Keraton ini dibangun pada tahun 1529 oleh Pangeran Cakrabuana (Haji Abdullah Iman Al Jawi). Keberadaan keraton ini tidak dapat dilepaskan dari Keraton Pakungwati yang telah mengalami perluasan. Keraton Pakungwati (Dalem Agung Pakungwati) yang terletak di sebelah timur Keraton Kasepuhan merupakan cikal bakal keraton Kasepuhan. Keraton Pangkuwati dibangun oleh Pangeran Cakrabuana. Perluasan dan pelebaran keraton dilakukan pada tahun 1479 hingga luasnya mencapai 4900 m2. Sekarang, situs pertama di Cirebon ini hanya menyisakan reruntuhannya dengan sisa-sisa bangunan, gua buatan, sumur dan taman.
Sepeninggal Sunan Gunung Jati, Pangeran Emas Zaenal Arifin gelar Panembahan Pakungwati I menggantikan buyutnya. Ia membangun keraton Pakungwati di sebelah barat daya keraton lama. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1529. Nama Pakungwati yang diberikan pada keraton yang baru tersebut dimaksudkan untuk mengenang putri Pangeran Cakrabuana yang meninggal saat memadamkan kebakaran hebat yang melanda Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Kesultanan Cirebon terbagi dua menjadi Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan pada tahun 1969. Kesultanan Kanoman dipimpin oleh Pangeran Kartawijaya gelar Sultan Anom I, sedangkan Kesultanan Kasepuhan oleh Pangeran Martawijaya gelar Sultan Sepuh I.
Pintu gerbang utama Kraton Kasepuhan memiliki dua pintu gerbang di utara dan selatan komplek. Gerbang utara yang berupa jembatan disebut Kreteg Pangrawit, sedangkan di sebelah selatan disebut Lawang Sanga (pintu sembilan). Kreteg Pangrawit merupakan akses masuk ke bagian depan keraton. Di bagian ini terdapat dua bangunan, yaitu Pancaratna dan Pancaniti.
Bangunan Pancaratna dengan ukuran 8 x 8 m berada di kiri depan komplek arah barat. Bangunan ini berlantai tegel dan berpagar terali besi. Atapnya berbahan genteng disangga 4 sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 pada lantai yang lebih rendah. Di bagian puncak atap terdapat mamolo. Di sini, para demang atau wedana sering menerima pimpinan desa atau kampung yang datang hendak menghadap. Selain itu, bangunan ini merupakan tempat seba.
Bangunan Pancaniti terletak di sebelah kiri bagian depan komplek. Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berlantai tegel, dan menghadap ke utara. Bangunan ini tidak berdinding. Atapnya berbahan sirap yang ditunjang 16 tiang. Bangunan ini memiliki pagar terali besi. Bangunan ini difungsikan sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat istirahat, dan juga sebagai tempat pengadilan.
Setelah melalui gerbang utama, terdapat halaman pertama melalui gapura adi atau gapura benteng. Halaman pertama merupakan komplek Siti Inggil terdiri dari mande pendawa lima, mande malang semirang, mande semar timadu, mande karesmen mande pengiring, dan pengada. Untuk memasuki halaman kedua melalui dua gerbang, yaitu regol pengada dan gapura lonceng. Halaman kedua terbagi dua, halaman pengada dan halaman komplek langgar agung. Halaman ketiga melalui pintu gledeg (guntur). Di bagian ini terdapat taman bunderan dewandaru, museum benda kuno, museum kereta, tunggu manunggal, lunjuk, sri manganti, dan bangunan induk keraton. Ruangan yang ada dalam bangunan induk keraton, antara lain kuncung dan kutagara wadasan, jinem pangrawit, gajah nguling, bangsal pringgandani, bangsal prabaya, bangsal agung panembahan, pungkuran, bangunan dapur maulid, dan pamburatan.
Sepeninggal Sunan Gunung Jati, Pangeran Emas Zaenal Arifin gelar Panembahan Pakungwati I menggantikan buyutnya. Ia membangun keraton Pakungwati di sebelah barat daya keraton lama. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1529. Nama Pakungwati yang diberikan pada keraton yang baru tersebut dimaksudkan untuk mengenang putri Pangeran Cakrabuana yang meninggal saat memadamkan kebakaran hebat yang melanda Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Kesultanan Cirebon terbagi dua menjadi Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan pada tahun 1969. Kesultanan Kanoman dipimpin oleh Pangeran Kartawijaya gelar Sultan Anom I, sedangkan Kesultanan Kasepuhan oleh Pangeran Martawijaya gelar Sultan Sepuh I.
Pintu gerbang utama Kraton Kasepuhan memiliki dua pintu gerbang di utara dan selatan komplek. Gerbang utara yang berupa jembatan disebut Kreteg Pangrawit, sedangkan di sebelah selatan disebut Lawang Sanga (pintu sembilan). Kreteg Pangrawit merupakan akses masuk ke bagian depan keraton. Di bagian ini terdapat dua bangunan, yaitu Pancaratna dan Pancaniti.
Bangunan Pancaratna dengan ukuran 8 x 8 m berada di kiri depan komplek arah barat. Bangunan ini berlantai tegel dan berpagar terali besi. Atapnya berbahan genteng disangga 4 sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 pada lantai yang lebih rendah. Di bagian puncak atap terdapat mamolo. Di sini, para demang atau wedana sering menerima pimpinan desa atau kampung yang datang hendak menghadap. Selain itu, bangunan ini merupakan tempat seba.
Bangunan Pancaniti terletak di sebelah kiri bagian depan komplek. Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berlantai tegel, dan menghadap ke utara. Bangunan ini tidak berdinding. Atapnya berbahan sirap yang ditunjang 16 tiang. Bangunan ini memiliki pagar terali besi. Bangunan ini difungsikan sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat istirahat, dan juga sebagai tempat pengadilan.
Setelah melalui gerbang utama, terdapat halaman pertama melalui gapura adi atau gapura benteng. Halaman pertama merupakan komplek Siti Inggil terdiri dari mande pendawa lima, mande malang semirang, mande semar timadu, mande karesmen mande pengiring, dan pengada. Untuk memasuki halaman kedua melalui dua gerbang, yaitu regol pengada dan gapura lonceng. Halaman kedua terbagi dua, halaman pengada dan halaman komplek langgar agung. Halaman ketiga melalui pintu gledeg (guntur). Di bagian ini terdapat taman bunderan dewandaru, museum benda kuno, museum kereta, tunggu manunggal, lunjuk, sri manganti, dan bangunan induk keraton. Ruangan yang ada dalam bangunan induk keraton, antara lain kuncung dan kutagara wadasan, jinem pangrawit, gajah nguling, bangsal pringgandani, bangsal prabaya, bangsal agung panembahan, pungkuran, bangunan dapur maulid, dan pamburatan.