WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Lomba Penulisan dan Diskusi Kebudayaan 2010

A. Latarbelakang

Pada hakekatnya suatu komunitas (bangsa) terbentuk karena adanya persamaan dalam berbagai faktor, antara lain: politik, teritorial, budaya, bahasa, agama, etnisitas, dan pengalaman bersama di masa lalu yang kemudian menjadi ingatan kolektif. Dan, identitas kolektif adalah perekat suatu bangsa. Apalagi, jika disertai dengan kesetiaan dan tanggung jawab dari anak bangsa.

Kesetiaan memang tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi harus terus menerus dibina atau dipupuk. Salah satu caranya adalah dengan memberi pengalaman dan pengetahuan yang akurat tentang kebudayaan masyarakat dan atau bangsanya. Sebab apa yang kita lakukan di masa kini tidak lepas dari pengalaman masa lalu yang terakumulasi dalam bentuk kebudayaan milik masyarakat yang dijadikan acuan sekaligus merancang kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Kegiatan yang mengerucut pada pemahaman dan pengetahuan yang akurat tentang kebudayaan masyarakat dan atau bangsanya antara lain dapat terwujud melalui penulisan dan diskusi. Perilaku masyarakat atau kebudayaan dalam arti luas, masih banyak yang belum tergali atau diketahui oleh masyarakat lain, sehingga banyak anggota masyarakat, terutama generasi mudanya, tidak mengetahui hal tersebut. Penyuluhan dan penyebaran informasi melalui kegiatan penulisan dan diskusi kebudayaan, dengan demikian, menjadi sesuatu yang perlu dilakukan.

Bertolak dari pemikiran itu, maka Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Bandung memandang perlu untuk melakukan kegiatan lomba penulisan yang berkaitan dengan fenomena budaya yang ada di sekitar kita baik yang terlihat dengan kasat mata (dilihat dan dirasakan langsung), melalui media massa, kepustakaan, maupun fenomena budaya yang disaksikan dari media elektronik, dengan tema ”Memperkokoh Jatidiri melalui Lomba Karya Tulis Kebudayaan”.

B. Ruang lingkup

Ruang lingkup penulisan kebudayaan adalah fenomena-fenomena kebudayaan yang terjadi di lingkungan sekitar peserta yang meliputi tujuh (7) unsur kebudayaan yaitu sistem kemasyarakatan (kekerabatan), sistem teknologi tradisional, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan tradisional, mata pencaharian, kesenian dan bahasa. Dengan demikian diharapkan para peserta lebih mengenal lingkungan sekitarnya baru kemudian mengembangkannya keluar.

C. Tujuan

  1. Mendorong generasi muda agar dapat menuangkan idenya kedalam bahasa tulis (Indonesia) yang baik dan benar;
  2. Menanamkan kecintaan terhadap budaya daerah;
  3. Membangkitkan keinginan untuk memperkokoh jatidiri dan integrasi;
  4. Mengajak generasi muda (siswa SMU sederajat) untuk mengekpresikan diri melalui karya tulis;
  5. Mengajak generasi muda untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya pemahaman dan pengetahuan kebudayaan guna memperkokoh jati diri sebagai putera bangsa Indonesia melalui penggalian budaya daerah;
  6. Memperluas wawasan generasi muda tentang keberagaman kebudayaan daerah Bangsa Indonesia.
D. Topik Penulisan

  1. Upacara tradisional dan pantangan-pantangan
  2. Peralatan tradisional (peralatan rumah tangga, peralatan pertanian)
  3. Cerita Rakyat.
  4. Ungkapan tradisional misalnya ungkapan (babasan), peribahasa (paribasa), sisindiran dan sebagainya.
  5. Permainan rakyat
  6. Kepercayaan suatu masyarakat misalnya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa, kepercayaan terhadap sesuatu diluar agama yang dianutnya.
  7. Pengetahuan tradisional (tentang hujan, kesuburan tanah, penentuan hari baik, perbintangan, dan sebagainya)
  8. Pengobatan tradisional
  9. Kesenian tradisional
  10. Mata pencaharian dan perekonomian tradicional
  11. Sistem teknologi tradisional dalam pembuatan suatu barang misalnya pandai besi, pembuatan gerabah, pembuatan batik, pembuatan berbagai macam oleh-oleh (cenderamata), dan sebagainya.
  12. Kampung adata tau komunitas adat
  13. Arsitektur tradisional
E. Peserta

Sesuai dengan sasaran lomba yaitu kalangan generasi muda, maka peserta yang terlibat dalam lomba penulisan dan diskusi kebudayaan adalah para pemuda yang pada saat lomba masih berstatus sebagai siswa sekolah menengah atas (SMA/U sederajat) yang berada di wilayah kerja Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Provinsi: Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung).

F. Waktu dan Tempat

Naskah karya tulis kebudayaan harus sudah masuk ke meja panitia paling lambat 31 Agustus 2010. Penyelenggaraan Final Lomba Penulisan dan Diskusi Kebudayaan akan dilaksanakan pada bulan September 2010 di kantor BPSNT Bandung.

G. Ketentuan Lomba

  1. Peserta lomba adalah siswa setingkat SMA (SMA, SMK, Madrasah Aliyah, Mualimin dan sekolah lain yang sederajat) yang berada di wilayah kerja Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Bandung yaitu Propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Propinsi Lampung.
  2. Karya tulis harus asli, tulisan sendiri, bukan kutipan utuh, terjemahan, saduran dan belum pernah diikutsertakan dalam lomba karya tulis lain, serta belum pernah dipublikasikan. Dalam hal ini penggunaan beberapa kutipan yang diperoleh dari penulis lain dibolehkan sepanjang tetap mencantumkan sumber kutipan tersebut.
  3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sekalipun menggunakan gaya bahasa populer.
  4. Isi karya tulis harus relevan dengan topik, sedangkan judul bebas.
  5. Karya tulis ditik dua spasi (spasi rangkap) pada kertas A4 satu muka (tidak bolak-balik), dengan jumlah halaman minimal 5 sampai 10 halaman atau 2500 sampai 3000 kata.
  6. Karya tulis harus mendapat pengesahan dari kepala sekolah bersangkutan
  7. Karya tulis yang dikirim menjadi milik panitia penyelenggara.
  8. Semua naskah yang masuk akan dinilai oleh suatu tim penjurian yang dibentuk oleh Panitia Penyelenggara dengan kriteria penilaian pada: isi karangan, penyajian, dan bahasa.
  9. Enam peserta terbaik hasil penilaian tim juri akan diundang ke BPSNT Bandung untuk mempresentasikan karya tulisnya di depan forum untuk menentukan pemenang utama I, II, III, dan pemenang harapan I, II, dan III.
  10. Karya tulis dari peserta selambat-lambatnya diterima panitia pada taggal 1 September 2010
  11. Bentuk pengiriman adalah printout dan CD
  12. Keputuan dewan juri tidak dapat diganggu gugat.
G. Hadiah

Panitia menyediakan hadiah uang tunai, piagam, dan trophi bagi 6 pemenang.
  • Juara I Rp. 1.500.000,-
  • Juara II Rp. 1.250.000.-
  • Juara III Rp. 1.000.000,-
  • Juara harapan I Rp. 750.000,-
  • Juara harapan II Rp. 600.000,-
  • Juara harapan III Rp. 500.000,-
Catatan: Pajak 15% terhadap hadiah berupa uang dibebankan kepada pemenang.

Sistem Teknologi Tradisional Pembuatan Meja Unyil di Desa Mekar Rahayu Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung

Oleh: Dra. Enden Irma R.

Abstrak
Penulis mengungkap masalah pembuatan meja unyil di Kecamatan Margaasih, yang hingga kini masih dikerjakan dengan sistem teknologi tradisional. Di dalamnya diuraikan masalah pola produksi yang menggambarkan proses yang ditunjang dengan adanya bahan baku, peralatan, serta tenaga kerja. Selanjutnya dibahas masalah pola distribusi, yang ternyata Meja Unyil tidak hanya menjangkau pemasaran di Kota Bandung, juga menembus beberapa kota di Jawa Barat.

Diterbitkan dalam Laporan Penelitian Edisi 12, Maret 1997

Mengungkap Peristiwa Rawa Gede di Desa Rawamerta Kecamatan Rawasari Kabupaten Karawang

Oleh: Dra. Lasmiyati, dkk.

Abstrak
Penelitian ini menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan, yang terjadi di salah satu wilayah di Kabupaten Karawang. Berawal dari pembentukan TKR dan BKR di Kabupaten tersebut, yang menjadikan daerah Karawang sebagai satu basis perjuangan para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Kemudian berlanjut dengan adanya penyerbuan sekutu ke daerah tersebut, khususnya ke daerah Rawasari. Dari bentrokan itu muncullah suatu peristiwa berdarah yang kemudian dinamakan Peristiwa Rawa Gede.

Diterbitkan dalam Laporan Penelitian Edisi 15, Agustus 1998

Carita Pantun Dadap Malang Ci Mandiri: Kajian Isi dan Peranannya dalam Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Nasional

Oleh: Drs. Suwardi A.P. dan Dra. Yanti Nisfiyanti

Abstrak
Penulis membatasi tulisannya pada aspek bentuk dan isi. Aspek bentuk yang dimaksud adalah cara pengarang menyampaikan ide-ide atau gagasan. Sedangkan yang dimaksud dengan isi adalah ide atau gagasan yang ngin disampaikan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kajiannya meliputi alur cerita, tokoh dan penokohan, latar, tema serta peranan cerita pantun dalam pengembangan kebudayaan nasional

Diterbitkan dalam Laporan Penelitian Edisi 10, April 1996

Festival Komunitas Adat 2010

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang memiliki keberagaman etnik tidak kurang dari 500 suku bangsa, membentang dari Sang sampai Merauke. Keberagaman masyarakat Indonesia bukan saja disebabkan jumlah etniknya, melainkan juga disebabkan perbedaan dalam latar belakang sejarah, budaya, bahasa, lingkungan geografis, serta keragaman agama dan system kepercayaan yang dianut. Tiap suku bangsa mengembangkan kebudayaannya masing-masing dalam membangun kehidupan bersama yang selaras, serasi, dan harmonis.

Tidak tertutup kemungkinan dalam pergaulan masyarakat terjadi benturan kepentingan sebagai akibat yang tidak terelakkan. Namun, benturan demikian tidak akan melebar apabila mereka sadar akan asas Negara yang telah disepakati dan teakumulasi di dalamnya berdasarkan ekarifan sebagai wujud jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan nation building dan character building, masing-masing etnik diharapkan saling memahami dan saling mengembangkan toleransi, sehingga keharmonisan hidup bersama akan senantiasa terjaga.

Salah satu sasaran pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan nasional 2010 adalah peran kebudayaan dalam pembangunan karakter bangsa sehingga dapat terwujud industri dan karya budaya yang mengacu pada budaya bangsa, serta perlindungan hokum individual dan komunal. Penjabaran sasaran tersebut menjadi grand design yang akan diwujudkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan dasar kebudayaan sebagai landasan membangun karakter bangsa. Pencanangan itu mengakomodasi kearifan local sebagai value untuk membangun jati diri bangsa.

Warisan budaya dan kearifan lokal, dalam hal ini budaya, menjadi bagian penting dalam menumbuhkan dan membangun jati diri. Budaya turut memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk karakter bangsa yang selama ini tergerus oleh pengaruh luar. Dari sudut pandang tadi, bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber daya atau keunggulan kompetitif karena dikaruniai keanekaragaman budaya. Kondisi tersebut diperkaya lagi dengan keberadaan sejumlah komunitas yang terdapat dalam kelompok suku bangsa tersebut, salah satunya yang dikenal dengan sebutan komunitas adat.

Komunitas adat merupakan suatu kesatuan sosial yang menempati suatu wilayah tertentu dan berinteraksi secara kontinyu sesuai sistem adat istiadat tertentu pula. Selain itu, kesatuan sosial tersebut juga terkait oleh rasa solidaritas yang kuat sebagai pengaruh dari kesatuan tempat tinggalnya. Umumnya, komunitas adat masih mempertahankan pola-pola kehidupan lama. Mereka masih memelihara dan melaksanakan adat istiadat nenek moyangnya. Oleh karena itu, perhatian yang lebih serius perlu diberikan agar keberadaan mereka terlindungi. Yang lebih penting lagi, mereka mendapat ruang untuk melangsungkan kehidupannya serta memberdayakan dirinya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

B. Masalah
Sejumlah proses disintegrasi bangsa yang kita saksikan dewasa ini ialah tiadanya rujukan ‘konsensus nasional, kontak sosial, platform bersama’ yang dapat dijadikan pedoman bersama dalam kehidupan bersama. Untuk itu, dalam mengatasi berbagai gejala seperti di atas, sebenarnya dapat dipahami bersama dengan pendekatan budaya, yaitu pendekatan dengan mempergunakan kearifan lokal.

Indonesia, ditandai dengan keragaman etnik – dengan kemajemukan tradisi atau adat istiadat yang dijalankan dalam kesehariannya. Hal itu dapat menjadi benteng dalam menghadapi globalisasi dengan tata nilai yang bersifat asing ‘monstrosity’ bagi tata nilai masyarakat adat. Akibatnya, banyak komunitas adat secara kultural teralienasikan \cultural alienated’. Ia terasing dari dirinya karena terpojokkan dengan tata nilai baru. Padahal, mereka memiliki sistem kemasyarakatan tertentu yang diikat oleh rasa solidaritas yang kuat sehingga menjadi satu kesatuan komunitas dan identitas sebagai ciri mandiri masyarakat adat.

Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas adat di Indonesia pada umumnya masi terus-menerus menjadi bagian dari masyarakat yang paling rentan terhadap berbagai dampak negatif pembangunan. Kondisi ini merupakan kelanjutan dari sejarah panjang diskriminasi dan marjinalisasi yang sudah berlangsung sebelum masa kolonial sampai sekarang. Saat ini, komunitas adat masih tetap memperjuangkan dan menuntut dipenuhinya hak-hak mereka untuk dapat hidup layak.

Penderitaan panjang dan ketidakadilan yang dialami komunitas adat di Indonesia, salah satunya bermuara dari tersingkirkannya mereka dalam proses-proses politik pembuatan kebijakan publik. Kebijakan pembangunan yang ada saat ini justru menimbulkan beragam konflik dan berdampak secara ekologis yang merugikan komunitas adat.

Atas kondisi nasib komunitas adat ini, pemerintah telah berupaya memperbaikinya, sehingga sedikit demi sedikit telah terjadi perubahan-perubahan signifikan terhadap keberadaan komunitas adat tersebut. Beberapa di antaranya, revisi undang-undang dan beberapa kebijakan sektoral yang mulai berubah dengan mengakui dan menyediakan perlindungan hukum terhadap hak-hak komunitas adat.

Sehubungan dengan itu, pada tahun 2010, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung menyelenggarakan Festival Komunitas Adat. Melalui penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan persoalan yang dirasakan oleh komunitas adat akan mendapatkan solusi dan kesepahaman, sehingga semakin mengokohkan jati diri bangsa secara keseluruhan.

C. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah: (1) meningkatkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak komunitas adat, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antar sesama warga masyarakat Indonesia; (2) meningkatkan pemahaman masyarakat luas, termasuk generasi muda, tentang kemajemukan budaya Indonesia.

D. Tema
Tema yang diusung dalam Festival Komunitas Adat adalah “Merawat Tradisi Memelihara Kelangsungan Alam dan Harmoni Sosial”.

E. Bentuk Kegiatan
Festival Komunitas Adat dilaksanakan dalam dua bentuk kegiatan, yakni diskusi panel dan pameran. Diskusi panel menampilkan enam orang narasumber, dengan latar belakang yang berbeda. Keenam narasumber tersebut mewakili:
  1. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan olah Raga Kabupaten Sumedang (Ade Rohana, S.Sn. M.Si), dengan topik makalah: Kebijakan Pemda dalam Penanganan Komunitas Adat;
  2. Komunitas adat Kampung Cikondang (Bah Ilin Dasyah), dengan topik makalah: Komunitas Masyarakat Hukum Adat, Situs Cagar Budaya Rumah Adat Cikondang Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung;
  3. Budayawan dari Kabupaten Sumedang (R. Muhamad Ahmad Wiriaatmadja) dengan topik makalah: Tradisi Kesumedangan dalam Perspektif Budaya Masa Kini;
  4. Generasi muda pemerhati budaya lokal (mahasiswa Antropologi: Moch. Sabdo Yusmintiarti), dengan topik makalah: Pandangan Generasi Muda terhadap Komunitas Adat;
  5. Akademisi (Ade Makmur Kartawinata, Drs, M.Phil., Ph.D), dengan topik makalah: Merawat Tradisi Memelihara Kelangsungan Alam dan Harmoni Sosial; dan
  6. Peneliti BPSNT Bandung (T. Dibyo Harsono, Drs., M.Hum), dengan topik makalah: Peneliti dan Eksistensi Komunitas Adat.
F. Waktu dan Tempat
Festival Komunitas Adat diselenggarakan selama dua hari, yaitu pada tanggal 13 s.d. 14 Juli 2010. Pada 13 Juli 2010 dilaksanakan diskusi panel, sedangkan acara pameran berlangsung pada 13 s.d. 14 Juli 2009. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Gedung Sri Manganti, Museum Yayasan Prabu Geusan Ulun, Sumedang.

G. Peserta
Peserta yang diundang dalam diskusi panel sebagai rangkaian kegiatan Festival Komunitas Adat mencapai 150 orang. Mereka merupakan perwakilan dari sejumlah instansi terkait, komunitas adat, guru dan murid SLTA, budayawan, lembaga swadaya masyarakat, dan umum.

Struktur dan Isi Puisi Sisindiran Bahasa Sunda di Kabupaten Bandung

Oleh: Drs. Aam Masduki

Abstrak
Sisindiran yang merupakan salah satu bentuk puisi Sunda lama, yang banyak digemari masyarakat karena bahasanya sederhana dan mudah dipahami, serta perkembangannya kini makin luwes, mudah memasuki berbagai gender sastra lainnya, ternyata banyak hidup dan bertebaran di berbagai daerah di Jawa Barat, salah satunya adalah daerah Kabupaten Bandung. Dalam laporan penelitian ini penulis berusaha mengupas dan mengkaji masalah struktur dan isi sisindiran yang banyak terdapat di daerah Kabupaten Bandung.

Diterbitkan dalam Laporan Penelitian Edisi 13, Juni 1997

Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan sebagai Objek Wisata di Kabupaten Ciamis

Oleh: Drs. Adeng

Abstrak
Uraian masalah peninggalan sejarah dan kepurbakalaan di Kabupaten Ciamis ini mencakup beberapa peninggalan sejarah kepurbakalaan yang sekaligus beberapa di antaranya dijadikan sebagai objek wisata, yaitu Situs Astana Gede (Kawali), Situs Panjalu, Situs Pangandaran, Situs Jambansari, dan Situs Bojong Galuh. Adapun dua situs lainnya yang tidak dapat dijadikan objek wisata adalah Situs Citapen dan Situs Candi Ronggeng. Dalam penelitian ini penulis menguraikan latar belakang sejarah dari keberadaan masing-masing situs tersebut.

Diterbitkan dalam Laporan Penelitian Edisi 12, Maret 1997

Popular Posts