Bandung - Pegelaran rutin seni budaya di Taman Budaya Jawa Barat, dirasakan sangat berbeda dari biasanya. Bertempat di Teater Terbuka Taman Budaya (Dago Tea House) pada Sabtu (9/6/12) malam tampil kesenian tradisional buhun Calung Tarawangsa Cibalongan, Kabupaten Tasikmalaya.
“Dikatakan buhun (tua) karena kesenian (Calung Tarawangsa Cibalongan) telah ada sejak abad ke 18. Pada masa dahulu kesenian yang terdiri dari kacapi, tarawangsa dan dua calung renteng tersebut dimainkan selain untuk menghormati Dewi Sri, juga untuk menyambut kedatangan raja atau utusan raja Thailand yang berkunjung ke kerajaan Sukapura (Tasikmalaya) atau Galuh (Ciamis),” ujar Kepala Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat (BPTB Jabar), Dra. Hj. Rosdiana Rachmiwaty, M.M., disela-sela pegelaran.
Kesenian Calung Tarawangsa Cibalongan, hingga kini di Kab. Tasikmalaya hanya tinggal satu-satunya, yaitu sanggar seni “Dangiang Budaya”, asal Kamp. Cigelap, Ds. Parung, Kec. Cibalong, Kab. Tasikmalaya. “Karena itu kami dari balai (BPTB Jabar) memasukannya dalam program revitalisasi, meski dalam prakteknya banyak hambatan yang ditemui, semisal pemainnya tidak dapat main lagi karena faktor usia dan kesehatan,” ujar Rosdiana.
Pegelaran Sabtu (9/6/12) malam sangat beda karena penonton yang hadir dari berbagai lapisan. Tampak hadir Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Bandung, Toto Sucipto, sejumlah staf pengajar STSI Bandung, UPI Bandung dan juga seniman budayawan.
“Yang mengundang tak pernah suwung. Baik untuk menghibur di tempat pesta pernikahan, atau pesta khitanan, terutama pada bulan Mulud dan Rewah, malah ada juga yang mengundang untuk menyembuhkan orang sakit. Meski tak terlalu sering, tapi beberapa kali kita diundang untuk mengobati orang sakit,” kata Ema Enar (64), seraya menambahkan bahwa musik calung tarawangsa mereka ditanggap karena diyakini dapat mengobati orang yang lumpuh, buta, dan orang yang kesurupan. (A-87/A-108)***
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com