WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Revitalisasi Kebudayaan, Kemdikbud Ajak Budayawan Banten Berdialog

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat yang berada di bawah lingkup Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Kamis (25/8/2016) mengumpulkan para seniman dan budayawan Banten untuk berdialog mengenai revitalisasi kebudayaan lokal dalam dinamika budaya global.

Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung Toto Sucipto mengatakan, pergeseran budaya nusantara sudah sangat mengkhawatirkan, banyak pergeseran.

"Karenanya kami ingin mendengarkan pendapat para budayawan Banten dari dialog yang kita bangun hari ini," katanya ketika memberikan sambutan dalam pembukaan acara tersebut di salah satu Hotel di Jl Raya Serang Pandeglang, Kota Serang tersebut.

Sebagai contoh dari apa yang dikatakannya, Toto menunjukan foto dalam slide yang dipaparkan di hadapan para budayawan se Banten yang menunjukan pergeseran budaya cium tangan, yang nampak sepele, namun menurutnya hal tersebut menjadi penanda pergeseran budaya dari jati diri manusia nusantara.

"Dulu kita cium tangan ya dicium tangannya, dalam foto ini kita melihat bukan lagi cium tangan, tapi menempel pada kening, dan pipi," ungkapnya.

Selain itu, ia mengungkapkan sejumlah warisan kebudayaan nusantara yang diklaim oleh negara-negara lain, seperti produk hasil bumi ubi Cilembu yang sudah dipatenkan Jepang, corak batik Mega Mendung yang berasal dari Cirebon yang diklaim oleh Turki, budaya perfilman yang didominasi film-film Hollywood, sampai lagu-lagu nusantara yang diklaim Malaysia.

"Nah soal lagu-lagu itu, ternyata sejarahnya pada era tahun 80-an banyak guru kita yang bekerja mengajar dari Malaysia, merekalah yang mengajarkan lagu lau itu, sebagai contoh lagu Rasa Sayange," akunya.

Adapun tujuan dari dialog budaya yang kali ini dilaksanakan di Banten, berangkat dari kemajemukan kebudayaan nusantara, ada beberapa tujuan. Diantaranya, mengidentifikasi berbagai permasalahan berkenan dengan kemajemukan yang terdapat di provinsi Banten. Menampung aspirasi para budayawan bagi kerukunan hidup bangsa Indonesia, juga mencari alternatif permasalahan yang mungkin timbul karena perbedaan tersebut. (ctr)

BPNB Jabar Ajak Masyarakat untuk Peduli Terhadap Budaya Sendiri

Cimahi - Pemerintah daerah dan masyarakat pemilik Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), dinilai masih lemah dalam mencatat dan mendokumentasikan WBTB daerahnya. Itulah yang menjadi penyebab banyaknya WBTB ditangguhkan saat didaftarkan ke Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Toto Sucipto mengatakan, sebetulnya Negara Indonesia memiliki banyak karya budaya, namun kurang promosi dan kurang dikenal, ditambah lagi saat ini budaya luar dengan mudah masuk ke Indonesia. Sehinga negara lain dengan mudah mengklaim budaya yang sebetulnya berasal dari Indonesia.

“Contohnya, ketika Hui Cilembu sudah di kalim oleh Jepang, baru kita mulai ramai membicarakannya. Padahal hal seperti itu seharunya diperhatikan dari awal. Agar budaya kita tidak mudah diklaim oleh negara lain,” kata Toto usai kegiatan Silaturahmi dan Dialog Forum Wartawan Budaya Bandung Dengan BPNB Jabar di Cimahi, Sabtu (12/11/2016).

Dia melanjutkan, untuk mengenalkan dan melestarikan budaya Indonesia harus menjadi tugas bersama, bukan hanya menuntut kepada pemerintah saja, tapi harus didukung dengan peran masyarakat dalam melestarikan budayanya sendiri.

“Jadi, untuk mempertahankan budaya asli Indonesia, bisa terwujud kalau ada keterlibatan dari semua pihak. Intinya kita harus peduli dengan kebudayaan kita sendiri,” tuturnya. (Gatot Poedji Utomo/Yun)

Waktunya Pencak Silat Jadi Warisan Budaya Dunia

Bandung, Jabar - Sudah waktunya seni tradisional pencak silat diakui badan dunia UNESCO sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Peran tokoh-tokoh pencak silat dari paguron maupun perkumpulan akan sangat menetukan segera terealisasinya pengajuan Pencak Silat sebagai warisan budaya tak benda dunia berasal dari Indonesia.

"Saat ini bukan perkara mudah untuk mendaftarkan kekayaan warisan budaya kita untuk mendapat pengakuan badan duni UNESCO. Selain harus melalui tahapan cukup panjang, sejak tahun 2012 Amerikan menghentikan bantuan ke UNESCO mengakibatkan pengajuan warisan budaya dunia diperketan menjadi dua tahun sekali dan setiap negara hanya diberi kesempatan mendaftarkan satu warisan budaya," ujar Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung, Toto Sucipto, Sabtu 22 Oktober 2016 pada acara "Ngadu Bako Penca" di Lobi Teater Tertutup Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat.

Toto mencontohkan pengajuan Kapal Pinisi yang dilakukan sejak tahun 2012 dan baru didaftarkan tahun 2014, ternyata tahun United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization tahun 2015 tidak meloloskan. "UNESCO baru akan melaksanakan rapat tahun 2017 mendatang, diharapkan untuk Kapal Pinisi mendapat pengakuan dan tahun 2017 Pencak Silat sudah dijajaki persyaratan administrasinya agar tahun 2019 mendapat pengakuan (UNESCO)," ujar Toto.

Sementara Ketua Tim Kerja Pencak Silat Menuju Unesco, Wahdat Mardi Yuana, upaya mendapatkan pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia tidak semudah sebagaimana yang selama ini terus disuarakan oleh pemerintah, tokoh pencak silat dan masyarakat. "Selama ini masyarakat merasa khawatir akan klaim negera Malaysia terhadap seni budaya tradisional asal Indonesia, tapi mereka tidak tahu bagaimana upaya yang harus dilakukan, seperti untuk pencak silat , butuh dukungan semua pihak," ujar Wahdat.

Selain dari pemerintah, menurut Wahdat, sudah saatnya semua tokoh pencak silat memberikan bantuan, sumbang saran pemikiran serta informasi. Penguatan data tentang semua hal berkaitan dengan pencak silat akan dijadikan bahan rujukan yang medukung proses kelengkapan administrasi.

Pada "Ngadu Bako Penca", 100 orang tokok pencak silat sejumlah aliran pencak silat dari sejumlah paguron pencak silat yang hadir sepakat untuk bersama memberikan dukungan. Bahkan semua hal tentang pencak diupayakan sebelum pertengahan tahun 2017 sudah dapat dikumpulkan dan dijadikan sumber acuan data.

"Harus, tahun 2017 pencak silat sudah harusdilengkapi semua data tentang pencak silat. Kita harus mendukung pengakuan pencak silat sebagai budaya Indonesia oleh masyarakat dunia," ujar Kusnadi (92) tokoh pencak silat Panglipur Kota Cimahi, menegaskan.

150 Budaya Takbenda Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Jakarta - Sebanyak 150 Budaya Takbenda telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 13-16 September 2016 di Jakarta.

Direktorat Warisan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 27 Oktober 2016, akan menggelar Puncak Penyelenggaraan dan Penyerahan Sertifikat Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia di Jakarta. Demikian dikatakan Direktur Warisan Diplomasi Budaya Nadjamuddin Rambly, Senin (24/10/2016).

150 Warisan Budaya Takbenda 2016 ini meliputi adat istiadat, ritus, perayaan, seni pertunjukkan, kemahiran dan kerajinan tradisional, tradisi dan ekspresi lisan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta serta seni pertunjukkan dari berbagai provinsi.

Provinsi yang memiliki Warisan Budaya Takbenda 2016 ini adalah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Namun sangat disayangkan terdapat tiga provinsi dengan status karya budaya yang ditangguhkan untuk ditetapkan, yakni Provinsi Bengkulu, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Penangguhan dilakukan karena menurut Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda menilai masih kuranglengkapnya data pendukung dan deskripsi dari karya budaya yang tidak dapat menggambarkan karya budaya yang diajukan dan akan diajukan kembali pada tahun depan.

“Pada 27 Oktober, kegiatan Perayaan Dan Penyerahan Sertifikat Warisan Budaya Tak Benda Indonesia akan menampilkan beberapa kesenian yang telah ditetapkan seperti Jaran Kencak dari Jawa Timur, Tari Angguk dari DI Yogyakarta, Randai Kuantan dari Riau, Debus Indragiri dari Riau, Gambang Kromong-Rancang dari DKI Jakarta, Tari Piring dari Sumatera Barat, Jugit Demaring dari Kalimantan Utara, Nyanyi Panjang dan Calempong Oguong dari Riau, Lohidu dari Gorontalo, Tari Guel dari Aceh, Wor Biak dari Papua dan Keroncong Tugu dari DKI Jakarta,” jelas Nadjamuddin.

Acara tersebut rencananya akan dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Gubernur dari seluruh Indonesia.

SMA Negeri 1 Menggala Tulang Bawang Ikuti LASEDA

Tulang Bawang : Lawatan sejarah yang diselenggarakan oleh BPNB (Badan Pelestarian Nilai Budaya) Jawa Barat tahun 2016 dengan mengusung tema “Mengenal Sejarah Daerah Lampung” dilaksanakan pada taggal 28-30 Maret 2016. Yang diikuti oleh 150 orang terdiri atas guru sejarah, dan siswa/siswi SMU atau yang sederajat dari empat provinsi yaitu: Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Lampung. Yang terdiri dari 25 sekolah yaitu SMA Bina Muda, SMA Cikancung, SMAN 1 Baleendah, SMAN 10 Bandung, SMAN 14 Bandung, SMAN 22 Bandung, SMAN 23 Bandung, SMAN 24 Bandung, SMAN 26 Bandung, SMK Al-Hadi Bandung, SMKN 15 Bandung, SMAN 8 Cirebon, SMAN Jatinangor ( Provinsi Jawa Barat) SMAN 1 Cilegon, SMAN 4 Cilegon ( Provinsi Banten) SMAN 1 Menggala, SMAN 1 Banjit, SMAN 1 Liwa, SMAN 1 Ngambur, SMAN 1 Pekalongan, SMAN 1 Pesisir selatan, SMAN 1 Tanjung Raya, SMAN 2 Liwa, SMAN 2 Kota Agung, SMAN 3 Kota Bumi (Provinsi Lampung). Acara ini liput oleh berbagai media masa diantaranya Destinasianews, Galura, Harian Kompas, Harian Pikiran Rakyat, Harian Republika.

Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan mengenal informasi sejarah melalui kunjungan lapangan sehingga menumbuhkan minat siswa untuk memperoleh apriasisasi sejarah yang lebih intens, siswa selain mengetahui juga mengerti dan memahami tentang objek sejarah yang di pelajari nya. Materi tersebut diharapkan dapat menambah wawasan kesadaran sejarah serta meningkatkan kecintaan terhadap bangsa dan negara. Dengan mengunjungi berbagai situs yang ada di Lampung diantaranya Kompleks Makam Radin Inten II yang terletak di Desa Gedungharta, Kelurahan Cempaka, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Situs Purbakala Pugungraharjo yang terletak di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur, Museum Negeri Provinsi Lampung Ruwa Jurai yang berlokasi di Jalan Zainal Arifin Pagar Alam, Kelurahan Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, (Kota Bandar lampung) serta Pengenalan dan praktek membatik batik Lampung.

4 Kampung/Desa Adat Direvitalisasi Tahun Ini

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melaini Direktorat Jenderal Kebudayaan merevitalisasi empat kampung dan desa adat di Jawa Barat. Keempatnya ialah Kampung Ciptamulya (Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok Kabupaten Sukabumi), Kampung Kuta (Kabupaten Ciamis), Desa Lelea (Kabupaten Indramayu), dan Desa Padukuhan Nyai Buyut Kampung Gebang (Kabupaten Cirebon).

Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat, Toto Sucipto menuturkan, keempat lokasi itu menjadi percontohan program Presiden Joko Widodo terkait pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan pembangunan kampung dan desa adat nusantara. ''Program revitalisasi kampung dan desa adat ini merupakan program lanjutan tahun 2014. Untuk tahun ini, program dari anggaran bantuan Diijen Kebudayaan tahun 2015 dialokasikan untuk empat kampung dan desa adat," katanya, Senin (30/5/2016), ditemui di ruang kerjanya, Kantor BPNB Jabar, Jalan Cinambo.

Toto menjelaskan, bantuan yang diberikan untuk merevitalisasi kampung/desa adat itu ialah Rp 400 juta untuk setiap titik. Namun, nilai itu masih kurang karena total revitalisasi bisa mencapai Rp 700 juta. "Kekurangannva merupakan biaya swadaya. Kegiatan revitalisasinya terdiri atas perbaikan imah gede (rumah utama), leuit (lumbung padi), ajeng (bale sawala), saung Usung (tempat menumbuk padi), dan jalan desa," ujar Toto.

Dia menambahkan, program tersebut bertujuan agar kampung dan desa adat sebagai warisan budaya bisa teijaga, hidup, dan aktif. "Kampung dan desa adat ini menjadi bagian kekayaan budaya Indonesia yang harus dilestarikan dalam upaya mempertahankan identitas budaya serta membangun kesadaran keberagaman budaya," ujar Toto.

Menurut dia, dalam implementasinya, anggaran tersebut digunakan untuk revitalisasi, pemberdayaan, peningkatan kualitas kampung serta desa adat dalam rangka pelestarian kebudayaan. ''Revitalisasi desa adat merupakan sebuah kegiatan yang didesain dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat sebagai pemangku kebudayaan setempat. Di sini, pemerintah memfasilitasi dukungan kebijakan agar kampung dan desa adat sebagai suatu kesatuan hidup setempat dapat terus melestarikan kebudayaannya," ucap Toto.

(Retno Heriyanto)***

Sumber : Pikiran Rakyat Edisi 31 Mei 2016 Halaman 2

Pemerintah Revitalisasi Komunitas Budaya & Desa Adat

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan menyelenggarakan Workshop Fasilitasi Komunitas Budaya dan Revitalisasi Desa Adat pada tanggal 20-24 Juni 2016, di Hotel Ciputra, Jakarta.

Workshop Fasilitasi Komunitas Budaya di Masyarakat (FKBM) dan Revitalisasi Desa Adat (RDA) tahun 2016 dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap. Workshop tahap 1 telah dilaksanakan di Makassar pada tanggal 13-17 Juni 2016 yang diikuti oleh komunitas budaya dan desa adat yang berasal dari wilayah kerja BPNB Sulawesi Selatan, BPNB Sulawesi Utara, BPNB Maluku dan BPNB Papua.

Sedangkan workshop tahap 2 dilaksanakan di Jakarta tanggal 20-24 Juni 2016, dengan wilayah kerja BPNB Aceh, BPNB Kepualauan Riau, BPNB Sumaera Barat, BPNB Jawa Barat, BPNB Yogyakarta, BPNB Kalimantan Barat, dan BPNB Bali.

Program FKBM dan RDA merupakan salah satu program prioritas Kemdikbud. Program FKBM telah dilaksanakan sejak tahun 2012 dan RDA telah dilaksanakan sejak tahun 2013. Bentuk kegiatan ini adalah pemberian bantuan pemerintah kepada komunitas budaya dan desa adat yang dimanfaatkan untuk revitalisasi, pemberdayaan, dan peningkatan kualitas keberadaan komunitas budaya dan desa adat dalam rangka pelestarian kebudayaan.

Pada tahun 2016 ini, akan difasilitasi 334 komunitas budaya dan 139 Desa Adat yang akan direvitalisasi. Sementara itu, sampai dengan tahun 2015 Komunitas Budaya dan Desa Adat yang telah difasilitasi berjumlah 1226 komunitas budaya dan 156 Desa Adat.

Seluruh komunitas budaya dan desa adat yang diundang dalam kegiatan Workshop FKBM dan RDA tahun 2016 telah melalui proses administrasi maupun verifikasi lapangan, selain itu Workshop ini merupakan seleksi akhir dan penetapan penerima bantuan pemerintah di mana Komunitas Budaya dan Desa Adat harus menunjukkan dokumen asli sesuai dengan persyaratan administrasi.

BPNB Gelar Dialog Budaya Banten

SERANG – Balai Pelestari Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat menggelar dialog budaya Banten di Aula Wanda Galuh, Kota Serang, Kamis (25/8/2016). Dialog budaya ini dihadiri sejumlah seniman, budayawan, akademisi, wartawan, mahasiswa, dan instansi pemerintahan.

“Dari dialog ini diharapkan ada berbagai masukan tentang warisan budaya tak benda Indonesia yang ada di Banten dan masukan untuk pelestariannya,” ujar Toto Sucipto, Kepala BPNB Jawa Barat, saat memberi sambutan.

Dikatakan, wilayah kerja BPNB Jawa Barat meliputi Jawa Barat, Jakarta, Banten, dan Lampung. Dikatakan, sejauh ini BPNB Jawa Barat telah mendata 1.752 warisan budaya tak benda Indonesia (WBTBI). “Dari jumlah itu 288 di antaranya berasal dari Banten,” ungkapnya.

Dikatakan, hingga kini baru 8 WBTBI yang sudah diakui Unesco, di antaranya adalah wayang, keris, batik, noken, dan tari saman. “Tahun ini kita usulkan perahu phinisi. Dan ke depan yang akan diusulkan ke Unesco adalah pencak silat,” ujarnya. (Ink/Red)

Penayangan Film dan Diskusi Kebudayaan, Cianjur 2014













Takhayul Seputar Kehamilan dan Kelahiran dalam Pandangan Orang Labuan Bajo: Tinjauan Antropologi Sastra

Oleh Uniawati

Abstrak
Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa takhayul merupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun modern. Salah satu kelompok masyarakat yang hingga kini masih kuat terpengaruh dengan pola pemikiran lama adalah kelompok masyarakat Labuan Bajo. Masyarakat Labuan Bajo adalah salah satu kelompok masyarakat tradisional yang di dalamnya subur dengan kepercayaan yang bersifat takhayul. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu mengungkapkan bentuk dan isi takhayul yang terdapat di lingkungan masyarakat Labuan Bajo, serta mendeskripsikan aspek-aspek budaya masyarakat tersebut berdasarkan takhayul yang terdapat di lingkungan mereka. Untuk menjawab kedua permasalah tersebut, digunakan pendekatan Antropologi Sastra. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara lisan di lapangan berupa ungkapan tentang kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat takhayul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Labuan Bajo pada dasarnya masih mengakui keberadaan takhayul hingga sekarang, namun tingkat kepercayaannya sudah berkurang dibandingkan dengan kepercayaan yang dimiliki oleh para pendahulunya. Para pendahulu (nenek moyang) orang Labuan Bajo memandang takhayul sebagai suatu bentuk kepercayaan yang akan menimbulkan bahaya atau bencana apabila dilanggar, sedangkan orang Labuan Bajo sekarang sebagian besar memandang takhayul sebagai sarana menyampaikan pendidikan akhlak, etika, dan budi pekerti dalam lingkungannya agar masyarakat hidup lebih beradab dan berbudaya. Untuk itu, beberapa takhayul masih dipelihara dalam komunitas masyarakat tersebut.

Kata kunci: tradisi lisan, takhayul, antropologi sastra.

Abstract
This research was based on the fact that superstitions are a kind of oral tradition that is inherent in the social life of a society, either in modern or traditional ones. The aims of the research are, firstly, to reveal forms and contents of superstitions that live among Labuan Bajo people and secondly, to describe cultural aspects of the people based on their superstitions. The author approaches the problems by using literary anthropology. The result shows that superstitions still exist among Labuan Bajo people but in a lower degree. Contrary to their ancestors who thought of superstitions as harmful if they were broken, today the Labuan Bajo people consider superstitions as a means to convey messages of morals and ethics to the young. Therefore, they tend to maintain some superstitions stories in the society.

Keywords: oral traditions, superstitions, literary anthropology.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 4, No 1, Maret 2012

Wawacan Raden Panji Atmaka: Suatu Kajian Perspektif Historis

Oleh Erlan Saefuddin

Abstrak
Wawacan Raden Panji Atmaka (WRPA) merupakan suatu karya sastra yang diindikasikan mengandung unsur-unsur sejarah. Oleh sebab itu, pengkajiannya menggunakan pendekatan sejarah. Untuk mendukung pendekatan ini, diterapkan metode komparatif-analitis supaya dapat dibuktikan bahwa indikasi-indikasi di dalam teks yang menunjukkan hubungan dengan sejarah. Untuk pemahamannya yang lebih luas, terutama dalam memperkirakan konteks zaman dan akar historis dari karya ini, perlu kiranya dibahas jejak-jejak historis yang relevan secara umum. Selanjutnya dianalisis unsur-unsur historis di dalam wawacan ini untuk memahami maknanya yang merefleksikan realitas zaman tertentu. Pada akhirnya, dapat ditemukan bahwa WRPA adalah sebuah karya yang memiliki unsur-unsur legendaris dari sejarah Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Unsur-unsur legendaris itu meliputi dua aspek penting dalam masalah sejarah, yaitu latar tempat dan nama tokoh. Latar tempatnya adalah Yogya, Solo, Surakarta, Magelang, dan Kedu. Nama tokohnya adalah Sinuhun/Sultan Mataram dan Pangeran Mangkunagara. Latar tempat dan nama tokoh WRPA itu bersifat legendaris karena historis faktualnya hanya dari segi penamaan. Secara umum, WRPA juga menunjukkan satu bukti mengenai sejarah transformasi kebudayaan Sunda dengan kebudayaan Jawa.

Kata kunci: Wawacan Raden Panji Atmaka, aspek historis, sejarah.

Abstract
Wawacan Raden Panji Atmaka (WRPA) is one works of literature indicated to have history elements. Therefore, the research use history approach. For support this approach, Analysis-comparative method is used for can be proved that indications in that text shows relation with history. For understanding in wider range, especially in conjecture period context and history root from this works, it is necessary to discuss the relevant history trail in a general. End then the history elements is to analyze the meaning of in this wawacan which reflects of certain period. In the end can be founded that WRPA is one work have legendary elements from history of Kasunanan Surakarta and Kesultanan Yogyakarta. The legendary elements consist of two important aspects in the historical problems, those are the places and the figures. The places are Yogya, Solo, Surakarta, Magelang, and Kedu. The figures are Sinuhun/Sultan Mataram and Pangeran Mangkunagara. Those becomes a legend because the factual history only in naming. Generally WRPA also shows one prove about transformation history of Sundanese culture and Java culture.

Keywords: Wawacan Raden Panji Atmaka, historical aspect, history.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 2, No 1, Maret 2010

Penanaman Nilai Budaya Melalui Permainan Anak di Kabupaten Garut

Oleh Enden Irma Rachmawaty

Abstrak
Penelitian yang berjudul Penanaman Nilai Budaya melalui Permainan anak di Kabupaten Garut ini, bertujuan mengkaji nilai-nilai budaya yang terkandung dalam permainan. Pengakajian nilai-nilai budaya ini menggunakan metode deskriptif analisis. Apabila kita amati tentang jenis-jenis permainan anak dewasa ini, keberadaannya sudah kurang diminati bahkan kurang mendapat perhatian dari masyarakat pemiliknya, namun bila kita mendalami unsur-unsur yang terkandung dalam permainan anak-anak tersebut, banyak sekali nilai-nilai filosofis dan kearifan lokal yang tertanam dalam permainan anak, nilai budaya tersebut salah satunya adalah bentuk ketahanan budaya. Selain itu dalam permainan anak-anak itu banyak sekali nilai-nilai pembelajaraan yang bersifat demokratis (keadilan dan penerapan sanksi bagi yang melanggar) dan untuk belajar memulai kehidupan sosial anak (nilai untuk kerjasama dan menumbuhkan hasrat untuk berpikir dan berstrategi) dan belajar menjadi seorang pemimpin.

Kata kunci: budaya, nilai, permainan anak.

Abstract
This research entitled The Cultivation of Cultural Values through Childs Games in Garut District, aims to to examine the culture values contained that contained in child and. This culture values research is using an deskriftif analysis method. If we watch about the recent child games, its existance is alreadylossing the interst from its onner, but if we explore deeper the contained element on these chil games, there lot of philosphical values and the local wisdom embendded on it. And one of them is culture resilience. Aside from these child games have a lot of democratically learning values (justice and purishmaeat for the the ones who discovery) and to start the social living (cooperative values and growing ambition’s to think and to from strategies) and also to learn to be a team leader.

Keywords: cultural, values, children games.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 2, No 1, Maret 2010

Sistem Pengobatan Tradisional pada Masyarakat Giri Jaya

Oleh Ani Rostiyati

Abstrak
Pada hakekatnya pengobatan tradisional merupakan bagian kebudayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya secara lisan atau tulisan. Oleh sebab itu kepercayaan terhadap pengobatan tradisional dapat terus bertahan, walaupun praktik biomedik kedokteran mengalami perkembangan. Untuk penyembuhan penyakit, dalam sistem pengobatan tradisional dicari lebih dahulu penyebab sakit atau etiologinya. Konsep etiologi ini perlu diketahui sebagai dasar untuk mendiagnosa penyakit yang kemudian diperlukan untuk menentukan cara-cara pengobatannya. Demikian pula pada masyarakat di Desa Giri Jaya Kabupaten Sukabumi yang menjadi lokasi penelitian, sebagian besar masyarakatnya masih melakukan pengobatan tradisional meskipun pengobatan modern telah dikenal. Untuk itu tulisan ini akan mengupas bagaimana persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit, etiologi (sebab sakit), ciri penyakit, dan cara pengobatannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan tipe penelitian deskriptif.
Kata kunci: pengobatan tradisional, etiologi, Giri Jaya.

Abstract
In essence, traditional medicine is part of culture passed from generation to generation orally or in writing. Therefore, trust to the traditional treatment can continue to survive, although the practice of biomedicine medical growth. To cure disease, the traditional treatment system first sought the cause of illness or etiology. The concept of etiology is necessary to know as a basis for diagnosing a disease that then needed to determine the ways of treatment. Similarly in Desa Giri Jaya the regency of Sukabumi who became the location of research, most people still make traditional medicine even though modern medicine has known. Therefore this writing will discuss how the public perception of healthy and sick, etiology (cause pain), characteristic of the disease and how to treat it. This research uses qualitative approach and descriptive research type.

Keywords: traditional medication, etiology, Giri Jaya.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 2, No 1, Maret 2010

Lawatan Sejarah 2016; Bangun Kesadaran Sejarah Atasi Disintegrasi Bangsa

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Kehidupan berbangsa dan bernegara, kerap dibayangi masalah disintegrasi bangsa. Untuk mengatasinya, maka perlu dibangun kesadarab sejarah untuk seluruh rakyat Indonesia.

Demikian 'benang merah' yang diperoleh dari diskusi dan Lawatan Sejarah 2016 yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudyaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat, Senin-Rabu (28-30/3) di Provinsi Lampung. Sebanyak 150 peserta yang merupakan siswa SMA dan guru pembimbing dari Provinsi Jabar, Banten, dan Lampung ikut dalam lawatan sejarah ini.

Kepala BPNB Jabar, Toto Sucipto mengatakan, dengan kesadaran sejarah, bangsa Indonesia akan memiliki pondasi yang kuat sebagai landasan berdiri bagi eksistensinya. Menurutnya, ada tiga alasan utama bahwa kesadaran sejarah itu memberikan ikatan yang kokoh bagi semua komponen bangsa.

Ketiga alasan itu adalah pertama kesadaranan sejarah menyadarkan bahwa sebagai bangsa Indonesia masyarakat memiliki masa lalu yang sama. Yakni masa patih getirnya dijajah oleh bangsa asing.

Kedua, dengan kesadaran sejarah, maka rakyat memiliki masa kini yang sama. Yaitu masa sekarang yang penuh dengan tantangan untuk tetap setia memegang tegus semangat dan jiwa 'Sumpah Pemuda'. "Dan ketiga, dengan kesadaran sejarah, kita juga memiliki masa depan yang sama," ujarnya.

Dikatakan Toto, kondisi masa kini yang masih jauh dari harapan dan cita-cita kemerdekaan bahkan melenceng, telah menimbulkan keraguan tentang eksistensi NKRI. Namun, ucap dia, dengan rasa hayat historis yang dimiliki, bangsa ini yakni bahwa cita-cita kemerdekaan akan mampu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

"Karena itu, salah satu kegiatan yang mencoba menanamkan kesadaran historis adalah lawatan sejarah," kata Toto.

Kegiatan yang edutainment ini, mengajak peserta untuk menjelajahi jejak peradaban masa lampau. Menurut penggagasnya Susanto Zuhdi, lawatan sejarah akan membantu masyarkat memahami sebuah perjalanan ke-Indonesiaan melalui rajutan simpul-simpul perjuangan bangsa.

Dikatakan Arief, guru pembimbing SMA 8 Cirebon yang turut dalam lawatan itu, selama ini pembelajaran sejarah di sekolah cenderung mengutamakan sisi kognitif saja. Siswa, diakuinya, diajari untuk memperkuat ingatan tentang angka-angka tahun dari suatu peristiwa.

"Akibatnya, pembelajaran menjadi kering dan minim daya kritis. Tapi coba lihat dengan lawatan sejarah yang diadakan BPNB ini, siswa menjadi lebih kreartif. Karenanya, saya sangat mengapresiasi kegiatan ini," katanya.

Jabar Hanya Daftarkan 13 Warisan Budaya tak Benda Tahun Ini

BANDUNG, (PR).- Hingga batas waktu pendaftaran ke Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (21/3/2016), Jawa Barat hanya mengusulkan 13 warisan budaya tak benda.Pendaftaran dan pengakuan warisan budaya tak benda masih dirasakan belum mendatangkan manfaat bagi pemerintah daerah dan masyarakat pemiliknya.

“Memang ironis, di satu sisi ada pengakuan Jawa Barat kaya akan karya budaya. Namun, dalam hal pencatatan dan pendokumentasian Jawa Barat masih kalah dengan daerah lainnya,” kata Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, Toto Sucipto, akhir pekan lalu, di ruang kerjanya Kantor BPNB Jabar, Jalan Cinambo, Kota Bandung.

Menurut dia, saat diungkapkan pada kegiatan sosialisasi penetapan warisan budaya tak benda dan hak kekayaan intelektual yang diselenggarakan Disparbud Jabar 17-18 Maret 2016) lalu, banyak peserta dari dinas atau instansi kebudayaan merasa bingung karena tidak tahu. Hingga batas akhir pendaftaran, menurut Toto, warisan budaya tak benda yang didaftarkan baru 13. Warisan budaya itu adalah angklung badeng, lais, tarawangsa, surak ibra, tarling, penca, ronggeng bugis, topeng randegan, mapag tamba, ngalungsur geni, raengan, kelom geulis, dan lukis kaca Cirebon.

“Dari 13 warisan budaya tak benda Jabar yang sudah didaftarkan baru penca dan kelom geulis saja yang sudah memenuhi kelengkapan. Itupun penca dan kelom geulis tahun sebelumnya sudah didaftarkan tapi ditangguhkan karena kekurangan kelengkapan data. Sisanya sebatas mendaftarkan dengan mengisi formulir,” ujar Toto.

Hal itu menurut Toto, selain tidak adanya kepahaman instansi terkait yang mengurus di pemerintah daerah, juga tidak mendapat dukungan komunitas. Mereka merasa tidak perlu mendaftarkan karena tidak akan mendapat keuntungan (materi) apa pun. Padahal, pencatatan dan pendaftaran WBTB sangat diperlukan agar generasi yang akan datang minimal mengetahui nama, bahwa di wilayahnya pernah ada budaya yang merupakan warisan budaya tak benda.

Selain masih minimnya warisan budaya tak benda Jabar yang didaftarakan, ia juga menyoroti jumlah warisan budaya tak benda Jabar yang sudah terdaftar di Kemendikbud. Berdasarkan catatan, dari 947 jenis yang terdaftar di BPNB Jabar, baru 447 yang terdaftar di Dirjen Kebudayaan Kemendikbud. Sejumlah ***

Jejak Tradisi Daerah Kasepuhan Cipta Mulya dan Sinaresmi Bersama BPNB Jawa Barat (2)

Dalam suasana pagi yang dingin berselimut kabut, udara pun terasa sejuk dengan keindahan panorama alam Cipta Mulya, terlihat para peserta berkelompok sedang bersiap-siap mengikuti kegiatan di hari kedua dari rangkaian Jejak Tradisi Daerah (Jetrada) 2016, Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat (BPNB).

Di hari kedua, peserta diajak berjalan menuju Kasepuhan Sinaresmi. Dengan waktu tempuh sekitar 15 menit dengan kondisi jalan yang turun – naik, membuat banyak peserta terlihat kelelahan. Namun sesampai di Kasepuhan Sinaresmi, peserta kembali bersemangat karena terbawa suasana kampung yang asri, sejuk, dan warga yang ramah. Rombongan diterima Sesepuh Sinaresmi, Abah Asep (50) dengan prosesi secara simbolis pemasangan iket kepada Kepala BPNB Jabar, Toto Sucipto, diiringi alunan angklung dogdog lojor. Dilanjut dengan menyantap hidangan makan pagi.

jetrada B2Di sana, peserta secara kelompok melakukan penelitian tentang Kasepuhan adat Sinaresmi yang meliputi hal sistem organisasi sosial, sistem kepemimpinan, sistem religi dan kepercayaan, sistem teknologi tradisional, kesenian, pengobatan tradisional, sistem pengetahuan dan pendidikan, sistem ekonomi dan pertanian.

Salah satu keunggulan yang dimiliki Kasepuhan Sinaresmi, yakni bidang pertanian. Mereka memiliki varietas padi endemik sebanyak kurang lebih sebanyak 65 jenis. “Ya sekarang ada sekitar 65 jenis padi atau pare asli dari sini, dulu sebenarnya sampai 80 jenis namun karena faktor alam mulai berkurang jenisnya. Sekarang kami sedang mengupayakan untuk menghakpatenkan semua jenis padi tersebut,” papar Abah Asep.

Setelah istirahat dan makan siang, peserta dihibur dengan kesenian tradisional khas Sinaresmi yaitu Debus dan Lais. Atraksi yang diiringi alunan musik angklung dogdog lojor tersebut, membuat para peserta perempuan menjerit histeris karena merasa ngeri. Ada adegan Debus yang menyayat lidah, tangan dengan golok. Dan atraksi Lais, dimana seorang pemuda bergelantung dengan tali di atas tiang bambu yang tinggi tanpa pengaman. Lepas hiburan tradisional tersebut, rombongan pun kembali ke Cipta Mulya.

Malam harinya, kegiatan dilanjutkan pementasan aksi peserta secara kelompok. Ada yang berpentas tari, silat, sampai drama. Kegiatan juga turut dimeriahkan dengan penampilan kesenian tradisional Cipta Mulya, yakni Jipeng dan Angklung Buhun. Seni Jipeng yang cukup menarik perhatian karena memakai alat musik modern seperti terompet yang dikolaborasikan dengan gamelan Sunda.har

Kegiatan di hari ketiga yang merupakan kegiatan terakhir dari rangkaian Jetrada diisi dengan presentasi peserta secara kelompok. Persentasinya hasil dari penelitian dan pengamatan mereka di lapangan seputar kehidupan masyarakat adat Kasepuhan Cipta Mulya dan Sinaresmi.

jetrada B3Sekitar pukul 10 siang kegiatan pun beres dan ditutup secara resmi Kepala BPNB Jabar, Toto Sucipto. “Hasil dari kegiatan Jetrada ini, kami sudah mengantongi 9 peserta yang akan kami bawa ke Jejak Tradisi Nasional. Peserta yang terpilih ini kami nilai dari awal hingga akhir rangkaian kegiatan dan akan kami hubungi nanti secara langsung, jadi tidak diumumkan sekarang,” ujar Toto dalam sambutannya.

Ke depannya, Toto pun berharap kegiatan Jetrada ini akan terus berlanjut. “Jetrada dan Laseda merupakan dua program unggulan kami, ke depannya ada keinginan menambah jumlah peserta. Kemudian kegiatan ini semoga bermanfaat untuk para peserta sebagai generasi penerus untuk melestarikan warisan budaya Indonesia. Mengenal tradisi untuk mencintai negeri!” harapnya menutup rangkaian Jetrada 2016. (IWN)

Jejak Tradisi Daerah Kasepuhan Cipta Mulya dan Sinaresmi Bersama BPNB Jawa Barat (1)

Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat kembali menggelar kegiatan Jejak Tradisi Daerah (Jetrada) ke Kasepuhan Cipta Mulya dan Sinaresmi. Diikuti sekitar 150 peserta dari pelajar dan guru pembimbing tingkat SMA/SMK yang berada di wilayah kerja BPNB Jabar meliputi Jawa Barat, Jakarta, Banten, dan Lampung. Kegiatan berlangsung selama tiga hari dari tanggal 2 – 4 Mei 2016.

JETRADA 3“Jetrada 2016 kita adakan di Kasepuhan Cipta Mulya dan Sinaresmi yang berlokasi di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pesertanya sekitar 150 peserta dan kalau dijumlah dengan panitia berjumlah 173 orang. Karena kunjungannya ke kampung adat, jadi kami mengusung tema ‘Mengenal Kearifan Lokal, Memahami Keragaman Budaya’,” papar Ketua Pelaksana Yudi Putu Satriadi di sela-sela kegiatan.

Bertepatan dengan Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) yang jatuh tanggal 2 Mei, kegiatan pun diawali dengan upacara peringatan Hardiknas yang dipimpin Kepala BPNB Jabar, Toto Sucipto, bertempat di Kantor BPNB Jabar, Jalan Cinambo No. 136, Bandung, Senin (02/05/16). Kemudian rombongan dilepas secara resmi sekitar pukul 8 pagi.JETRADA 2

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan selama kurang lebih 10 jam, akhirnya rombongan pun tiba di Kasepuhan Cipta Mulya. Mereka disambut alunan musik Angklung Buhun dan langsung diterima Sesepuh Cipta Mulya, Abah Hendri (46). Dilaksanakan juga prosesi pengenaan iket untuk peserta laki-laki dan sinjang untuk perempuan. Selanjutnya para peserta diterima di Imah Gede dan menyantap makan malam yang sudah disediakan. Peserta pun bermalam di rumah-rumah warga sekitar.

Malam harinya, kegiatan diisi pemaparan tentang Kasepuhan Cipta Mulya oleh Abah Hendri, pemaparan materi dari Kepala BPNB Toto Sucipto, dan penyuluhan bahaya narkoba yang disampaikan Kapolsek Cisolok, Hotman Situmorang. Meskipun ditemani dinginnya malam dan rintikan air hujan, namun para peserta tetap bersemangat mengikuti kegiatan. (IWN)

BPNB Jabar Gelar Lawatan Sejarah Daerah Lampung Bersama Ratusan Pelajar

Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB ) Jawa Barat kembali menggelar kegiatan Lawatan Sejarah Daerah (Laseda) 2016 ke Provinsi Lampung. Provinsi Lampung menjadi pilihan kunjungan karena memang masuk wilayah kerja BPNB Jabar yang meliputi Lampung, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari mulai 28 sampai 30 Maret 2016 tersebut, diikuti sebanyak kurang lebih 150 peserta pelajar tingkat SMA dan guru-guru pembimbing yang mewakili ke empat wilayah kerja BPNB Jabar.

“Lawatan sejarah tahun ini dipilih Lampung karena sudah lama kita tidak melaksanakannya di sana. Kali ini diikuti sebanyak 150 siswa, mayoritas siswa dari Provinsi Lampung. Dari Bandung kami hanya membawa setengahnya,” papar Toto Sucipto, Kepala BPNB Jabar saat pelepasan rombongan (27/03/16) di Kantor BPNB Jabar, Jalan Cinambo No. 136 Bandung.

lampung 2Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan menyeberang Selat Sunda selama dua jam, akhirnya rombongan pun tiba Senin pagi (28/03/16) dan langsung disambut jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Prov. Lampung di Masjid Kubah Intan, Kalianda, Lampung. Kemudian diteruskan menuju lokasi lawatan pertama ke Makam Radin Intan II yang merupakan salah satu pejuang Lampung.

Di hari pertama, kegiatan pun diisi pula dengan penyuluhan anti narkoba dari BNN Lampung dan pemaparan objek-objek sejarah di Lampung dari Disdikbud Prov. Lampung. Selanjutnya pada hari kedua dan ketiga, peserta diajak melawat ke situs-situs bersejarah dan kegiatan lainnya yang ada di wilayah Lampung, diantaranya Situs Purbakala Pugung Raharjo di Lampung Timur, Museum Negeri Lampung “Ruwa Jurai”, praktik membatik dari UKM Sentra Batik Lampung, dan Sentra oleh-oleh keripik pisang khas Lampung.

Selama kegiatan para peserta terlihat begitu semangat dan antusias mengikutinya, seperti yang diungkapkan M. Ghyfari perwakilan dari SMAN 1 Cilegon, Banten, “Saya senang mengikuti kegiatan ini, selain menambah pengetahuan tentang kesejarahan di Lampung, saya juga bisa bertukar budaya, seperti bahasa dari daerah lain dengan teman sebaya. Ini juga sebagai bentuk pelestarian budaya bangsa”.

Kegembiraan yang sama juga dirasakan, Ambar Dewati, dari SMAN 1 Pekalongan, Lampung Timur. “Saya merasa sangat gembira bertemu duta-duta pilihan dari sekolah masing-masing, banyak unsur candaan jadi lebih erat silaturahmi,” paparnya.

Saat penutupan kegiatan, BPNB Jabar yang diwakili Agus Setiabudi, Kasubbag TU BPNB Jabar mengatakan, “Alhamdulillah kegiatan lawatan sejarah di Lampung yang berlangsung selama tiga hari berjalan lancer. Terima kasih kepada para peserta yang tetap semangat belajar sejarah meskipun medan cukup berat. Mudah-mudahan ke depannya kita dapat menambah kuota peserta hingga 200 peserta”. (IWN)

Kampung Adat Cikondang, Merawat yang Tersisa

BANGUNAN fisik yang menunjukkan kampung adat dari ratusan tahun lalu telah lenyap ditelan api. Jejak peninggalan leluhur hanya tersisa di satu rumah adat yang disebut Bumi Adat. Dari sana, nilai-nilai kearifan hidup peninggalan leluhur terus dirawat dan diterapkan sehari-hari.

Suasana Kampung Cikondang, Minggu (10/11/2013) siang, terlihat sepi. Hanya terlihat beberapa warga duduk dan bercakap-cakap.

Di kampung ini, berbicara dengan nada suara tinggi merupakan sebuah pantangan. Masih ada sejumlah pantangan dan nilai-nilai kearifan hidup yang dijunjung tinggi warga Cikondang sebagai sebuah kampung adat.

Nama Cikondang merupakan perpaduan antara sumber air (cai) dan pohon kondang. Kampung ini terletak di Kabupaten Bandung. Secara administratif, menjadi bagian Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan.

Kampung Cikondang berada di perbukitan Bandung Selatan di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, berjarak 38 kilometer dari Bandung.

Dulu di kampung yang diperkirakan berusia 300 tahun itu ada 40 rumah berbentuk rumah adat Sunda. Rumah umumnya dibangun dari bambu, baik dinding maupun lantainya, hanya tiang penyangganya kayu.

Rumah-rumah itu lenyap saat terjadi kebakaran besar tahun 1942. Hanya tersisa satu rumah, yakni Bumi Adat.

Pembagian ruang

Bangunan itu berbentuk rumah panggung. Di dalamnya terdapat dua kamar. Satu kamar untuk juru kunci (kuncen), satu lagi untuk menyimpan beras, disebut goah.

Bagian rumah lain terdiri atas ruang tengah yang menyatu dengan dapur. Dapur hanya digunakan untuk menanak nasi.

Di dalam Bumi Adat tidak banyak terdapat perlengkapan rumah tangga, kecuali lemari dan sejumlah peralatan makan dan minum untuk menjamu tamu. Seluruh peralatan terbuat dari seng, sedangkan gelas terbuat dari tanah liat.

Karena listrik tidak boleh digunakan, penerangan di Bumi Adat menggunakan cempor (lampu minyak).

Sebagai bentuk penghormatan, setiap orang yang akan masuk diharuskan melangkah lebih dulu dengan kaki kanan. Perempuan yang tengah haid tidak diperbolehkan masuk karena rumah itu dianggap sebagai tempat suci.

Di bagian luar Bumi Adat terdapat bangunan berukuran lebih kecil yang menempel pada bangunan induk. Bangunan tersebut disebut bale-bale. Fungsinya untuk menyimpan berbagai bahan makanan.

Di luar bale-bale terdapat dapur yang biasa digunakan warga untuk memasak. Para ibu menggunakan dapur itu saat mempersiapkan hidangan untuk menyambut tamu atau ritual khusus, seperti ritual 15 Muharam.

Tidak jauh dari bale-bale terdapat lumbung padi. Sementara kamar mandi terletak sekitar 2 meter dari Bumi Adat.

Pengelolaan Bumi Adat dilakukan kuncen yang sekaligus menjadi tetua adat kampung. Dana pengelolaan diperoleh dari hasil sawah yang digarap para perawat Bumi Adat. Luasnya 200 tumbak. Satu tumbak setara dengan 14 meter persegi.

Saat ini di Kampung Cikondang banyak dibangun rumah besar dengan dinding dari bata dan semen. Hanya beberapa rumah yang masih menggunakan bambu. Sebagian lain kombinasi bata dan bambu.

Sebagai peninggalan leluhur, Bumi Adat menjadi pusat kegiatan warga Kampung Cikondang. Di sini, seluruh kearifan hidup yang diturunkan leluhur Kampung Cikondang dihidupkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kuncen Bumi Adat, Anom Juhana (67), mengatakan, setelah kebakaran besar yang melenyapkan puluhan rumah adat Kampung Cikondang, rumah adat tidak dibangun ulang. Rumah baru dibangun secara lebih modern. ”Ini sesuai pesan leluhur,” kata Juhana.

Namun, ada aturan yang harus dipatuhi. Seluruh bangunan rumah di Kampung Cikondang harus dibangun menghadap ke utara.

”Kalau Bumi Adat tidak boleh diubah. Istilahnya panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung. Tata cara adat, ukuran, dan bentuk rumah tidak boleh diubah,” katanya.

Bukan berarti Bumi Adat tidak boleh direvitalisasi. Tahun 2010, rumah itu direvitalisasi oleh Pemerintah Kabupaten Bandung dengan dana Rp 170 juta.

”Yang diganti adalah dinding dan atap, serta bambu-bambu yang dibelah sebagai ganti genteng,” kata Juhana. Bagian dinding rumah yang berusia 300 tahun tetapi dalam kondisi baik dipertahankan.

Perawatan rutin dilakukan lima juru rawat Bumi Adat. Salah satunya, Ajo (56), mengatakan, perawatan dilakukan setiap hari secara bergantian.

”Debu-debu dibersihkan, lantai disapu dan dipel. Kami mengurus seluruh lingkungan Bumi Adat dan menggarap sawah,” kata Ajo.

Nilai kearifan

Juhana mengatakan, tugasnya menjaga kelangsungan Bumi Adat agar tidak hilang, termasuk menjaga nilai-nilai kearifan yang diwariskan leluhur.

Nilai-nilai yang utama adalah tentang sopan santun. Nilai ini, antara lain, diimplementasikan dengan larangan berbicara keras, buang air sembarangan, hormat dan patuh kepada orang tua dan sesama.

Warga sangat menjunjung tinggi gotong royong. Hal ini dapat dilihat saat Bumi Adat menerima tamu atau melaksanakan ritual seperti syukuran seleh tahun mapag tahun atau menyambut 15 Muharam.

”Warga tanpa diundang sukarela membantu. Untuk menyambut 15 Muharam nanti, para ibu memasak nasi kuning dan tumpeng untuk dibagikan ke warga,” kata Juhana.

Ritual tersebut juga melibatkan warga di luar Kampung Cikondang. Mereka biasa mengirim berbagai jenis makanan dan bahan baku makanan saat ritual 15 Muharam digelar.

Namun, Juhana menyatakan, sebagaimana pesan leluhur, upaya duplikasi Bumi Adat dan upaya mengembalikan Kampung Cikondang seperti ratusan tahun lalu tidak akan dilakukan. Dia yakin, meski dari sisi fisik bangunan hanya tersisa Bumi Adat, nilai-nilai kearifan yang diwariskan leluhur Cikondang akan terus dijaga.

Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung, Yuzar Purnama, dalam penelitian berjudul Kepercayaan (Religi) Masyarakat Adat Kampung Cikondang Kabupaten Bandung yang dipublikasikan di situs BPNB Bandung menyatakan, pelestarian dan pengembangan kepercayaan di Kampung Cikondang perlu terus dipelihara. Hal itu karena upaya tersebut berdampak positif. (Dwi As Setianingsih)

Museum Ruwa Jurai, Destinasi Wisata Lampung Butuh Perhatian

Lampung - Bentuk bangunannya menggambarkan arsitektur tradisional Balai Adat Lampung (Sessat). Koleksi yang dipamerkannya merupakan semua jenis benda bukti materi hasil budaya manusia, alam, dan lingkungan.

Namun, koleksi yang disimpan di Museum Negeri Provinsi Lampung ‘Ruwa Jurai’ ini, mempunyai nilai bagi pembinaan dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan.

“Melalui museum ini, kita ingin memberikan bimbingan edukasi kultural tentang benda bernilai budaya dan ilmiah yang bersifat regional,” kata Kepala UPTD Museum ‘Ruwa Jurai’ Dra Zuraida Kherustika MM, seperti dilansir Republika.co.id, Sabtu (23/04/2016).

Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah kerja Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung, Jabar. Tiga provinsi lainnya adalah DKI Jakarta, Banten, dan Jabar.

Belum lama ini, sebanyak 150 peserta yang terdiri dari siswa SMA dan guru pembimbing, mengikuti lawatan sejarah daerah yang diadakan BPNB Jabar ke Provinsi Lampung. Salah satu kunjungannya adalah Museum Negeri Provinsi Lampung ‘Ruwa Jurai’m

Museum ‘Ruwa Jurai’ dirintis sejak 1975 dan baru diresmikan penggunaannya pada 24 September 1988. Saat itu, Menteri Pendidikan Fuad Hasan yang meresmikannya.

Keberadaan museum di tengah-tengah masyarakat Lampung perlu mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Sebab, koleksi yang terkumpul di museum adalah titipan kepercayaan masyarakat yang dikelola sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat.

Selain itu, peran museum dalam pembangunan daerah di antaranya adalah mebangun jatidiri, ketangguhan budaya dan kesadaran akan kemajemukan budaya serta meningkatkan keharmonisan masyarakat.

“Museum juga merupakan ‘jendela informasi budaya’ yang di dalamnya tersimpan sejarah peradaban manusia dan berbagai manifestasi kebudayaan dan kekayaan alam yang menunjang kehidupannya,” ujarnya.

Pemandu wisata Museum ‘Ruwa Jurai’ I Made Giri Gunadi mengatakan, koleksi museum diklasifikasikan dalam 10 jenis. Yakni, geologi, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika/heraldika, filologika, senirupa dan teknologika.

“Total koleksi yang dimiliki Museum Ruwa Jurai ini mencapai 4.747 buah,” ungkapnya. Sedangkan rata-rata jumlah pengunjung mencapai 7.500 hingga 10 ribu per bulan.

Dikatakan, untuk mendapatkan bimbingan dan informasi menyangkut museum dan koleksinya, pihak sekolah maupun masyarakat umum dapat memanfaatkan pelayanan bimbingan. Yakni, paket kebudayaan dengan materi prasejarah, kebudayaan Hindu-Budha, perawatan koleksi, sejarah perjuangan Rudin Inten II.

“Kita menyediakan tenaga pemandu yang ahli di bidangnya dan menggunakan peralatan pendukung yang memadai,” katanya.

Kepala BPNB Bandung, Jabar Toto Sucipto mengatakan, museum dapat menjadi sarana sumber belajar yang dapat memperluas pengetahuan pada khazanah budaya. Selain itu, dapat memperdalam pemahaman sejarah tentang perjuangan bangsa.

“Diharapkan, dengan keberadaan museum ini dapat mendorong kita untuk menghargai kebudayaan bangsa sendiri dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya. (*/R)

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung Melaksanakan Sosialisasi Penetapan WBTB Tahun 2016

Bandar Lampung (LN) -- Berdasarkan Peraturan Presiden RI No 17 tahun 2007 tentang pengesahan konvensi untuk perlindungan Warisan Budaya Takbenda (WBTB), Dinas Pariwisatan dan ekonomi Kreatif Provinsi Lampung melaksanakan sosialisasi penetapan warisan budaya takbenda (WBTB), pada tgl 28 maret 2016 jam 10.00 DI Bandar Lampung, yang dihadiri Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung yang diwakili ibu Dra Hanita Farial M. Si. Sekretaris DISPAREKRAF Provinsi Lampung, kepala bidang ekraf ibu. Dra. Djuwita Novrida MM, Nara sumber utama Kepala BPNB bandung Bp. Drs. Toto Sucipto, Kepala seksi Ekraf berbasis kerjasama dan fasilitas ibu. Marlina SH, MM, kepala seksi ekraf berbasis seni dan budaya, kepala seksi berbasis media desain dan IPTEK ibu. Mahdalena S.Sos,serta kepala dinas/kepala bidang atau perwakilannya dari 15 kabupaten/kota, dan nara sumber WBTB 15 kabupaten kota.

Sambutan pembukaan yg disampaikan oleh Ibu Dra Hanita Farial M. Si. Sekretaris DISPAREKRAF Provinsi Lampung sebagai wakil dari kepala DISPAREKRAF Provinsi LAMPUNG, mengungkapkan : “atas landasan UUD 1945 pasal 32 bahwa negara memajukan kebudayaan nasional indonesia ditengah-tengah peradaban dunia dengan memberikan kebebsan kepada masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya”, PP RI no 78 tahun 2007 tentang pengesahan konvensi untuk perlindungan Warisan Budaya Takbenda (WBTB)” maka kami DISPAREKRAF Provinsi Lampung melaksanakan tugas kegiatan sosialisasi pencatatan dan penetapan WBTB di 15 kabupaten/kota”

“dan perlu diketahui bahwa dalam kurun waktu 3 tahun (2013-2015) DISPAREKRAF Provinsi Lampung sudah menambah 11 (sebelas ) karya budaya dari Provinsi Lampung yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) antara lain : Tapis, Muayak, Gamolan, Sigeh Penguten,Tari melinting, Lamban Pesagi, Sekura Cakak Buah, sulam usus, Cakak Pepadun, Gulai Taboh, seruit, kemudian th 2016 DISPAREKRAF Provinsi Lampung juga juga mengajukan Usulan Penetapan sebanyak 5 (lima) karya budaya provinsi Lampung antara lain : Warahan, Kekinciran, Maduaro, Aksara Lampung, dan Kulineri khas lampung” ungkap ibu Dra Hanita Farial M. Si. yang dilanjutkan dengan pengetukan palu 3X sebagai tanda resmi di bukanya Sosialisasi Penetapan WBTB dan dilanjutkan dg pemberian Atribut kepada salah satu peserta Sosialisasi Penetapan WBTB.

Dan Kepala Bidang EKRAF Dra. Djuwita Novrida MM, sebagai penyelenggara Sosialisasi Penetapan WBTB mempersilahkan nara sumber utama dari Kepala BPNB Bandung Bp. Drs. Toto Sucipto untuk menyampaikan kepada para peserta. Kemudian acara dilanjutkan oleh nara sumber utama dari Kepala BPNB Bandung Bp. Drs. Toto Sucipto yang didampingi Modurator acara Sosialisasi Penetapan WBTB Bp. Drs. Indra Jamal Nur dan Ibu Budi Hartawanita S.IP.

Dalam penyampaian kepala BPNB Bandung Bp. Drs. Toto Sucipto “bahwa WBTB di Indonesia itu sangat banyak sekali namun baru di akui oleh UNESCO 7(TUJUH) karya budaya bangsa indonesia. Antara lain Wayang, Keris, Batik, Angklung, Tari saman, Noken, dan tenun ikat samba.” Ungkap beliau

Dan acara tersebut ditutup oleh Ibu Marlina SH, MM, Kepala seksi Ekraf berbasis kerjasama dan fasilitas,sebagai ketua penyelenggara sosialisai Penetapan WBTB Provinsi Lampung tahun 2016. Alhamdulillah acara tersebut dilaksanakan dengan sukses dan cukup tanggap serta kreatif dari peserta Sosialisasi Penetapan WBTB 15 kabupaten kota, dan acara tersebut berakhir pada pukul 17. 15 WIB.

Sumber : LN/EG

Pembukaan Jejak Tradisi Nasional (JETRANAS) 2015

Surabaya – Pengenalan dan pemahaman keragaman budaya termasuk tradisi di Indonesia yang diupayakan oleh Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tertuang dalam Jejak Tradisi Nasional (JETRANAS) 2015 yang resmi dibuka pada (10/0815) di Ruang Dragon Hotel Oval, Jalan Diponegoro 23, Surabaya, Jawa Timur. Acara yang menghadirkan 44 orang siswa-siswi peserta terbaik Jejak Tradisi Daerah (JETRADA) dan 70 siswa-siswi tingkat SMU/sederajat kota Surabaya ini mengusung tema “Harmoni dalam Keragaman”.

Acara pembukaan JETRANAS 2015 diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama, tarian penyambutan yaitu Tari Remo dan Tari Serampang Dua Belas yang diwakili oleh UPT Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB Aceh), laporan ketua pelaksana Ibu Sri Hartini selaku Direktur Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi yang turut menyampaikan bahwa perbedaan dan keragaman yang harus dipersandingkan agar menjadi sebuah harmoni, dilanjutkan tarian kolaborasi tiga daerah (Padang, Bengkulu, dan Palembang).

Tri Rismaharini, walikota Surabaya, turut menyampaikan sambutannya. “Kita ini adalah satu, satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air. Satu negara yang mempunyai keragaman budaya dan bahasa yang bermacam-macam, cuma di Indonesia. Jangan cari perbedaannya, carilah persamaannya. Mari kita bergandengan tangan dengan erat, agar menjadi kuat, agar tidak ada satu pun negara yang berhak menaklukkan kita. Kekuatan kita adalah keberagaman,” ujarnya.

Acara dilanjutkan dengan atraksi tari Ja’i dari Nusa Tenggara Timur, lagu dan pantun yang dibawakan oleh perwakilan BPNB Pontianak, serta sambutan sekaligus pembukaan Kacung Marijan, Direktur Jenderal Kebudayaan.

“Saya yakin, semangat itu akan menjadi inspirasi. Jangan segan-segan untuk memiliki impian. Warisan budaya Indonesia yang telah ditetapkan semakin meningkat jumlahnya, saya mendapatkan semangat dari Bu Risma untuk mengusulkan lebih banyak warisan budaya. Semoga bermanfaat, adek-adek semangat, hidup budaya Indonesia! Mari kita wujudkan impian kita. Secara resmi, acara JETRANAS saya nyatakan resmi dibuka,” demikian sambutan dan pesan Kacung Marijan menjelang detik-detik pembukaan JETRANAS 2015.

Atraksi Tari Jaipong dari perwakilan BPNB Bandung, penyerahan cinderamata kepada Tri Rismaharini walikota Surabaya, penyematan tanda peserta oleh Kacung Marijan kepada tiga perwakilan peserta Jejak Tradisi Nasional 2015, pemberian plakat kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, serta foto bersama menutup rangkaian acara pembukaan JETRANAS 2015.

Rangkaian kegiatan Jejak Tradisi Nasional (JETRANAS) selama empat hari ke depan yaitu pengarahan serta pembagian kelompok peserta, di mana setiap kelompok mengumpulkan data tradisi melalui pengamatan dan wawacara terhadap para pelaku budaya (narasumber), mengumpulkan data yang disusun dalam bentuk laporan karya yang akan dipresentasikan dan dinilai oleh tim pembahas untuk menentukan tiga kelompok peserta terbaik. Materi yang ada dalam JETRANAS 2015 antara lain tatah wayang kulit, pedalangan, karawitan, ludruk, teknik pembuatan gamelan, bangunan tradisional, ludruk, tari remo, pakaian tari, pakaian pengantin tradisional, topeng Malang, batik dan reog.

Penyelenggaraan JETRANAS bertujuan agar generasi muda dapat mengetahui, mengenali, serta memahami keragaman budaya tradisi yang ada di Indonesia, menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap budaya yang berbeda sebagai langkah antisipasi pertentangan/konflik sosial yang marak akhir-akhir ini. Pendidikan budaya dalam Jejak Tradisi Nasional diharapkan mampu memberi variasi segar dalam sistem pengajaran secara simulatif agar siswa tidak merasa jenuh dengan pengajaran secara tatap muka.

Satu Abad Jenderal Sudirman, Kemendikbud Gelar Lawatan Sejarah Nasional

Jakarta - Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar Lawatan Sejarah Nasional (Lasenas) 2016. Kegiatan yang rencananya digelar pada 25-29 juli 2016 itu merupakan bagian dari peringatan satu abad Jenderal Sudirman.

Plt Direktur Sejarah, Direktorat Jederal Kebudayaan, Kemendikbud Taufik Hanafi menjelaskan lawatan sejarah tersebut merupakan napak tilas sejarah perjuangan Jenderal Sudirman selama melakukan perang gerilya. "Berawal dari rumah dinas Jenderal Soedirman di Yogyakarta, kemudian ke beberapa tempat lainnya di Pacitan, hingga Nganjuk," tuturnya di Jakarta, Senin, 23 Mei 2016.

Dia menjelaskan, Lasenas tersebut merupakan bentuk pengenalan sejarah pada generasi muda dengan metode napak tilas, dan tanpa harus mendikte atau menggurui.

Selain melawat tempat-tempat bersejarah sesuai jalur gerilya Jenderal Sudirman, menurut dia, nantinya peserta Lasenas juga akan bertemu dengan saksi sejarah atau keluarga pahlawan, dialog interaktif sejarah, hingga lomba karya tulis sejarah.

"Diharapkan ini menjadi sumber inspirasi generasi muda untuk menumbuhkan kesadaran sejarah, dan memahami nilai-nilai kepahlawanan," katanya.

Lasenas ditargetkan akan diikuti 200 peserta. Peserta merupakan Siswa tingkat SMA sederajat, yang sebelumnya terpilih dan ditetapkan dari hasil Lawatan Sejarah Daerah (Laseda). Laseda sebelumnya digelar oleh 11 Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) di seluruh Indonesia.*** (Siska Nirmala Puspitasari)

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com

Popular Posts