A. Latar Belakang
Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang memiliki keberagaman etnik tidak kurang dari 500 suku bangsa, membentang dari Sang sampai Merauke. Keberagaman masyarakat Indonesia bukan saja disebabkan jumlah etniknya, melainkan juga disebabkan perbedaan dalam latar belakang sejarah, budaya, bahasa, lingkungan geografis, serta keragaman agama dan system kepercayaan yang dianut. Tiap suku bangsa mengembangkan kebudayaannya masing-masing dalam membangun kehidupan bersama yang selaras, serasi, dan harmonis.
Tidak tertutup kemungkinan dalam pergaulan masyarakat terjadi benturan kepentingan sebagai akibat yang tidak terelakkan. Namun, benturan demikian tidak akan melebar apabila mereka sadar akan asas Negara yang telah disepakati dan teakumulasi di dalamnya berdasarkan ekarifan sebagai wujud jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan nation building dan character building, masing-masing etnik diharapkan saling memahami dan saling mengembangkan toleransi, sehingga keharmonisan hidup bersama akan senantiasa terjaga.
Salah satu sasaran pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan nasional 2010 adalah peran kebudayaan dalam pembangunan karakter bangsa sehingga dapat terwujud industri dan karya budaya yang mengacu pada budaya bangsa, serta perlindungan hokum individual dan komunal. Penjabaran sasaran tersebut menjadi grand design yang akan diwujudkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan dasar kebudayaan sebagai landasan membangun karakter bangsa. Pencanangan itu mengakomodasi kearifan local sebagai value untuk membangun jati diri bangsa.
Warisan budaya dan kearifan lokal, dalam hal ini budaya, menjadi bagian penting dalam menumbuhkan dan membangun jati diri. Budaya turut memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk karakter bangsa yang selama ini tergerus oleh pengaruh luar. Dari sudut pandang tadi, bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber daya atau keunggulan kompetitif karena dikaruniai keanekaragaman budaya. Kondisi tersebut diperkaya lagi dengan keberadaan sejumlah komunitas yang terdapat dalam kelompok suku bangsa tersebut, salah satunya yang dikenal dengan sebutan komunitas adat.
Komunitas adat merupakan suatu kesatuan sosial yang menempati suatu wilayah tertentu dan berinteraksi secara kontinyu sesuai sistem adat istiadat tertentu pula. Selain itu, kesatuan sosial tersebut juga terkait oleh rasa solidaritas yang kuat sebagai pengaruh dari kesatuan tempat tinggalnya. Umumnya, komunitas adat masih mempertahankan pola-pola kehidupan lama. Mereka masih memelihara dan melaksanakan adat istiadat nenek moyangnya. Oleh karena itu, perhatian yang lebih serius perlu diberikan agar keberadaan mereka terlindungi. Yang lebih penting lagi, mereka mendapat ruang untuk melangsungkan kehidupannya serta memberdayakan dirinya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
B. Masalah
Sejumlah proses disintegrasi bangsa yang kita saksikan dewasa ini ialah tiadanya rujukan ‘konsensus nasional, kontak sosial, platform bersama’ yang dapat dijadikan pedoman bersama dalam kehidupan bersama. Untuk itu, dalam mengatasi berbagai gejala seperti di atas, sebenarnya dapat dipahami bersama dengan pendekatan budaya, yaitu pendekatan dengan mempergunakan kearifan lokal.
Indonesia, ditandai dengan keragaman etnik – dengan kemajemukan tradisi atau adat istiadat yang dijalankan dalam kesehariannya. Hal itu dapat menjadi benteng dalam menghadapi globalisasi dengan tata nilai yang bersifat asing ‘monstrosity’ bagi tata nilai masyarakat adat. Akibatnya, banyak komunitas adat secara kultural teralienasikan \cultural alienated’. Ia terasing dari dirinya karena terpojokkan dengan tata nilai baru. Padahal, mereka memiliki sistem kemasyarakatan tertentu yang diikat oleh rasa solidaritas yang kuat sehingga menjadi satu kesatuan komunitas dan identitas sebagai ciri mandiri masyarakat adat.
Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas adat di Indonesia pada umumnya masi terus-menerus menjadi bagian dari masyarakat yang paling rentan terhadap berbagai dampak negatif pembangunan. Kondisi ini merupakan kelanjutan dari sejarah panjang diskriminasi dan marjinalisasi yang sudah berlangsung sebelum masa kolonial sampai sekarang. Saat ini, komunitas adat masih tetap memperjuangkan dan menuntut dipenuhinya hak-hak mereka untuk dapat hidup layak.
Penderitaan panjang dan ketidakadilan yang dialami komunitas adat di Indonesia, salah satunya bermuara dari tersingkirkannya mereka dalam proses-proses politik pembuatan kebijakan publik. Kebijakan pembangunan yang ada saat ini justru menimbulkan beragam konflik dan berdampak secara ekologis yang merugikan komunitas adat.
Atas kondisi nasib komunitas adat ini, pemerintah telah berupaya memperbaikinya, sehingga sedikit demi sedikit telah terjadi perubahan-perubahan signifikan terhadap keberadaan komunitas adat tersebut. Beberapa di antaranya, revisi undang-undang dan beberapa kebijakan sektoral yang mulai berubah dengan mengakui dan menyediakan perlindungan hukum terhadap hak-hak komunitas adat.
Sehubungan dengan itu, pada tahun 2010, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung menyelenggarakan Festival Komunitas Adat. Melalui penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan persoalan yang dirasakan oleh komunitas adat akan mendapatkan solusi dan kesepahaman, sehingga semakin mengokohkan jati diri bangsa secara keseluruhan.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah: (1) meningkatkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak komunitas adat, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antar sesama warga masyarakat Indonesia; (2) meningkatkan pemahaman masyarakat luas, termasuk generasi muda, tentang kemajemukan budaya Indonesia.
D. Tema
Tema yang diusung dalam Festival Komunitas Adat adalah “Merawat Tradisi Memelihara Kelangsungan Alam dan Harmoni Sosial”.
E. Bentuk Kegiatan
Festival Komunitas Adat dilaksanakan dalam dua bentuk kegiatan, yakni diskusi panel dan pameran. Diskusi panel menampilkan enam orang narasumber, dengan latar belakang yang berbeda. Keenam narasumber tersebut mewakili:
Festival Komunitas Adat diselenggarakan selama dua hari, yaitu pada tanggal 13 s.d. 14 Juli 2010. Pada 13 Juli 2010 dilaksanakan diskusi panel, sedangkan acara pameran berlangsung pada 13 s.d. 14 Juli 2009. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Gedung Sri Manganti, Museum Yayasan Prabu Geusan Ulun, Sumedang.
G. Peserta
Peserta yang diundang dalam diskusi panel sebagai rangkaian kegiatan Festival Komunitas Adat mencapai 150 orang. Mereka merupakan perwakilan dari sejumlah instansi terkait, komunitas adat, guru dan murid SLTA, budayawan, lembaga swadaya masyarakat, dan umum.
Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang memiliki keberagaman etnik tidak kurang dari 500 suku bangsa, membentang dari Sang sampai Merauke. Keberagaman masyarakat Indonesia bukan saja disebabkan jumlah etniknya, melainkan juga disebabkan perbedaan dalam latar belakang sejarah, budaya, bahasa, lingkungan geografis, serta keragaman agama dan system kepercayaan yang dianut. Tiap suku bangsa mengembangkan kebudayaannya masing-masing dalam membangun kehidupan bersama yang selaras, serasi, dan harmonis.
Tidak tertutup kemungkinan dalam pergaulan masyarakat terjadi benturan kepentingan sebagai akibat yang tidak terelakkan. Namun, benturan demikian tidak akan melebar apabila mereka sadar akan asas Negara yang telah disepakati dan teakumulasi di dalamnya berdasarkan ekarifan sebagai wujud jati diri bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan nation building dan character building, masing-masing etnik diharapkan saling memahami dan saling mengembangkan toleransi, sehingga keharmonisan hidup bersama akan senantiasa terjaga.
Salah satu sasaran pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan nasional 2010 adalah peran kebudayaan dalam pembangunan karakter bangsa sehingga dapat terwujud industri dan karya budaya yang mengacu pada budaya bangsa, serta perlindungan hokum individual dan komunal. Penjabaran sasaran tersebut menjadi grand design yang akan diwujudkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan dasar kebudayaan sebagai landasan membangun karakter bangsa. Pencanangan itu mengakomodasi kearifan local sebagai value untuk membangun jati diri bangsa.
Warisan budaya dan kearifan lokal, dalam hal ini budaya, menjadi bagian penting dalam menumbuhkan dan membangun jati diri. Budaya turut memberikan kontribusi yang besar dalam membentuk karakter bangsa yang selama ini tergerus oleh pengaruh luar. Dari sudut pandang tadi, bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber daya atau keunggulan kompetitif karena dikaruniai keanekaragaman budaya. Kondisi tersebut diperkaya lagi dengan keberadaan sejumlah komunitas yang terdapat dalam kelompok suku bangsa tersebut, salah satunya yang dikenal dengan sebutan komunitas adat.
Komunitas adat merupakan suatu kesatuan sosial yang menempati suatu wilayah tertentu dan berinteraksi secara kontinyu sesuai sistem adat istiadat tertentu pula. Selain itu, kesatuan sosial tersebut juga terkait oleh rasa solidaritas yang kuat sebagai pengaruh dari kesatuan tempat tinggalnya. Umumnya, komunitas adat masih mempertahankan pola-pola kehidupan lama. Mereka masih memelihara dan melaksanakan adat istiadat nenek moyangnya. Oleh karena itu, perhatian yang lebih serius perlu diberikan agar keberadaan mereka terlindungi. Yang lebih penting lagi, mereka mendapat ruang untuk melangsungkan kehidupannya serta memberdayakan dirinya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
B. Masalah
Sejumlah proses disintegrasi bangsa yang kita saksikan dewasa ini ialah tiadanya rujukan ‘konsensus nasional, kontak sosial, platform bersama’ yang dapat dijadikan pedoman bersama dalam kehidupan bersama. Untuk itu, dalam mengatasi berbagai gejala seperti di atas, sebenarnya dapat dipahami bersama dengan pendekatan budaya, yaitu pendekatan dengan mempergunakan kearifan lokal.
Indonesia, ditandai dengan keragaman etnik – dengan kemajemukan tradisi atau adat istiadat yang dijalankan dalam kesehariannya. Hal itu dapat menjadi benteng dalam menghadapi globalisasi dengan tata nilai yang bersifat asing ‘monstrosity’ bagi tata nilai masyarakat adat. Akibatnya, banyak komunitas adat secara kultural teralienasikan \cultural alienated’. Ia terasing dari dirinya karena terpojokkan dengan tata nilai baru. Padahal, mereka memiliki sistem kemasyarakatan tertentu yang diikat oleh rasa solidaritas yang kuat sehingga menjadi satu kesatuan komunitas dan identitas sebagai ciri mandiri masyarakat adat.
Dalam perkembangan selanjutnya, komunitas adat di Indonesia pada umumnya masi terus-menerus menjadi bagian dari masyarakat yang paling rentan terhadap berbagai dampak negatif pembangunan. Kondisi ini merupakan kelanjutan dari sejarah panjang diskriminasi dan marjinalisasi yang sudah berlangsung sebelum masa kolonial sampai sekarang. Saat ini, komunitas adat masih tetap memperjuangkan dan menuntut dipenuhinya hak-hak mereka untuk dapat hidup layak.
Penderitaan panjang dan ketidakadilan yang dialami komunitas adat di Indonesia, salah satunya bermuara dari tersingkirkannya mereka dalam proses-proses politik pembuatan kebijakan publik. Kebijakan pembangunan yang ada saat ini justru menimbulkan beragam konflik dan berdampak secara ekologis yang merugikan komunitas adat.
Atas kondisi nasib komunitas adat ini, pemerintah telah berupaya memperbaikinya, sehingga sedikit demi sedikit telah terjadi perubahan-perubahan signifikan terhadap keberadaan komunitas adat tersebut. Beberapa di antaranya, revisi undang-undang dan beberapa kebijakan sektoral yang mulai berubah dengan mengakui dan menyediakan perlindungan hukum terhadap hak-hak komunitas adat.
Sehubungan dengan itu, pada tahun 2010, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung menyelenggarakan Festival Komunitas Adat. Melalui penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan persoalan yang dirasakan oleh komunitas adat akan mendapatkan solusi dan kesepahaman, sehingga semakin mengokohkan jati diri bangsa secara keseluruhan.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah: (1) meningkatkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak komunitas adat, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antar sesama warga masyarakat Indonesia; (2) meningkatkan pemahaman masyarakat luas, termasuk generasi muda, tentang kemajemukan budaya Indonesia.
D. Tema
Tema yang diusung dalam Festival Komunitas Adat adalah “Merawat Tradisi Memelihara Kelangsungan Alam dan Harmoni Sosial”.
E. Bentuk Kegiatan
Festival Komunitas Adat dilaksanakan dalam dua bentuk kegiatan, yakni diskusi panel dan pameran. Diskusi panel menampilkan enam orang narasumber, dengan latar belakang yang berbeda. Keenam narasumber tersebut mewakili:
- Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan olah Raga Kabupaten Sumedang (Ade Rohana, S.Sn. M.Si), dengan topik makalah: Kebijakan Pemda dalam Penanganan Komunitas Adat;
- Komunitas adat Kampung Cikondang (Bah Ilin Dasyah), dengan topik makalah: Komunitas Masyarakat Hukum Adat, Situs Cagar Budaya Rumah Adat Cikondang Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung;
- Budayawan dari Kabupaten Sumedang (R. Muhamad Ahmad Wiriaatmadja) dengan topik makalah: Tradisi Kesumedangan dalam Perspektif Budaya Masa Kini;
- Generasi muda pemerhati budaya lokal (mahasiswa Antropologi: Moch. Sabdo Yusmintiarti), dengan topik makalah: Pandangan Generasi Muda terhadap Komunitas Adat;
- Akademisi (Ade Makmur Kartawinata, Drs, M.Phil., Ph.D), dengan topik makalah: Merawat Tradisi Memelihara Kelangsungan Alam dan Harmoni Sosial; dan
- Peneliti BPSNT Bandung (T. Dibyo Harsono, Drs., M.Hum), dengan topik makalah: Peneliti dan Eksistensi Komunitas Adat.
Festival Komunitas Adat diselenggarakan selama dua hari, yaitu pada tanggal 13 s.d. 14 Juli 2010. Pada 13 Juli 2010 dilaksanakan diskusi panel, sedangkan acara pameran berlangsung pada 13 s.d. 14 Juli 2009. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Gedung Sri Manganti, Museum Yayasan Prabu Geusan Ulun, Sumedang.
G. Peserta
Peserta yang diundang dalam diskusi panel sebagai rangkaian kegiatan Festival Komunitas Adat mencapai 150 orang. Mereka merupakan perwakilan dari sejumlah instansi terkait, komunitas adat, guru dan murid SLTA, budayawan, lembaga swadaya masyarakat, dan umum.