WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Letusan Gunung Krakatau 1883 dalam Memori Kolektif Masyarakat Pesisir Banten

Oleh : Heru Erwantoro

Pada tanggal 22 Desember 2018 pukul 21.27 WIB telah terjadi tsunami di Kawasan Selat Sunda tepatnya wilayah Banten dan Lampung. Di Banten daerah yang terdampak tsunami ialah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, adapun wilayah Lampung yang terdampak tsunami ialah Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, dan Pesawaran. Pada peristiwa tsunami itu Kabupaten Pandeglang menjadi daerah yang terdampak terparah. Berdasar data sementara, pada tanggal 25 Desember 2018 pukul 13.00 WIB, tercatat 429 orang yang meninggal dunia, korban luka-luka 1.485 orang, dan 154 orang hilang. (Tribun news.com. diakses tanggal 4 Februri 2019 pukul 08.58). Menurut para ahli peristiwa tsunami itu disebabkan oleh erupsi Gunung Anak Krakatau.

Apabila melihat ke masa lalu, kawasan Selat Sunda merupakan kawasan yang sering mengalami bencana yang diakibatkan oleh Gunung Krakatau. Letusan Gunung Krakatau yang paling fenomenal ialah letusan yang terjadi pada tahun 1883. Mengenai korban jiwa akibat letusan Gunung Krakatau tahun 1883, dalam laporan resminya Pemerintah Hidia Belanda melaporkan bahwa sejumlah 36. 417 orang meninggal dunia. Di Banten korban meninggal dunia sebanyak 21.565 orang, di lampung 12.466 orang meninggal dunia, di Batavia jumlah orang meninggal mencapai 2.350 orang, di Bengkulu 34 orang meninggal, dan di Karawang 2 orang meninggal dunia. Selanjutnya dilaporkn juga 165 kampung musnah dan 132 kampung porak-poranda. Pulau Sebesi dan Pulau Sebuku yang jaraknya paling dekat dengan Krakatau semua penduduknya tewas diterjang gelombang tsunami. Penduduk di Pulau Sebesi yang berjumlah 3.000 orang semuanya tewas dan demikian juga penduduk Pulau Sebuku 150 orang tewas (Hakim, 2006: 172).

Peristiwa bencana Gunung Krakatau dan kemudian anak Gunung Krakatau yang terus berulang tentu mempengaruhi manusia yang hidup di kawasan gunung tersebut. Bagaimana intekaksi antara manusia dengan lingkungannya menjadi menarik untuk diteliti. Hubungan antara manusia dengan bumi di masa lampau secara keilmuan merupakan ranah dari geografi kesejarahan (historical geography). Dari prespektif goegrafis, seluruh sejarah kehidupan manusia itu berupa rententan tindakan menaklukan alam, atau paling sedikit penyesuaian diri manusia terhadap lingkungan alam (W.G. East, The geography behind history, London, 1965, hlm.1. dalam Daldjoeni, 1982: 4). Selanjutnya, Daldjoeni (1982: 8) menulis:

Dengan menelaah suatu region (wilayah geografis) dapat diketahui bagaimana seluk-beluk cara manusia dari abad ke abad telah memanfaatkan berbagai kesempatan yang ditawarkan oleh lingkungan geografis kepadanya. Lain region lain pula pernyataan budaya benda dan budaya takbenda. Perbedaan itulah yang dapat disebut sebagai dokumen sejarah. Region jadinya dapat bersaksi tentang timbul dan tenggelamnya peradaban suatu masyarakat. Mengenai hakekat goegrafi itu sendiri Daldjoeni (1982: 10) mengutip pendapat Dudley (Stamp, A commercial geography, London, 1953, hlm. 4) menulis sebagai berikut:

Geografi pada hakekatnya bertugas menelaah bumi sebagai ruang huni manusia, dan manusia sebagai penghuni bumi. Dengan bumi dimaksudkan permukaan bumi sebagai keseluruhan ataupun bagiannya saja; artinya yang mewujud ruang hidup bagi segenap mahluk. Adapun kata ruang memiliki tiga jenis arti; ruang sebagai milieu (lingkungan alam dan buatan), sebagai space (ruang pemukiman) dan sebagai region (wilayah). Berbagai perilaku manusia sebagai kelompok bermain di dalam ruang; perilaku tadi mencakup berbagai kegiatan sosiologis, ekonomis, politis, dan kultural.

Dari uraian di atas, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa upaya manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang terwujud dari budaya benda dan takbenda merupakan hasil perilaku sosiologis, ekonomis, politis, dan kultural.

Wattimena (2016: 168) mengutip pendapat Halbwachs (2011) menjelaskan bahwa memori kolektif sebuah masyarakat senantiasa diakui sebagai ingatan bersama. Maksudnya, semua anggota masyarakat mengetahui isi ingatan itu, dan mengakui sebagai ingatan yang sah. Ingatan kolektif semacam itu tertanam juga di dalam pikiran kolektif masyarakat tersebut sebagai sebuah kelompok, misalnya dalam berbagai bentuk seperti, monumen dan cerita-cerita yang tersebar di masyarakat tentang masa lalu. Semua ini juga tersebar di masyarakata itu sendiri, dan diakui sebagai bagian dari indentitas sosial masyarakat tersebut.

Dari pendapat menimbulkan pertanyaan perihal wujud dan topologi memori kolektif masyarakat Pesisir Banten atas meletusnya Gunung Krakatau 1883. Jawaban dari pertanyaan tersebut diharapkan dapat mengungkapkan bentuk-bentuk dan tipologi memori kolektif masyarakat Pesisir Banten atas peristiwa meletusnya Gunung Krakatau 1883 . (ed: Irvan Setiawan)

Sumber:
Heru Erwantoro, dkk., 2019.
“Letusan Gunung Krakatau 1883 dalam Memori Kolektif Masyarakat Pesisir Banten”,
Proposal Pengkajian Pelestarian Nilai Budaya, Bandung: BPNB Jabar.

Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 H di BPNB Jabar

Mengikuti peraturan pemerintah tentang cuti bersama hari raya idul fitri 1440 H yang berakhir pada tanggal 9 Juni 2019, Pimpinan dan segenap karyawan BPNB Jabar pada hari Senin, 10 Juni 2019 kembali melaksanakan aktivitas perkantoran seperti biasa.

Kegiatan awal yang jatuh pada haris senin diisi dengan rutinitas yang biasa dilakukan setiap hari senin yaitu pelaksanaan apel pagi. Dalam sesi sambutan, pembina upacara menghimbau karyawan untuk kembali menerapkan jam kerja seperti biasanya dan diisi dengan kegiatan sesuai uraian jabatan masing-masing.

Setelah apel pagi, suasana kerja pada hari pertama setelah merayakan idul fitri adalah sama dengan tahun sebelumnya, yaitu diisi dengan kegiatan halal bihalal yang diikuti oleh seluruh karyawan dengan membawa serta keluarga masing-masing. Satu hal yang tidak biasa dan menjadi keistimewaan dalam acara halal bihalal pada tahun ini adalah adanya acara pelepasan dua karyawan BPNB Jabar, yaitu Drs. Hermana, dan Rohman Sulaeman yang sudah memasuki masa purna tugas tepat pada tanggal 1 Juni 2019.

Acara pelepasan ini diisi dengan pesan dan kesan dari dua karyawan tersebut. Inti dari pesan dan kesan yang disampaikan adalah bahwa keduanya mengharapkan agar tali silaturahmi keluarga besar BPNB Jabar dapat tetap terjalin meskipun sudah tidak berada dalam lingkungan kerja BPNB Jabar lagi.

Hal inipun diamini oleh pimpinan BPNB Jabar dalam pidato sambutan perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1440 H. Beliau juga menambahkan bahwa jalinan persaudaraan dan kekompakan karyawan harus tetap terjaga di setiap aspek dan lingkungan kerja BPNB Jabar.

Menurut beliau, dua hal tersebut merupakan bagian yang sangat penting untuk mengoptimalkan pencapaian hasil kerja mengingat sebagian besar jenis kerja yang dilakukan BPNB Jabar merupakan jenis kegiatan yang dilakukan dengan membentuk tim / kelompok kerja terlebih dahulu. Akan sangat tidak berjalannya kegiatan apabila kekompakan dalam sebuah tim tidak dapat dijaga dengan baik.

Selain sambutan, Acara halal bihalal juga diisi dengan ceramah oleh Cucu Nazmuddin, LC. Dalam isi ceramahnya, beliau mengungkapkan bahwa urusan kerja yang sudah menjadi tugas pokok setiap karyawan harus dibekali dengan “urusan keakhiratan”. Proses kerja yang sudah diatur sedemikian rupa terkadang masih disisipi dengan upaya memperoleh keuntungan pribadi. Perbuatan seperti itu tentunya akan dikenakan sanksi. Sanksi di tiap negara tentunya berbeda, mulai dari hukuman denda hingga hukuman penjara. Adanya perbedaan sanksi tersebut pada prinsipnya adalah memberikan efek jera bagi si pelaku.

Walaupun demikian, penerapan sanksi bukan merupakan satu-satunya cara untuk memperbaiki perilaku dan tata kerja di lingkungan instansi. Upaya untuk mempertebal keimanan juga harus dilakukan baik secara perorangan ataupun melalui pembinaan di instansi. Dua unsur pembinaan tersebut menurut Cucu merupakan cara ampuh untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Mengakhiri acara halal bihalal 1440 H di BPNB Jabar, pimpinan dan seluruh karyawan beserta keluarganya bersalaman saling bermaaf-maafan. (irvansetiawan)

Selayang Pandang BPNB Jawa Barat


Kemah budaya BPNB Jabar Tahun 2018


Jejak Tradisi Daerah BPNB Jabar Tahun 2018


Kembang Goyang

Kembang goyang merupakan penganan sejenis kerupuk dan berasa gurih. Penganan ini selalu ada pada saat Lebaran maupun Idul Adha, dan pada saat acara hajatan. Bentuknya unik menyerupai kembang dan dibuatnya dengan cara digoyang. Tak heran kalau penganan ini kemudian dinamai kembang goyang. Hampir semua kalangan usia menyukai penganan ini. Hanya saja bagi mereka yang bermasalah dengan giginya, sebaiknya tidak memaksakan untuk menyantapnya mengingat penganan ini cukup keras.

Kembang goyang dibuat dari bahan-bahan berupa: tepung terigu, tepung beras, kelapa, telur ayam, gula putih, vanili, dan garam secukupnya. Bahan-bahan tersebut selanjutnya diolah dengan cara: tepung diayak dan kelapa diparut lalu diperas untuk diambil santannya. Tepung, gula, dan vanili disatukan, kemudian dituangi santan sedikit demi sedikit dan diberi garam. Telur yang telah dikocok kemudian dimasukkan ke dalam adonan. Begitu adonan siap, minyak dipanaskan lalu cetakan kue dimasukkan ke dalam minyak dan setelah cetakan cukup panas lalu dicelupkan ke adonan. Selanjutnya adonan digoreng sambil digoyang-goyang. Bila sudah tampak menguning lalu diangkat dengan lidi kemudian ditaruh di tampah untuk mengendapkan minyak. Kalau mau tetap renyah, kembang goyang tidak boleh terkena udara. Tidak heran kalau wadah penyajiannya akan lebih pas dengan menggunakan toples. Kalau hanya suguhan sesaat bisa saja penyajiannya dalam sebuah piring. Kembang goyang bisa menjadi santapan di setiap saat.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Sirpe

Sirpe merupakan penganan yang banyak dijumpai sehari-hari baik sebagai hidangan ringan di rumah pada saat-saat santai maupun sebagai suguhan tamu. Sirpe bisa dikatakan sebagai penganan yang sederhana baik dilihat dari segi bahan maupun pembuatannya. Sirpe serupa dengam grubi dari daerah Jogja dan sekitarnya.

Sirpe hanya berbahan kelapa yang setengah tua, gula pasir, dan air. Cara membuatnya cukup dengan mengerok kelapa namun dijaga jangan sampai terkena kulit batoknya dan memasak gula pasir dengan air sampai agak mengering. Berikutnya ke dalam gula tadi dimasukkan kelapa lalu diaduk hingga adonan rata. Terakhir adonan diangkat lalu dibentuk memakai sinduk makan. Alat yang digunakan membuat sirpe hanyalah sinduk untuk mengeruk kelapa dan mencetak sirpe, baskom untuk wadah kelapa, dan panci untuk memasak gula. Sirpe disajikan dalam sebuah piring atau wadah sejenisnya. Sirpe berasa manis malahan bisa dikatakan sangat manis, olehkarenanya minuman pendampingnya cukup air teh tawar. Makanan ini bisa dinikmati kapan saja.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Lenggodo

Lenggodo merupakan penganan yang biasa disajikan sebagai teman minum teh pada waktu sore hari. Sebutan lain untuk lenggodo adalah cempedak goreng oleh karena penganan ini memakai buah cempedak sebagai bahan pokoknya. Terkait dengan bahannya itu maka tidak heran kalau lenggodo biasanya baru muncul pada saat musim cempedak tiba. Secara rinci, lenggodo berbahan: buah cempedak, minyak, tepung beras, telur, garam secukupnya, kunyit, sedikit air kapur, dan air secukupnya.

Membuat lenggodo tidaklah terlalu sulit. Caranya: terkecuali cempedak dan minyak, semua bahan dicampur untuk dibuat adonan. Berikutnya, buah cempedak dicelupkan ke dalam adonan lalu digoreng dalam minyak panas sampai agak kering. Jadilah sudah apa yang disebut lenggodo. Cara pembuatannya relatif sederhana cukup dengan baskom untuk wadah adonan, pisau, dan katel lengkap dengan susruk dan seroknya untuk alat penggorengan. Lenggodo disajikan dengan menggunakan wadah berupa piring atau sejenisnya.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Lomba Penulisan dan Diskusi Kebudayaan 2010 (4)











Lomba Penulisan dan Diskusi Kebudayaan 2010 (5)











Ape

Ape adalah kue yang sering ditemui dan dikonsumsi sehari-hari. Meskipun penganan ini tersebar secara merata di seluruh wilayah kebudayaan Betawi, namun demikian penganan ini juga dikenal di daerah Jawa Barat. Bedanya hanya pada warna dan variasi taburannya. Kue ape yang banyak ditemukan di Jawa Barat berwarna kehijau-hijauan sebagai pengaruh dari penggunaan daun pandan dan pada bagian atasnya ada yang polos dan ada pula yang ditabur meyses. Ape merupakan penganan jajanan yang biasa dijajakan pada pagi hari dengan menggunakan sebuah tanggungan. Penjaja akan berkeliling kampung atau mangkal di sekolah-sekolah dasar. Bilamana pembelinya anak-anak biasanya hanya membeli satu dua potong dan olehkarenanya pembeli akan mendapatkan ape dengan alas sepotong kertas yang berfungsi sebagai pembungkus. Berbeda bila pembelinya orang dewasa atau orang tua yang biasanya membeli dalam jumlah banyak maka ape akan dibungkus dengan kantung kertas.

Kue ape berbahan: tepung beras, santan, air kelapa, pengembang roti, gula pasir, dan telur ayam. Bahan-bahan tersebut diolah dengan cara: telur dan gula dikocok. Dalam tempat yang terpisah, tepung beras, santan, dan air kelapa juga dikocok. Adonan didiamkan selama ½ jam, lalu siap dicetak. Cara pembuatan tersebut mengharuskan pembuatnya menyediakan peralatan berupa: baskom untuk wadah adonan, kocokan telur, dan cetakan kue ape. Wadah penyajian ape berupa piring atau sejenisnya.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Bolu Kukus

Bolu kukus merupakan penganan yang cukup populer di kalangan masyarakat. Penganan ini dapat ditemui di hampir semua daerah dengan nama yang sama. Selain sebagai makanan jajanan sehari-hari, juga disajikan pada acara-acara kenduri maupun hajatan. Selain itu, penganan yang banyak digemari oleh anak-anak ini juga kerap muncul pada saat hari Lebaran maupun Idul Adha. Daya tarik dari penganan ini adalah warnanya yang beragam. Terkadang warna-warna tersebut secara tidak langsung menunjukkan aroma dari penganannya atau sekadar sebagai daya tarik belaka. Warna merah putih beraroma strawberry, coklat putih beraroma moca, kuning/orange putih berarorama jeruk, dan hijau putih beraroma pandan.

Bolu kukus menggunakan bahan dari: kuning telur, putih telur, gula pasir, tepung terigu, soda kue, vanilla, dan coklat bubuk. Pembuatannya dengan cara: telur, gula, dan vanili dikocok sampai mengental dan naik lalu dimasukkan tepung dan air soda secara bergantian. Adonan diaduk rata lalu diberi coklat bubuk. Adonan dituang ke dalam cetakan sampai cetakan hampir penuh lalu ditambahkan adonan yang diberi coklat bubuk. Panci kukusan ditutup, bolu kukus dimasak dengan api besar.

Membuat bolu kukus menggunakan alat: baskom sebagai wadah adonan, cetakan bolu kukus, kocokan telur, dan panci untuk mengukus. Meskipun bolu kukus sudah dibalut kertas, namun demikian dalam penyajiannya tetap menggunakan wadah, bisa piring kue atau anyaman berbentuk piring dan dialasi kertas, atau wadah sejenisnya. Manakala seseorang hendak menyantap, ia akan memegang bagian kertas pembalutnya dan mulai menyantap pada bagian atas atau yang tidak terbalut kertas. Manakala bolu kukus akan disantap habis maka kertas pembalutnya dibuka sedikit demi sedikit. Bolu kukus bisa dinikmati kapan saja.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Apem

Apem banyak ditemukan di wilayah kebudayaan Betawi. Apem merupakan jenis penganan yang bisa masuk dalam segala ruang dan waktu. Selain diperuntukkan sebagai makanan ringan sehari-hari, juga sebagai suguhan dalam acara kenduri atau hajatan, dan sebagai pelengkap dalam acara ritual tertentu. Bahan untuk membuat apem lumayan beragam yaitu: tepung beras, tepung terigu, gula pasir, kelapa muda, soda kue, tape singkong, air soda, garam, air hangat, dan margarin. Apem dibuat dengan cara berikut: tepung beras yang sudah ditumbuk dicampur dengan tepung terigu lalu diayak. Selanjutnya ke dalam adonan tadi ditambahkan gula pasir, tape singkong, soda kue, dan garam. Adonan dicampur dan diaduk hingga rata kemudian ditambahkan air hangat dan air soda lalu diaduk kembali hingga semua bahan tercampur rata sambil sesekali ditepuk hingga adonan ringan. Setelah cetakan apem diolesi dengan margarin kemudian diisi dengan adonan hingga ¾ penuh. Adonan dikukus selama 30 menit hingga matang dan merekah.

Membuat apem menggunakan alat-alat berupa: lumpang dan halu atau alat penumbuk sejenisnya untuk menumbuk tepung beras, baskom sebagai wadah adonan, sinduk kayu untuk mencampur adonan, ayakan untuk menyaring tepung beras dan terigu, cetakan apem, dan langseng untuk mengukus. Sebagai wadah penyajiannya menggunakan piring. Cara penyajiannya dengan menaburkan kelapa parut di atas apem dan apem siap disantap dengan menggunakan tangan.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Kue Pancong

Kue pancong merupakan salah satu jenis makanan tradisional yang tetap populer hingga sekarang. Makanan ini dijajakan secara berkeliling dengan sebuah tanggungan. Biasanya menjajakannya di pagi hari. Di Tatar Sunda, orang menyebut jenis makanan ini dengan bandros. Dalam perkembangannya sekarang, kemasan untuk membungkus kue pancong banyak yang beralih dari bungkus kertas ke bungkus plastik. Kue pancong lebih nikmat disantap sesaat setelah diangkat dari panggangan. Sebelum disantap, terlebih dahulu pada bagian kue yang basah ditaburi gula.

Bahan untuk membuat kue pancong terbagi dua, yaitu bahan A berupa: kelapa parut ½ tua, tepung beras, telur ayam, dan air. Adapun bahan B berupa: tepung beras, santan, garam secukupnya, dan daun pandan. Semua bahan tadi diolah dengan cara: masing-masing, bahan A dicampur menjadi satu, demikian pula semua bahan B juga dicampur menjadi satu. Bahan B selanjutnya dijerang di atas api sambil diaduk sampai menjadi bubur lalu dicampur dengan bahan A, diberi garam dan diaduk hingga adonan rata. Setelah adonan siap cetak kemudian menyiapkan cetakan kue pancong. Cetakan tersebut dipanaskan di atas api, diolesi minyak, lalu dituangi adonan ke dalamnya lalu dimasak sambil ditutup.

Alat untuk membuat kue pancong hanya beberapa jenis yaitu: baskom untuk wadah membuat adonan, panci dan sinduk untuk memasak adonan, dan cetakan kue pancong. Kue pancong disajikan dalam sebuah piring.

Sumber: Rostiyati, Ani., dkk. 2009. Ragam Makanan Tradisional Betawi. Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung (Laporan Pendataan Kebudayaan).

Balai Adat Kaariat Tangerang Apresiasi BPNB

Pendiri Balai Adat Kaariat Tangerang, Kostiawan Natadi Praja, mengapresiasi kegiatan Seserahan Tokoh Masyarakat Se Jawa Barat Banten bersama Keluarga Besar Bumi Budaya Nawacita yang digelar Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat, Sabtu (30/3/2019).

Kostiawan menilai, kegiatan yang digelar BPNB sejalan dengan Balai Adat Kaariat Tangerang karena visi dan misinya bertepatan untuk melestarikan kemuatan lokal, diorama Kota Tangerang, pengangkatan seni budaya Provinsi Banten.

“Saya sangat mengapresiasi sekali, karena memang BPNB ini cuman ada beberapa di Indonesia dan satu-satunya lembaga direktorat yang dimiliki oleh pemerintah terutama dalam hal pengangkatan dan melestarian budaya yang ada di Indonesia. Bahkan dalam acara ini seluruh budayawan disatukan untuk melestarikan budaya asli Indonesia, terutama Jawa Barat-Banten” ujarnya kepada bipol.co di Kantor BPNB.

Dirinya mengaku, dengan mengikuti acara tersebut juga Balai Adat Kaariat Tanggerang dapat dibimbing oleh BPNB yang lebih berpengalaman dalam mengembangkan serta melestarikan budaya.

“Dan kebetulan saat ini kami sedang membutuhkan bimbingan dari pemerintah yang sudah berpengalaman dalam mengembangkan kearifan lokal, sangat di tunggu lah program dari BPNB untuk melestarikan budaya, umumnya Indonesia dan khususnya Jawa Barat itu sendiri,” pungkasnya.**

Popular Posts