Topeng Cirebon identik dengan Kota Cirebon. Berbicara tentang Topeng Cirebon tidak terlepas dari sosok pembuat kedok topeng yaitu Hasan Nawi. Abah Nawi, sebutan untuk Hasan Nawi, dikenal sebagai seniman, bahkan merupakan maestro pengrajin topeng Cirebon. Ia lahir pada 16 Mei 1932 di daerah Sunyaragi Kota Cirebon.
Hasan Nawi adalah anak ketiga dari pasangan Sampi (ibunya) dan Ikram (ayahnya). Hasan Nawi menempati rumah di Kampung Mandalangan RT 02/RW 05 Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon, kampung yang berada di belakang Keraton Kasepuhan Cirebon yang penuh dengan nuansa budaya.
Masa kecil di Kampung Mandalangan, membuat darah seni mengalir padanya. Secara tidak langsung jiwa seni dalam diri Hasan Nawi sebagian besar tergali dan terasah oleh lingkungan pergaulannya Pada masa kecil dan remaja, Hasan Nawi memang sering bermain ke kampung tersebut. Di Kampung Mandalangan, dia banyak bergaul dengan orang-orang yang berasal dari lingkungan Keraton Kasepuhan, satu kawasan yang dikenal begitu kuat dalam melestarikan kebudayaan leluhurnya. Selain mendapat banyak teman, dia juga bersentuhan dengan budaya yang hidup dan berkembang di dalamnya.
Dia begitu terbiasa dengan beragam aktivitas budaya yang berlangsung di lingkungan keraton. Ternyata, dia juga memendam minat yang kuat terhadap kebudayaan daerahnya, termasuk apa yang ada di lingkungan keraton. Ketertarikan itu diekspresikan dengan belajar menari topeng, menabuh gamelan, bermain tarling, dan melukis hingga dia benar-benar piawai dalam bidang tersebut. Bahkan khusus untuk kesenian topeng, dia memiliki grup tari sendiri. Di Kampung Mandalangan inilah Hasan Nawi pernah ngawula di Keraton Kasepuhan.
Keluarga inti Hasan Nawi dimulai saat dia menikah pada usia 25 tahun dengan seorang perempuan bernama Supinah, yang berasal dari Cirebon. Dari pernikahan tersebut, dia memiliki keturunan enam orang, yang terdiri atas Maman Suparman, Siti Habibah, Yayat Sukarya, Uuk Sukarna, Adi Supriadi, dan Agus Mulyadi. Selain menikahi Supinah, dia juga menikahi perempuan asal Kampung Mandalangan yang bernama Titin Supriatin. Dari pernikahannya yang kedua, dia mendapat satu orang keturunan, yakni Nani Sumarni. Di lingkungan keluarga dan tempat dia bekerja, Hasan Nawi dikenal tegas dan disiplin. Begitu pula ketika dia sedang berkarya membuat topeng, dia selalu fokus seolah tak ingin ada orang yang mengganggunya.
Aktivitas Hasan Nawi sebagai Seniman Topeng dan Tarling
Semasa remaja, Hasan Nawi telah memiliki minat dan bakat di bidang seni dan budaya Cirebon. Menurut salah satu putranya (Uuk Sukarna yang bekerja di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Cirebon) Hasan Nawi lebih memfokuskan pada seni rupa (www.cirebontrust.com). Setelah itu Hasan Nawi lebih tertarik pada seni topeng dan kedok topeng. Alasannya pada kedok topeng mengandung tuntunan untuk manusia dalam menghadapi kebatilan di dunia. Ketertarikannya Abah Nawi sebagai pembuat kedok topeng diawali dengan ketertarikannya akan cerita sejarah mengenai tari topeng itu sendiri. Menurut sejarahnya, tari topeng mulai ada pada masa pemerintahan Majapahit pada abad ke-10. Pada masa Prabu Jayanegara, topeng purwa diukir oleh seorang pemuda bernama Dipa. Ia berasal dari kasta paria yaitu kasta yang paling bawah. Dipa membuat membacam-macam kedok sakti untuk menyelamatkan putri Tri Tungga Buana dari tingkah laku adiknya Jayanegara. Dari ketertarikanya pada cerita sejarah topeng Hasan Nawi pun mulai tertarik pada seni topeng.
Ketertarikannya pada seni topeng mulai ditekuni ketika Hasan Nawi mulai bekerja di Dinas Penerangan. Untuk mengisi waktu senggangnya dengan membuat kedok topeng dan bermain tarling. Ia juga membuat drama humor yang dipentaskan di tingkat kampung. Meskipun ia bekerja pada instansi pemerintah yang begitu sibuk, Hasan Nawi masih mengisi waktu-waktu luangnya dengan menekuni topeng, baik sebagai penari topeng maupun sebagai pembuat kedok topeng.
Karakter topeng yang ia buat adalah Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung, Kelana, dan karakter bodoran seperti aki-aki (yaitu raut wajah seorang kakek-kakek yang terlihat jelas melalui garis kerutan dan jumlah giginya), dan pentul (yang menggambarkan hidungnya bulat besar dan mataya sipit).
Selain membuat topeng, Hasan Nawi bergabung dengan grup kesenian, bahkan dalam kelompok kesenian tersebut Hasan Nawi berperan sebagai pemimpinnya. Ia bersama para penari dan nayaga yang tergabung dalam grup kesenian yang dipimpinnya kerap mendapat kesempatan untuk pentas dalam berbagai kesempatan dan tempat pertunjukan. Selain piawai menari, menabuh gamelan, dan mengelola grup tari, dia juga berupaya membuat sendiri properti yang digunakan dalam kesenian topeng. Salah satu properti yang dibuat oleh dia dan membuatnya dikenal sebagai seniman bahkan didapuk sebagai maestronya adalah topeng Cirebon yang khas.
Topeng Cirebon adalah topeng yang terbuat dari kayu yang cukup lunak dan mudah dibentuk namun tetap dibutuhkan ketekunan, ketelitian yang tepat, serta membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam proses pembuatannya. Topeng Cirebon yang dibuat Hasan Nawi ada sembilan (9). Lima topeng dikenal dengan istilah topeng panca wanda atau topeng ksatria, dan yang empat lagi disebut topeng punakawan. Disebut topeng panca wanda karena ada lima jenis topeng khas Cirebonan dengan karakternya masing-masing yang melambangkan sifat-sifat manusia dalam kehidupan nyata. Kelima topeng tersebut adalah
(1) topeng panji, topeng berwajah putih yang melambangkan kesucian manusia seperti bayi yang baru lahir;
(2) topeng samba, topeng yang menggambarkan masa anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah;
(3) topeng rumyang, wajahnya menggambarkan masa akil balig pada seorang remaja;
(4) topeng putih atau tumenggung yang menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas, berkepribadian, dan bertanggung jawab; dan
(5) topeng kelana, yakni topeng yang menggambarkan seorang yang sedang marah. Topeng-topeng tersebut dibuat dalam jumlah terbatas hanya untuk digunakan oleh para penari yang menjadi binaannya.
Adapun yang dimasukkan ke dalam kelompok topeng punakawan di antaranya
(1) topengnyo semblep, menggambarkan seorang emban atau parkan atau juga seorang inang pengasuh;
(2) topeng jinggananom yang menggambarkan seorang abdi negara dan abdi masyarakat yang senantiasa menempatkan kepentingan pribadi atau golongan;
(3) topeng aki-aki yang menggambarkan kehidupan manusia di masa tua; dan
(4) topeng pentul yang menggambarkan seorang pawongan / punakawan yang selalu rendah hati, tidak sombong dan selalu setia kepada tuannya.Topeng tersebut biasanya digunakan saat acara bodoran atau kelucuan untuk mengundang gelak tawa penonton.
Berkesenian merupakan aktivitas yang dapat memberi kebahagiaan dan kepuasan batin seorang Hasan Nawi. Meskipun demikian, dia tidak menjadikan berkesenian sebagai mata pencaharian hidup utamanya. Dia lebih memilih untuk menjadi pegawai negeri sipil di Kantor Dinas Penerangan Kabupaten Cirebon, yang pada masa itu terletak di Jl. Tedeng, Cirebon. Dia berkarir di tempat tersebut sampai masa pensiun tiba. Dari sanalah sumber penghasilan utama bagi kelangsungan hidup dia dan keluarganya mengalir.
Hasan Nawi tidak pernah melupakan jiwa seninya, sekalipun sehari-hari dia sibuk sebagai pegawai Dinas Penerangan Kabupaten Cirebon. Jika ada waktu dan kesempatan, dia masih tetap menggelar pertunjukan topeng bersama grup keseniannya. Begitu juga dengan aktivitas membuat topeng untuk keperluan para penarinya masih tetap dilakukan setelah dia pulang dari tempatnya bekerja. Topeng-topeng tersebut dibuat dalam jumlah terbatas hanya untuk digunakan oleh para penari yang menjadi binaannya.
Ketika masih aktif bekerja di Kantor Penerangan, dia juga bekerja sambilan membuat lukisan relief ramayana pada bahan tembaga. Saat itu, bahkan ada turis yang memesan lukisan tersebut dalam jumlah yang banyak. Selanjutnya dari lukisan relief pada bahan tembaga beralih ke topeng Cirebon ketika ada turis yang datang dari Amerika membeli dua buah topeng kuno peninggalan orang tuanya yang dibeli seharga 600 dollar AS. Uang tersebut dijadikan modal untuk beralih ke kerajinan topeng.
Karir profesional Hasan Nawi dimulai setelah dia pensiun sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Dinas Penerangan, yakni sejak 1988. Dia tidak hanya membuat topeng Cirebon untuk dipakai para penari binaannya, melainkan juga menjual topeng Cirebon untuk para penari dari grup lain. Karena sudah terbiasa membuat topeng sejak kecil, karir dia langsung melesat. Topeng Cirebon karya dia terkenal dimana-mana, bahkan diminati oleh orang asing. Kelebihan dia adalah tidak hanya mampu membuat topeng tetapi juga kuat dalam mengekspresikan karakter topeng karena dia piawai menari topeng dan memahami filosofi gerakan tari topeng.
Kepopuleran Hasan Nawi sebagai pembuat topeng Cirebon mengharuskan dia merekrut tenaga kerja untuk membantu dia memenuhi pesanan topeng dari berbagai pihak yang semakin meningkat. Selain itu, dia memandang perlu melakukan kaderisasi agar generasi pembuat topeng Cirebon tidak terputus. Akan tetapi, ternyata tidak mudah untuk melakukan hal itu. Dia pernah gagal memenuhi pesanan topeng sebanyak 5.000 dari luar negerikarena kekurangan tenaga kerja. Padahal, dia sudah mencoba mejajaki pembuat kayu dari daerah lain. Akan tetapi, hasilnya tidak sesuai harapan, yakni topeng gaya Cirebonan.
Terkait dengan regenerasi, Hasan Nawi juga turut membantu upaya pemerintah untuk melestarikan topeng Cirebon dan kaderisasi pengrajin topeng. Misalnya, ketika masa kepemimpinan walikota Cirebon, Drs. H. Lasmana Suriaatmaja, dengan bantuan dana APBD II Cirebon, dia diminta untuk membina generasi muda untuk belajar membuat topeng klasik Cirebon.Mereka dibelikan peralatan untuk membuat topeng yang sudah disain oleh Hasan Nawi. Dari puluhan generasi muda yang dibina, hanya beberapa orang yang dianggap mampu. Kesulitan melakukan regerasi itu sangat dirasakan oleh Hasan Nawi, yang dikenal keras dan tegas ketika mendidik dan membina pengrajin topeng Cirebon.
Hasan Nawi yang pensiun pada tahun 1988 itu terus berkarya, melakukan pembinaan, serta mengikuti pameran dan workshop yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak swasta. Terkait dengan kemampuannya membuat topeng, dia kerap dilibatkan dalam berbagai kegiatan dan berkunjung ke berbagai daerah. Hasan Nawi yang tinggal di Kampung Mandalangan, RT 05, RW 02, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk ini menganggap hidup menggarap kerajinan topeng sebagai berkah yang patut disyukuri. Selain dapat melestarikan karya budaya warisan leluhur, dia juga mendapat manfaat ekonomi untuk kelangsungan hidup keluarganya. Oleh karena itu, dia berpesan kepada putra-putrinya agar melestarikan seni topeng, termasuk membuat kerajinan topeng Cirebon.
Selain sebagai perajin topeng, ia telah melanglangbuana ke mancanegara seperti ke Singapura dan negara lainnya. Dari ketekunan di dunia topeng. Hasan Nawi mendapat pesanan baik dari dalam atau pun luar negeri. Dari berbagai kegiatan yang ditekuni, Hasan Nawawi pernah mengikuti berbagai pameran, seperti Pameran Pengrajin Topeng di Malang tahun 2007 dan di Sunyaragi pada tahun yang sama. Atas jasa-jasanya, pemerintah memberikan penghargaan berupa upakarti pada tahun 2007 dari Presiden Republik Indonesia sebagai pengrajin Topeng yang masuk dalam Kategori Pelestarian seni budaya.
Di usianya yang ke 78, Hasan Nawi sakit dan dirawat di Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon. Pada hari Jum'at tanggal 19 Februari 2010 jam 13.00 WIB, Hasan Nawi berpulang ke Rakhmatullah. dan dimakamkan di Pemakaman Sunyaragi, di tempat ia dilahirkan.