WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Inventarisasi Ungkapan Tradisional dan Cerita Rakyat

Oleh : Yuzar Purnama

Inventarisasi unsur-unsur kebudayaan sudah menjadi tugas dan tanggung jawab para pegawai di bagian atau seksi kebudayaan. Tugas ini sudah menjadi kegiatan rutin yang harus setiap hari digeluti, di samping kegiatan atau tugas-tugas lainnya. Penginventarisasian ungkapan tradisional dan cerita rakyat menjadi penting karena kedua jenis ini di beberapa daerah ada yang sudah punah; tidak ada masyarakat pendukungnya, ada yang mulai pudar, bahkan ada yang sudah tidak dikenali lagi khususnya oleh generasi muda, padahal mereka itu adalah penerus bangsa. Oleh karena itu, merupakan langkah yang tepat untuk menginventarisasi cerita rakyat, karena dikhawatirkan cerita rakyat tenggelam dalam kepunahan akibat lunturnya minat masyarakat.

Cerita rakyat sebagai khasanah bangsa, dewasa ini tampak mulai tersisihkan oleh cerita-cerita yang berasal dari mancanegara. Keadaan demikian merupakan salah satu ancaman jika melihat kemanfaatan cerita rakyat sebagai media pendidikan untuk membentuk moral masyarakat khususnya anak-anak, sementara cerita rakyat dari mancanegara belum tentu sesuai dengan latar belakang budaya kita.

Selain itu, cerita rakyat merupakan khasanah bangsa yang pewarisannya atau penyebarluasannya secara oral (lisan) dari mulut ke mulut (tatalepa) dari generasi ke generasi, sehingga memungkinkan lambat laun sedikit demi sedikit akan rusak dan hilang dari ingatan masyarakat pendukungnya. Padahal di dalam cerita rakyat atau dongeng ini terkandung nilai-nilai pendidikan, ajaran moral atau agama, kesejarahan, kepahlawanan, adat istiadat, dan sebagai media hiburan.

Barangkali salah satu yang santer yang dapat memicu semangat kebangsaan kita adalah kasus diklaimnya beberapa khasanah budaya bangsa oleh negara asing misalnya Reog Ponorogo oleh Malaysia dan kerajinan Batik oleh Jepang. Juga beberapa produk budaya bangsa lainnya. Hal ini dapat diantisipasi jika masyarakat segera melakukan inventarisasi, pendokumentasian, serta sosialisasi baik di dalam maupun keluar negeri. Sehingga minat negara asing untuk mengklaim salah satu produk budaya kita yang menurut mereka antik dan menarik untuk dimiliki dan dipasarkan, akan berkurang dan imbasnya mereka akan lebih menghargai dan menghormati khasanah budaya kita yang beragam.

A. Ungkapan Tradisional
1. Pengertian Ungkapan Tradisional
Secara umum ungkapan disebut juga idiom atau sinonim dari ungkapan adalah idiom. Pengertian ungkapan dalam Kamus Umum WJS. Poerwadarminta halaman 1129 (dalam Yuzar, 2005:9) adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan sesuatu maksud dengan arti kiasan (melihat bulan, haid; celaka tiga belas).

2. Jenis-Jenis Ungkapan
Pemahaman terhadap ungkapan biasanya hanya sebatas pada babasan (ungkapan) dan paribasa (peribahasa). Perbedaan keduanya beranjak pada anggapan bahwa dari segi fisik dan jumlah (kuantitas), ungkapan lebih pendek daripada peribahasa, sebaliknya peribahasa lebih luas maknanya dari ungkapan, seperti yang tertera dalam Kamus Umum Basa Sunda LBSS (1985:43), ”Babasan nya eta ucapan matok nu dipake dina harti injeuman saperti gede hulu, panjang leungeun, jeung saterusna.” (ungkapan adalah ucapan yang terikat oleh kaidah-kaidah tertentu dengan menggunakan makna kiasan (arti konotatif) seperti besar kepala, panjang tangan, dan sebagainya). Adapun peribasa nya eta ucapan matok, saeutik patri, nu mangrupa siloka lakuning hirup (pituah, piluangeun, jeung sajabana) saperti mapatahan ngojay ka meri, moro julang ngaleupaskeun peusing (peribahasa adalah ucapan yang terikat oleh kaidah-kaidah tertentu, singkat padat, yang amerupakan gambaran kehidupan: nasihat dan pengalaman, seperti mengharap burung terbang tinggi punai di tangan dilepaskan, dan sebagainya.

Dalam buku pedoman Pelaksanaan Teknis Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Wilayah Jawa Barat (dalam Yuzar, 2005:9) disebutkan bahwa ungkapan tradisional menurut jenisnya terbagi atas enam bagian yaitu:

Kata-kata adat, berisikan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh pemangku-pemangku adat yang disampaikan dalam bentuk kalimat lengkap.

Saciduh metu saucap nyata (segala perbuatan dan ucapannya harus pasti)
Legok tapak genteng kadek (banyak pengalaman)
Landung Kandungan Laer aisan (bijaksana dalam memutuskan perkara)
Bobot pangayom timbang taraju (harus banyak pertimbangan)

Pepatah; ungkapan yang berisikan (anjuran, karangan, kritikan, dan sindiran) yang disampaikan dalam satu kalimat pendek.

Lamun keyeng tangtu pareng (jika ada kemauan segala keinginan akan tercapai)
Ulah poho ka waktu (jangan melupakan waktu)
Mending waleh manan leweh (lebih baik berusaha daripada berputus asa)

Perumpamaan; mengibaratkan langsung antara tingkah laku atau keadaan manusia dengan binatang-tumbuhan-alam sekitar yang yang diungkapkan dalam suatu kalimat lengkap dan didahului dengan kata-kata: bagai-bak-sebagai-dan bagaikan.

Kawas gula jeung peueutna (tidak bisa dipisahkan)
Lir nanggeuy endog beubeureumna (sangat dijaga dan disayang)
Asa kagunturan madu kaurugan menyan putih (mendapatkan kebahagiaan yang tiada tandingnya)

Tamsil (ibarat); ungkapan berupa perumpamaan yang dilengkapi dengan keterangan dan diungkapkan dalam kalimat tunggal yang digabungkan menjadi satu kalimat.

Manuk hiber ku jangjangna, jalma hirup ku akalna (setiap mahluk hidup sudah diberi cara untuk melangsungkan kehidupannya)

Ulah diuk dina lawang panto matak nongtot jodo (jangan suka duduk diambang pintu, bisa terhalang jodoh)

Kudu bisa ngeureut neundeun saeutik mahi loba nyesa (harus mampu menyisihkan uang untuk ditabung)

Metafora; ungkapan yang terdiri atas satu kelompok yang isinya melukiskan sifat -tingkahlaku- dan keadaan manusia dengan membandingkannya dengan sifat alam –tumbuhan-atau binatang.

Keur ngemplok hejo (sedang hidup bahagia)
Sari gunung (wajah tampak cantik dari kejauhan)
Beungeut sieureun (tidak cantik tapi banyak yang tertarik)

6. Pemeo; kelompok kata atau kalimat yang mengandung ejekan atau dorongan semangat.

a. Heuras genggerong (ucapannya kasar tidak enak didengar)
b. Bodo alewoh (orang yang rajin bertanya)
c. Baleg tampele (tidak berani berhadapan)

3. Teknik Penginventarisasian Ungkapan Tradisional
Jenis Ungkapan Tradisional

Data yang sudah terkumpul disebutkan menurut jenisnya yaitu babasan (ungkapan), paribasa (peribahasa)

Teks dan Terjemahan
Teks ungkapan tradisional ditulis secara lengkap baik huruf maupun tanda bacanya. Teks ditulis dalam bentuk aslinya (bahasa asli) kemudian diberikan terjemahan atau alih bahasa kedalam bahasa Nasional, bahasa Indonesia.

Maksud Ungkapan Tradisional Tersebut
Diterangkan maksud dari ungkapan di atas supaya jelas maksud ungkapan tersebut, agar dapat memudahkan orang lain untuk membaca dan mengenalinya.

Nilai Budaya Yang Terkandung Didalamnya
Ungkapan yang telah di data kemudian dianalisis untuk mengetahui nilai budaya apa yang terkandung didalamnya.

Yang dimaksud dengan nilai di sini meminjam definisi yang dikemukakan oleh Harry Waluyo dan Koentjaraningrat. Harry Waluyo mengatakan bahwa nilai budaya adalah konsep abstrak mengenai masalah yang amat mendasar dan dan bernilai dalam kehidupan manusia…(dalam Yuzar, 2005:82). Kontjaraningrat mengatakan bahwa nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adapt yang terdiri atas konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-halk yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu system nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (1984:25).

Konsepsi tentang nilai-nilai budaya telah dikemukakan oleh Sutan takdir Alisyahbana yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai agama, nilai seni, nilai kuasa, dan nilai solidaritas. Sementara itu Koentjaraningrat mengemukakan konsepsi nilai budaya seperti nilai sosial, nilai ekonomi, nilai politik, nilai ilmu, nilai kerja, nilai seni, nilai filsafat, dan nilai-nilai agama (dalam Yuzar, 2005:107). Konsepsi lainnya dapat menggunakan konsepsi nilai budaya dari butir-butir nilai luhur Pancasila atau yang lainnya.

Asal Daerahnya (Kampung, Desa, Kecamatan, dan sebagainya)
Ketika sedang mengumpulkan data, jangan lupa dicatat dari daerah mana ungkapan tersebut berasal, kemudian dikonfirmasikan dengan daerah lainnya kampung, desa, kecamatan, dan kabupaten (kota).

B. Cerita Rakyat
1. Pengertian Cerita Rakyat (Dongeng)
Cerita rakyat disebut juga folklor, hampir di setiap daerah di Nusantara ini memiliki cerita rakyat yang tumbuh dan berkembang di daerahnya. Cerita rakyat berkembang dengan bercirikan tanpa diketahui pengarangnya (anonim), ia bagaikan sesuatu yang terlahir dalam suatu komunitas kemudian menyebar melalui lisan dari satu generasi ke generasi hingga akhirnya sampai ke generasi berikutnya termasuk kita sekarang ini, seperti yang dikemukakan oleh Ariyono Suyono bahwa cerita rakyat (tale) yaitu cerita yang disebarluaskan dan diwariskan secara lisan (Ariyono Suyono, 1985:74).

2. Jenis Cerita Rakyat
Ariyono Suyono menggolongkan cerita rakyat menjadi tiga kelompok besar yaitu mite, legenda, dan dongeng. Sedangkan dalam Upaya Bidang Jarahnitra (dalam Tjetjep, 1993:1) dijelaskan empat jenis cerita rakyat, yaitu:

Mite adalah jenis cerita yang tokoh-tokohnya dianggap keramat.
Legenda adalah jenis cerita yang tokoh-tokohnya dianaggap pernah ada daan berkaitan dengan kejadian alam yang dianggap luar biasa oleh masyarakat.

Fabel adalah cerita tentang binatang yang dianggap seperti manusia (personifikasi). Biasanya cerita ini mengandung unsur pendidikan bagi anak-anak dan petuah-petuah mengenai hal baik dan buruk.

Cerita jenaka adalah cerita yang isinya mengandung sindiran, kritik sosial, pendidikan, dan lain-lain yang bersifat menghibur.

Dalam kesusastraan Bahasa Indonesia disebutkan bahwa cerita rakyat atau dongeng dibagi menjadi lima jenis yaitu mite, legenda, sage, fable, dan parable. Sage adalah cerita rakyat atau dongeng yang mengandung unsur-unsur kesejarahan, sedangkan parable adalah cerita rakyat atau dongeng yang tidak masuk keempat katagori sebelumnya (mite, sage, legenda, fable).

3. Teknik Penginventarisasian Cerita Rakyat
a. Jenis Cerita Rakyat

Data yang sudah terkumpul disebutkan menurut jenisnya yaitu mite, sage, legenda, fabel, parabel, dan sebagainya.

b. Teks atau Ringkasan Cerita
Teks cerita rakyat ditulis secara lengkap baik huruf maupun tanda bacanya. Teks ditulis dalam bentuk aslinya (bahasa asli) atau teks berupa ringkasan ceritanya.

c. Nilai Budaya Yang Terkandung Didalamnya
Cerita Rakyat yang telah di data kemudian dianalisis untuk mengetahui nilai budaya apa yang terkandung didalamnya.

Yang dimaksud dengan nilai di sini meminjam definisi yang dikemukakan oleh Harry Waluyo dan Koentjaraningrat. Harry Waluyo mengatakan bahwa nilai budaya adalah konsep abstrak mengenai masalah yang amat mendasar dan dan bernilai dalam kehidupan manusia…(1991:4). Kontjaraningrat mengatakan bahwa nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat yang terdiri atas konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-halk yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu system nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (1984:25).

Konsepsi tentang nilai-nilai budaya telah dikemukakan oleh Sutan takdir Alisyahbana yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai agama, nilai seni, nilai kuasa, dan nilai solidaritas. Sementara itu Koentjaraningrat mengemukakan konsepsi nilai budaya seperti nilai sosial, nilai ekonomi, nilai politik, nilai ilmu, nilai kerja, nilai seni, nilai filsafat, dan nilai-nilai agama (dalam Yuzar, 2005:107). Konsepsi lainnya dapat menggunakan konsepsi nilai budaya dari butir-butir nilai luhur Pancasila, serta dari rujukan yang lainnya.

d. Asal Daerahnya (Kampung, Desa, Kecamatan, dan sebagainya)
Ketika sedang mengumpulkan data, jangan lupa dicatat dari daerah mana cerita rakyat tersebut berasal, kemudian dikonfirmasikan dengan daerah lainnya kampung, desa, kecamatan, dan kabupaten (kota).

Daftar Pustaka
Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Lembaga Sastra dan Basa Sunda (LBSS).1975. Kamus Umum Basa Sunda. Bandung: Tarate.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Gramedia: Jakarta.

Purnama, Yuzar. 2005. Inventarisasi dan Analisis Ungkapan Tardisional Di Kabupaten Tasikmalaya. Balai Kajian Jarahnitra: Bandung.

Rosmana, Tjetjep, dkk. 1993. Inventarisasi Cerita Rakyat Kabupaten Majalengka. Balai Kajian Jarahnitra: Bandung.

Suyono, Ariyono,dkk. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: CV Akademika Pressindo.

Popular Posts