WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Penayangan Film dan Diskusi Nilai Budaya, Bandarlampung 2018











Lopis

Lopis selain merupakan makanan ringan sehari-hari juga merupakan suguhan untuk acara-acara kenduri sederhana, dan sebagai menu pembuka puasa. Di Tatar Sunda dan Jawa Tengah, kue ini memiliki sebutan yang sama hanya saja bentuk fisiknya berbeda. Di Tatar Sunda berbentuk segitiga sedangkan di Jawa Tengah ada yang berbentuk segitiga adapula yang bulat tipis.

Membuat lopis membutuhkan bahan berupa: beras ketan, kapur sirih, kelapa parut, dan daun pisang. Adapun untuk bahan kinca berupa: gula merah, air, jahe bubuk, dan vanili. Cara membuatnya yaitu: pertama, beras ketan dicuci hingga bersih lalu ditiriskan. Setelah tiris, beras ketan diperciki air larutan kapur sirih lalu dibungkus dengan daun pisang dan diikat dengan tulang daun pisang atau tali plastik. Selanjutnya bungkusan tadi direbus dalam air mendidih dan setelah lebih kurang satu jam diangkat lalu ditiriskan. Kedua adalah membuat kinca dengan cara merebus semua bahan untuk kinca. Seusai kinca masak, lopis bisa disiapkan untuk disantap. Lopis dibuka dari bungkusnya, digulingkan ke kelapa parut, lalu diberi kinca.

Ragam alat yang digunakan untuk membuat lopis di antaranya: baskom digunakan untuk tempat adonan, pisau digunakan untuk memotong tali, dan daun pisang, panci untuk merebus lopis dan kinca, dan parutan kelapa untuk memarut kelapa. Lopis biasa disajikan dalam piring yang besarnya disesuaikan dengan banyaknya lopis. Bila seseorang hendak menyantapnya, biasanya mengambil satu dua potong lopis lalu diletakkan dalam sebuah piring kecil dilengkapi sinduk atau garpu kecil untuk menyantapnya. Lopis biasa dinikmati di waktu pagi atau sore hari.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Biji Salak

Biji salak merupakan jenis makanan ringan. Orang akan melihatnya ada kemiripan dengan kolak karena memang biji salak merupakan varian dari kolak ubi maupun pisang. Melihat bentuknya, orang akan segera memaklumi mengapa makanan ini dinamai biji salak. Meskipun sehari-hari kita masih bisa menjumpai makanan ini, namun demikian makanan ini lebih populer sebagai makanan untuk berbuka puasa. Pada bulan puasa, selain makanan ini dibuat di rumah-rumah juga dijajakan di luaran. Dulu penjajanya mengemas makanan ini dengan kantung plastik. Seiring perkembangan jaman, kemasan tersebut berganti dengan gelas atau mangkuk plastik yang bertutup. Biji salak terbuat dari ubi dan berkuah santan dan olehkarenanya menyantap biji salak cukup mengenyangkan perut. Di Tatar Sunda makanan ini populer dengan sebutan candil.

Secara rinci bahan untuk membuat biji salak terdiri atas: ubi merah, tepung sagu, gula merah, air, santan kental, garam, dan daun pandan. Cara mengolahnya ada tiga tahapan, pertama ubi merah dikukus lalu dihaluskan. Setelah ubi halus, tepung sagu dituang ke dalamnya lalu diadoni hingga rata. Selanjutnya dari adonan tadi dibuat bulatan-bulatan sebesar biji salak. Tahap kedua, gula merah dimasak dengan air hingga mendidih dan gula larut, lalu disaring. Selanjutnya bulatan-bulatan ubi dimasukkan ke dalam air gula yang sedang mendidih dan dibiarkan hingga mengapung. Bulatan-bulatan yang sudah mengapung lalu diambil dan jadilah apa yang disebut-sebut sebagai biji salak. Tahap ketiga, santan, garam, dan daun pandan dimasak sambil diaduk hingga mendidih. Seusai santan masak maka biji salak siap disantap bersama kuah santan.

Membuat biji salak membutuhkan beberapa alat di antaranya: langseng untuk mengukus, lumpang dan halu atau alat penumbuk sejenisnya untuk menghaluskan ubi yang berjumlah banyak atau mutu dan baskom untuk ubi yang hanya berjumlah sedikit, panci untuk memasak air gula dan santan, dan saringan untuk menyaring air gula. Bila hendak disantap, biji salak disajikan dalam mangkuk dilengkapi dengan sinduk untuk menyantapnya. Biji salak terasa pas untuk dinikmati di sore hari.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Rangi

Rangi merupakan makanan ringan yang banyak tersebar di wilayah kebudayaan Betawi. Makanan ini banyak dijajakan oleh pedagang keliling sehingga menjadi cukup populer di kalangan masyarakat. Seperti halnya gemblong, makanan ini juga berjenis makanan lengket oleh karena salah satu bahannya menggunakan gula.

Bahan untuk membuat rangi meliputi: kelapa muda, sagu tani, air, dan garam. Bahan saus gulanya meliputi: gula merah, air, dan nangka matang. Berbahan semuanya tadi, dibuatlah rangi dengan cara: kelapa muda diparut kasar lalu dicampur sagu tani untuk dibuat adonan sambil ditambahkan air sedikit demi sedikit. Berikutnya disiapkan cetakan rangi dengan cara memanaskannya kemudian adonan dituangkan ke dalamnya. Saus gula dimasak dengan cara merebus gula dengan air lalu menyaringnya. Setelah itu direbus sekali lagi dengan menambahkan nangka yang telah dicincang secara kasar sampai larutan gula mengental. Terakhir, larutan gula dioleskan ke atas rangi yang masih panas dan rangi siap disajikan.

Sebagaimana cara pembuatannya maka alat-alat yang digunakan untuk membuat rangi adalah: parutan kelapa, baskom untuk membuat adonan, cetakan rangi, panci untuk memasak larutan gula, dan saringan untuk menyaring air gula. Wadah untuk penyajian lebih pas dengan menggunakan piring. Bila seseorang hendak menyantapnya, bisa dengan menggunakan kertas tisu sebagai alas agar makanan tidak lengket di tangan, atau menggunakan piring kecil dan menyantapnya dengan sinduk kecil.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Gemblong

Gemblong merupakan makanan ringan yang konon mendapat pengaruh dari daerah Jawa Barat. Ada dua jenis gemblong yaitu yang berbahan dasar ketan hitam dan dilapisi gula pasir dan yang berbahan dasar ketan putih dan dilapisi gula merah. Adanya lapisan gula tersebut membuat makanan ini berasa lengket kalau dipegang. Persebaran gemblong merata ke wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Meskipun demikian fokus persebarannya banyak terdapat di wilayah perbatasan antara Jakarta dengan Jawa Barat. Di Jawa Barat sendiri, makanan ini memiliki sebutan yang sama.

Gemblong dibuat dari: tepung ketan hitam, tepung sagu, garam, santan, kelapa (muda) parut, dan minyak goreng. Membuatnya dengan cara: tepung ketan hitam, tepung sagu, santan, garam dan kelapa parut dicampur lalu diaduk hingga rata. Manakala adonan dirasa sudah pas lalu dibentuk bulatan-bulatan pipih. Selanjutnya adonan digoreng dalam minyak yang panas hingga matang dan berwarna kuning kecoklatan. Untuk membuat lapisan gula cukup dengan merebus gula pasir dan air hingga gula larut dan mengental. Terakhir, gemblong yang sudah digoreng dimasukkan ke dalam larutan gula dan diaduk-aduk hingga gula melekat secara merata kemudian dikeringkan.

Membuat gemblong tidak memerlukan banyak alat. Cukup menggunakan baskom untuk tempat adonan, katel lengkap dengan susruk dan seroknya untuk menggoreng, dan panci untuk merebus air gula. Penyajiannya menggunakan piring dan menyantapnya cukup dengan menggunakan tangan. Makanan ringan ini bisa dinikmati kapan saja.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Festival Seni Multatuli Ke- 2 Akan Segera Digelar

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya menghadiri rapat persiapan Festival Seni Multatuli (FSM) 2019 bertempat di Setda Lebak, Senin (20/5/2019)

Turut hadir Kordinator kurator Indonesiana, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten, Insan seni budaya dan juga pihak akademisi.

Dalam rapat tersebut Bupati Lebak menyampaikan dukungan dan apresiasinya dengan event FSM dimana menurutnya event ini merupakan salah satu upaya keseriusan pemerintah daerah dalam mewujudkan visinya yaitu menjadikan Kabupaten Lebak sebagai destinasi unggulan nasional berbasis potensi lokal.

“Ini merupakan kawahcandra dimuka nya temen-temen para penggiat budaya, literasi, seni dan komunitas dan kita sangat mengapresiasi dan akan support kegiatan ini” Ungkap Bupati Lebak

Iti mengatakan bahwa pada SFM pertama yang digelar pada tahun 2018, kunjungan wisatan yang hadir melampaui target yang telah ditentukan pemerintah daerah dan di tahun ini Iti berharap akan lebih besar lagi animo dan pengunjung untuk menyaksikan rangkain kegiatan FSM 2019 tersebut.

“Ini festival yang ditunggu-tunggu oleh komunitas-komunitas seni budaya dan alhamdulillah semoga kita dapat memberikan ruang kepada para penggiat seni dan budaya” Pungkas Iti

Koordinator Kurator Festival Indonesiana, Heru Hikayat mengatakan FSM yang menjadi event tahunan ini dapat membekas tidak hanya seremoninya akan tetapi lebih ke literasi transfer knwoledge atau keilmuan terkait budaya yang dan seni yang akan di angkat dan ditampilkan.

“saya kira FSM ini bisa menjadi role model untuk kabupaten lain”Pungkasnya

Untuk diketahui kegiatan atau event FSM Tahun 2019 merupakan tindak lanjut surat dari Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayan Kemdikbud RI Nomor: 1155/E5.1/TU/2019 tentang Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Platform Kebudayaan: Indonesiana Tahun 2019. Dimana di dalam Platform tersebut Kabupaten Lebak melaksanakan kegiatan yaitu Festival Seni Multatuli (FSM) 2019 yang direncanakan di gelar pada tanggal 9-15 September 2019 dengan menampilkan beberapa pertunjukan seni budaya seperti peata patok, festival kerbau, kreasi film pendek, teater dan kreasi seni musik dari komunitas-komunitas di Kabupaten Lebak. (ik)

Penayangan Film dan Diskusi Nilai Budaya, Bandarlampung 2018 (2)











Kue Ketimus

Hidangan ringan yang berbahan dasar singkong ini kerap disajikan sebagai hidangan ringan sehari-hari. Terkadang ketimus dibuat dengan menambahkan pisang di dalamnya, meskipun pada umumnya hanya disajikan polos tanpa isi. Bahan yang disediakan singkong, kelapa parut, pisang ambon, gula merah cincang, vanila, dan daun pisang. Semua bahan dihaluskan. Setelah halus, adonan dimasukkan ke daun pisang lalu dibungkus dan dikukus selama 30 menit.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Kue Cucur

Kue cucur merupakan hidangan ringan sehari-hari yang biasa disajikan sebagai teman minum teh pada pagi dan sore hari. Pada masyarakat Betawi pinggir, kue ini biasa disajikan untuk acara kenduri, selamatan dan keriaan lainnya. Namun biasanya kue tersebut dipotong menjadi dua bagian agar tidak terlalu besar. Bahan yang disediakan tepung beras, tepung terigu, gula merah diiris halus, air, dan kayu manis. Adapun cara membuatnya gula merah direbus bersama air sampai gula hancur, tidak perlu sampai mendidih. Larutan gula dicampur dengan sisa air tadi, lalu disaring dan didinginkan. Adonan yang dingin dituang ke dalam tepung beras sedikit demi sedikit lalu diuleni dengan tangan sambil dipukul-pukul hingga timbul gelembung udara. Kemudian satu per satu digoreng dan digunakan tusuk sate untuk membuat bagian tengahnya.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Kue Kelen

Serupa dengan Pacar Cina, kue ini juga mempunyai penamaan yang berbeda-beda di tiap daerah di tanah air. Salah satunya ada yang menyebut kue ini Kue Lumpur. Di wilayah kebudayaan Betawi sendiri, kue ini tersebar merata sehingga relatif mudah untuk mendapatkannya. Bahan yang disediakan telur ayam kampung, terigu, gula pasir, susu encer, kismis secukupnya, garam secukupnya, vanili secukupnya, mentega secukupnya, dan sumba makanan/ kue warna kuning bila perlu. Cara Pembuatannya adalah terigu, gula pasir dan telur dicampur dan dibuang putihnya. Selanjutnya dikocok sampai mengembang, lallu garam, vanili, dan sedikit sumba kuning dimasukkan. Selanjutnya ditambahkan susu ke dalam terigu, lalu diaduk hingga rata dan tidak menggumpal. Kocokan telur dimasukkan ke terigu, diaduk rata, kemudian adonan dikukus dalam cetakan yang sudah dilumuri mentega. Kismis diletakkan di tengah kue, lalu dikukus kembali hingga matang.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Penayangan Film dan Diskusi Nilai Budaya, Bandarlampung 2018 (3)












Popular Posts