan me ngambil alih hak paten kesenian ronggeng gunung sebagai kebudayaan tari asal Kabupaten Pangandaran. “Kesenian rong geng gunung me rupakan asli ciri khas Kabupaten Pangandaran, karena fak ta dan sejarahnya jelas,” kata Endjang.

Masih dikatakan Endjang, Kabupaten Ciamis rupanya memiliki ego bahwa kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian asal Kabupaten Cia mis, tetapi kalau melihat sejarah yang ada, kesenian ini lahir di daerah pakidulan yang saat ini menjadi Kabupaten Pangandaran.

“Untuk itu kami akan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar memfasilitasi menyelesaikan masalah saling klaim ini me lakukan kajian sejarah asal usul ronggeng gunung,” tambah Endjang.

Sementara salah satu budayawan asal Kabupaten Ciamis yang meminta nama dan identitasnya dirahasiakan meng atakan, Pemerintah Kabupaten Ciamis tidak akan melepas begitu saja hak paten kesenian ronggeng gunung.

“Kabupaten Ciamis tidak akan melepaskan begitu saja terkait kesenian ronggeng gunung, karena berpatokan bahwa rongeng gunung adalah bagian dari sejarah perjalanan Kerajaan Galuh yang dulunya berpusat di daerah Kabupaten Ciamis.

Sementara Kepala Bidang Ke budayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pangandaran Erik Krisnayudha mengatakan, pihaknya akan segera berkoordi nasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) agar mengkaji kembali asal mula seni ronggeng gunung.

“Ketika wilayah Pangandaran belum menjadi daerah otonomi baru (DOB), tidak salah apabila ronggeng gunung disebut sebagai seni budaya Kabupaten Ciamis. Tetapi, ketika Pangandaran sudah berpisah dari Ciamis, otomatis kondisi itu pun berubah,” kata Erik. (Syamsul ma’arif)

Sosialisasi Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda Tahun 2015

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung mengadakan acara sosialisasi pencatatan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Tahun 2015 di Cafe Diggers pada Rabu 10 Juni 2015 lalu. Acara ini adalah dalam rangka mendukung program Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I. yang bekerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung wilayah kerja Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Lampung.

Hadir di acara ini, Direktur Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan R.I., Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, Nara Sumber dari Akademisi Lampung, perwakilan Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung, para budayawan dan para pemerhati budaya Lampung.

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung di tahun 2015 telah mengusulkan 5 Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Tahun 2015 yaitu, Sulam Usus, Sekura Cakak Buah, Gulai Taboh, Cakak Pepadun, dan Seruit. Kelima usulan tersebut telah lulus seleksi administrasi tahap awal, diharapkan kelimanya dapat juga ditetapkan sebagai WBTB Indonesia dari Provinsi Lampung.

Bahkan bukan tidak mungkin mengusulkan kelimanya untuk diikutsertakan seleksi WBTB dunia oleh badan khusus dari PBB yang menangani urusan kebudayaan yaitu Intangible Cultural Heritage - UNESCO, melalui usulan Badan Pelestarian Nilai Budaya Bandung sehingga usulan tersebut berhasil ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Dunia.

Tahun 2014, Lampung sudah berhasil mengupayakan Muayak, Gamolan, Lamban Pesagi, Sigeh Penguten, dan Tari Melinting sebagai WBTB Indonesia asal Lampung. Sedangkan tahun sebelumnya 2013 adalah kain Tapis.

"Produk-produk kebudayaan masyarakat Lampung akan berkurang bahkan menghilang sebagai kekayaan budaya apabila masyarakat Lampung sendiri tidak berupaya melestarikannya. Proses awal dari berkurang bahkan menghilangnya tradisi, seni budaya dan ekspresi itu disebabkan ketidakpedulian kita semua akan hal yang disebut Warisan Budaya Tak Benda tersebut." Ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung Herlina Warganegara SE, MM.

"Tentunya hal tersebut tidak diharapkan terjadi, sedih rasanya leluhur masyarakat Lampung menciptakan produk budaya yang beragam tersebut pada ratusan tahun lalu dan akan pudar serta menghilang pada waktu sekejap disaat sekarang ini digerus oleh modernitas dan globalisasi yang tidak bisa kita terjemahkan dengan baik. Warisan Budaya Tak Benda Indonesia adalah bentuk identitas kebanggaan kita bangsa Indonesia yang sangat beragam." Lanjutnya.

Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-Povinsi Lampung melalui dinas instansi terkait selalu berupaya untuk mendata warisan budaya tak benda dimaksud secara berkala. Namun kepedulian dari semua pihak baik perorangan, komunitas, budayawan, seniman, tokoh-tokoh, guru, mahasiswa dan swasta yang peduli akan warisan budaya tak benda Lampung juga diharapkan kerjasamanya sehingga secara berkala Warisan Budaya Tak Benda Lampung bisa didata dengan baik.

Hal ini sejalan dengan UUD 45 pasal 32 “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah-tengah peradaban dunia dengan memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. (DR)

Kwarda Pramuka Jabar Lantik Saka Pramuka Widya Budaya Bakti

Ketua Gerakan Pramuka Kwartir Daerah (Kwarda) Jawa Barat, Dede Yusuf Macan Effendi melantik dan mengukuhkan jajaran pimpinan dan pengurus Satuan Karya (Saka) Pramuka Widya Budaya Bakti Kwarda Gerakan Pramuka Jabar di Aula Bale Trisatya, Gedung Kitri, Jalan Cikutra Bandung, Kamis (12/11/15).

Saka Widya Budaya Bakti merupakan bentuk kerjasama Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kwarda Gerakan Pramuka Jabar, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar. Pembentukan saka tersebut merupakan salah satu upaya melibatkan semua elemen dalam pelestarian budaya sebagai kekayaan dan jatidiri bangsa.

Menurut Toto Sucipto, Kepala BPNB Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, “Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menilai kebudayaan sebagai pembentuk karakter bangsa perlu diselamatkan. Pembentukan Saka Widya Budaya Bakti, karena melihat kegiatan Pramuka sebagai kegiatan positif banyak diikuti generasi muda. Pramuka sangat tepat dan mampu menjadi pelestari, pengembang, dan pihak yang memanfaatkan karya budaya”.

“Sebagaimana yang dicanangkan di tingkat nasional Saka Widya Budaya Bakti, merupakan implementasi Permendikbud No. 62 dan 63 tahun 2014 tentang ekstrakurikuler wajib dengan krida dalam Saka Widya Budaya Bakti. Diharapkan, keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pelestarian budaya bangsa akan dapat dilakukan,” sambung Toto yang juga dilantik selaku Majelis Pimpinan Saka Widya Budaya Bakti.

Hal senada juga diungkapkan Dewan Pembina Saka Widya Budaya Bakti Jawa Barat Nunung Sobari yang juga menjabat Kepala Disparbud Jabar, “Dibentuknya Saka Widya Budaya Bakti merupakan tonggak penyelamatan nilai- nilai budaya. Selama ini, kegiatan kepanduan atau kepramukaan sangat identik dengan berbagai hal yang positif dan menjaga nilai-nilai kehidupan. Karenanya sangatlah tepat, melibatkan pramuka dalam penyelamatan budaya”.

Sementara itu, Ketua Gerakan Pramuka Kwarda Jawa Barat, Dede Yusuf menuturkan, keterlibatan Gerakan Pramuka dalam penyelamatan budaya bangsa, sudah dilakukan. “Pramuka tumbuh dari nilai-nilai budaya asli bangsa dan Pramuka dalam gerak kegiatan menjaga nilai-nilai tersebut,” tegasnya.

Dede pun berharap, pelantikan dan pengukuhan Saka Widya Budaya Bakti tersebut bukan hanya sebatas seremonial belaka, tetapi diimplementasikan dalam program dan kegiatan nyata.

Jaipong Menjadi Warisan Budaya

Karawang, Jabar - Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karawang, Saidah Anwar mendorong pemerintah Kabupaten Karawang untuk segera menempuh prosedur pengusulan jaipong menjadi Warisan Budaya tak Benda (WBTB). Menurut Saidah, hal ini penting dilakukan karena dikhawatirkan daerah lain akan lebih dulu mengklaim jaipong sebagai warisan budaya mereka.

Saidah mengatakan, dengan diakuinya jaipong sebagai warisan budaya tak benda, daerah lain akan melihat Jaipong ini milik Karawang. “Jika sudah diakui, akan jadi promosi gratis, seperti Tari Kecak saat jadi warisan budaya dunia kan jadi banyak yang mengetahui jika tari kecak berasal dari Bali,” ujarnya, Kamis (16/3).

Menurut politisi golkar tersebut, Cellica harus membantu Suwanda, sang pencipta tari jaipong supaya memiliki kekuatan hukum untuk melindungi karya budaya kreasinya. Ia mengatakan, jaipong akan diakui menjadi WTB setelah menempuh beberapa tahapan. “Cellica harus bantu Suwanda mendaftarkan jaipong ke Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung (BPNB),” ujar Saidah.

Saidah menyambut baik rencana Cellica untuk menggelar acara Festival Goyang Karawang. “Namun perlu disertai langkah kongkrit. Bupati harus mengawal Jaipong mulai dari pendaftaran, proses verifikasi sampai sidang,” ucap dia.

Sementara itu, seniman pencipta tari jaipong, Abah Suwanda menyambut baik rencana Bupati Karawang untuk menyelenggarakan acara festival goyang Karawang. Bahkan, seniman tari berusia 61 tahun itu menyatakan sanggup untuk mengerahkan seluruh petari jaipong di seluruh penjuru Karawang untuk ikut serta dalam acara tersebut.

“Tinggal memanggil guru dan pelatih tari dari seluruh padepokan dan sanggar jaipong di Karawang. Biasa diarahkan untuk ikut serta dalam acara tersebut,” ucap Suwanda.

Namun, Suwanda berharap Cellica juga membantu upayanya memperjuangkan jaipong diakui menjadi warisan budaya tak benda. “Yang penting, kita sudah punya kekuatan hukum untuk melindungi karya budaya asli Karawang,” katanya. (fat)

Pemkab Ciamis Sudah Daftarkan Ronggeng Gunung ke HAKI dan UNESCO

Ciamis, Jabar - Kabid Ekonomi Kreatif Dinas Parawisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Ciamis, Drs. Agus Yani, menegaskan, meski Pemkab Pangandaran mengacu kepada sejarah kerajaan Pananjung terkait asal muasal lahirnya seni tari Ronggeng Gunung, namun akan terpatahkan oleh sejarah Dewi Samboja yang merupakan keturunan dari Kerajaan Galuh.

“Coba ungkap sejarahnya yang benar, Dewi Samboja itu asalnya dari mana? Dari catatan sejarah bahwa Dewi Samboja adalah anak Raja Galuh dan kemudian dia merantau ke daerah Pangandaran dan mendirikan Kerajaan Pananjung,”ujarnya, kepada HR, Senin (13/10/2014).

Terlepas dari perdebatan sejarah Ronggeng Gunung, Agus mengatakan, bahwa seni tari tersebut sudah tercatat di Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat sebagai budaya asli Kabupaten Ciamis.

“Bahkan, kami yang difasilitasi oleh BPNB kini tengah memproses legalisasi Rongeng Gunung ke Lembaga HAKI (Hak Karya Intelektual) dan Lembaga Internasional UNESCO untuk mendapatkan hak paten bahwa Ronggeng Gunung merupakan seni budaya asli Kabupaten Ciamis,” terangnya.

Menurut Agus, sebelum Rongeng Gunung tercatat sebagai seni tak benda asli Kabupaten Ciamis, pihak BPNB terlebih dahulu melakukan penelitian ke lokasi berkembangnya seni tersebut. Dan lokasi yang ditelilti oleh BNPB adalah Desa Ciulu, Kecamatan Banjasari, Kabupaten Ciamis.

“Dan tokoh Ronggeng Gunung-nya pun adalah Nyi Raspi yang berdomisili di Desa Ciulu, Kecamatan Banjasari, Kabupaten Ciamis. Karena, diakui atau tidak, bahwa orang yang mempopulerkan Ronggeng Gunung hingga bisa dikenal dan pentas di tingkat seni dan budaya internasional adalah Nyi Raspi,” ujar mantan Kabid Kebudayaan ini.

Dengan begitu, lanjut Agus, sulit untuk Pemkab Pangandaran mengambil Rongeng Gunung dari Kabupaten Ciamis. Selain alasan sejarah, lanjut dia, secara legalisasi pun sudah dimiliki oleh Pemkab Ciamis.

“Kalau belum tercatat di BNPB dan terdaftar di HAKI dan UNESCO, mungkin bisa saja Pemkab Pangandaran berusaha mengambil Ronggeng Gunung. Tetapi, kondisinya sekarang sudah terlanjur dimiliki oleh Pemkab Ciamis. Lantas, apakah bisa dengan serta merta mencabut begitu saja legalisasi Ronggeng Gunung yang sudah dimiliki oleh Pemkab Ciamis?,” tanya dia. (es/Bgj/Koran-HR)

Sertifikasi 46 Budaya Tak Benda Asal Banten

Serang, Banten - Sebanyak 46 budaya tak benda asal Provinsi Banten didaftarkan ke Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung, Jawa Barat, untuk disertifikasi guna melindungi dan melestarikan berbagai macam budaya di Banten.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banten Ali Fadillah di Serang, Kamis, mengatakan pencatatan warisan budaya tak benda diharapkan dapat melindungi kebudayaan asli nusantara, sehingga tak lagi diklaim oleh negara lain.

"Harus kita catat dan patenkan sebagai warisan tak benda dari Banten. Jangan sampai seperti kunyit yang di patenkan oleh Jepang," kata Ali.

Selain menjaga warisan leluhur, kata Ali, pendaftaran ini pun diharapkan dapat melestarikan kebudayaan asal Banten. Sekaligus diharapkan dapat mendatangkan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

"Soal budaya, di Amerika sendiri sudah masuk ke National Security. Jawa Barat punya angklung, kita punya angklung buhun. Sehingga, kebudayaan perlu adanya manajemen- nya," kata Ali.

Sementara Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Mahendra mengatakan, secara nasional, warisan budaya tak benda baru tercatat sebanyak 4.854 dari 11 BNPB. Dimana, dari data tersebut, diyakini akan ada kebudayaan yang bisa dimiliki secara bersama oleh berbagai wilayah. "Kalau kita sudah memiliki semua data, maka kita tidak perlu lagi ke luar negeri seperti ke Belanda untuk belajar atau mencari data," katanya.

Menurut Mahendra, dari 46 kebudayaan tak benda yang di daftarkan ke BPNB oleh Pemerintah Provinsi Banten, diantaranya makanan khas Banten Sate Bandeng. Kemudian ubruk (teater rakyat), silat bandrong, hingga silat beksi yang menjadi rebutan dengan Jakarta.

"Beksi tetap bisa di daftarkan, tapi nanti akhirnya milik bersama. Sama seperti wayang, tidak milik satu daerah saja. Makanya kami akan mencatat ulang melibatkan pemerintah daerah," kata Mahendra.

Popular Posts