Oleh:Irvan Setiawan
Lampu Gentur merupakan salah satu warisan budaya takbenda yang berasal dari Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Nama Lampu Gentur berasal dari dua kata yaitu “Lampu” dan “Gentur”. Lampu diartikan secara umum yaitu sebagai alat penerang, sedangkan Gentur adalah nama lokasi awal mula diperkenalkannya karya budaya tersebut, yaitu di wilayah Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Di wilayah tersebut berdiam seorang alim ulama bernama asli Ahmad Syathibi. Gelar beliau adalah KH. Ahmad Syathibi Al-Qonturi. Masyarakat lebih mengenal beliau dengan sebutan Mama Gentur (Hasan, 2018). Ketenaran Mama Gentur (alm) sebagai sosok alim ulama membuat banyak masyarakat dari berbagai daerah yang datang untuk berziarah.
Awal mula pembuatan Lampu Gentur memiliki beberapa versi. Salah satu Versi menyebutkan bahwa inspirasi awal dari pembuatan Lampu Gentur berasal dari Mus’in pada tahun 1820 yang membuat lentera minyak tanah dengan memanfaatkan kaleng bekas (Gumulya, 2017: 40). Ada sumber lisan yang mengatakan bahwa kaleng yang digunakan adalah bekas kaleng susu.
Versi lainnya, menurut salah seorang informan, proses pembuatan atau penciptaan Lampu Gentur berawal dari seseorang seorang guru ngaji bernama Usin. Menurut Gumulya, guru ngaji tersebut bernama Mus’Ãn (2017: 40). Guru ngaji tersebut biasa mengajar anak-anak pada malam hari di tempat pengajian. Saat itu, sekitar tahun 1965, kondisi penerangan pada waktu itu sangatlah minim karena belum ada sarana penerangan listrik. Proses belajar mengaji dilakukan hanya diterangi oleh lampu centir, yaitu lampu yang menggunakan bahan bakar berupa minyak tanah yang diberi sumbu. Suasana malam hari yang berangin membuat lampu centir sangat mudah padam karena angin yang cukup kencang. Berawal dari kondisi tersebut, Usin (atau Mus’in) kemudian terinspirasi untuk membuat lampu yang tahan terhadap angin. Inspirasi awal adalah dengan memodifikasi lampu cempor atau lampu centring yang diberi selubung agar tahan terhadap angin (Hasil wawancara). Enang, dapat dikatakan sebagai generasi ketiga, mengembangkan dan mendesain ulang selubung lampu cempor yang telah dibuat Mus’in sebelumnya. Model kerangka atau selubung lampu yang dipakai untuk mendesain ulang diambil dari model lampu “Maroko”, yaitu sejenis lampu hias yang banyak dipakai di negara timur tengah. Masyarakat menyebutnya dengan istilah Lampu Maroko (Radar Cianjur, 2017).
Lampu Gentur model “baru” yang diperkenalkan oleh Enang lama kelamaan diminati oleh warga setempat. Wilayah Kampung Gentur yang banyak dihuni oleh para santri dari berbagai wilayah (bahkan dari luar Kabupaten Cianjur) secara tidak langsung menunjukan ketertarikannya dan mengabarkan keunikan atau bahkan membeli serta membawa Lampu Gentur tersebut ke daerahnya. Di samping itu, Lampu Gentur juga banyak menarik perhatian dari banyak masyarakat yang datang dari berbagai wilayah untuk berziarah ke makam Mama Gentur. Unsur ekonomi kemudian bermain dalam hal ini. Melihat prospek keuntungan dari segi ekonomi tersebut, warga yang tertarik kemudian berupaya untuk membuat Lampu Gentur. Model Lampu Gentur, yaitu Model Lampu Maroko menjadi model awal dan untuk selanjutnya dimodifikasi baik bentuk maupun pernik-pernik dan motif Lampu Gentur. Sementara untuk bahan masih tetap tidak mengalami perubahan. Begitu juga halnya dengan cara pembuatan yang masih menggunakan teknik manual. Saat ini model Lampu Gentur sudah sangat banyak, bahkan tidak terhitung jumlahnya (Radar Cianjur, 2017).
Proses dan bahan pembuatan Lampu Gentur dapat dikatakan cukup mudah namun memerlukan ketelitian dan ketekunan. Lampu Gentur terdiri dari beberapa bagian, yaitu, kerangka, wadah lampu, selubung lampu, dan pengait (apabila digantung) atau dudukan (apabila dipasang pada tiang). Pada awalnya sumber penerang pada Lampu Gentur masih menggunakan bahan minyak tanah. Saat ini, sumber penerang Lampu Gentur sudah menggunakan listrik. Dengan demikian wadah lampu pada Lampu Gentur telah disesuaikan agar dapat menggunakan bohlam berikut dudukannya.
Bahan dasar untuk membuat Lampu Gentur adalah lempengan kuningan dan kaca. Peralatan yang digunakan di antaranya jangka, penggaris, pena, Jarum ukuran besar (mirip peralatan sol sepatu), gunting seng, alat potong kaca, besi bulat kecil sepanjang kurang lebih 1 meter, dan alat patri.
Proses pembuatan tahap awal adalah membuat pola dengan menggunakan jangka, penggaris, dan jarum besar (untuk menggores pola pada lempengan kuningan). Setelah pola terbentuk kemudian digunting atau dipotong. Kerangka dibuat dengan cara membulatkan lempengan seukuran diameter paku 15 cm. Lempengan yang telah dibulatkan tersebut merupakan kerangka yang menutupi setiap kaca yang telah dipotong dengan berbagai ukuran. Setelah seluruh kaca disematkan lempengan kuningan kemudian masing-masing saling direkatkan dengan menggunakan alat patri. Begitu juga halnya dengan wadah lampu dan alat gantung atau duduk Lampu Gentur yang juga disatukan dengan menggunakan alat patri.
Setelah selesai, Lampu Gentur kemudian dipajang dengan cara digantung atau didudukan. Dari sekian banyak Lampu Gentur yang dibuat dan terjual di pasaran, ada satu keunikan tersendiri, yaitu tidak ada satupun merk yang tersemat dalam setiap produk Lampu Gentur.
Proses jual beli dilakukan dengan cara memajang Lampu Gentur di ruko atau kios-kios di sepanjang jalan Cianjur. Biasanya, pihak penjual memesan terdahulu kepada produsen kemudian menjualnya di berbagai wilayah hingga keluar Provinsi Jawa Barat. Ada juga pihak produsen yang juga berperan sebagai penjual. Salah seorang produsen Lampu Gentur ada yang memiliki kios di Provinsi Bali. Menurutnya, prospek penjualan di Bali lebih bagus daripada di wilayah Jawa Barat. Selain penjualan langsung, saat ini proses penjualan telah menggunakan sosial media, atau toko online.
Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam upaya pelestarian Lampu Gentur diantaranya dengan melakukan pembinaan dan pelatihan mengenai cara membuat Lampu Gentur. Unsur promosi juga telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. Beberapa di antaranya adalah memasang Lampu Gentur di banyak titik / lokasi strategis di wilayah pusat Kota Kabupaten Cianjur. Selain itu, yang monumental adalah pembuatan tugu Lampu Gentur di simpang empat wilayah Kota Cianjur.
Sumber Tulisan
Gumulya, Devanny; Liony Amanda Lee. 2018. “Pencarian Identitas Desain Lampu Gentur Cianjur dengan Pendekatan Teori Semiotik”, dalam MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 33, Nomor 1, Februari 2018 halaman 35 – 47.
Radar Cianjur, 2017. “Ternyata Seperti Ini Awal Mula Lentera Gentur di Cianjur”, dalam https://cianjur.pojoksatu.id/ tanggal 11 Agustus 2017.
Hasan, H. Abdul Hadi, 2018. “Biografi Mama Gentur”, dalam https://ltnnujabar.or.id/ tanggal 22 Juni 2018