Alun-alun Kecamatan Panjalu, Kab. Ciamis, terlihat semarak. Mereka bukan sedang kampanye Pilgub Jabar 2008, karena para perwakilan dari Keraton Cirebon dan Solo, ikut larut dalam acara tersebut.
Ternyata, kehadiran ribuan warga yang datang dari berbagai wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur itu, untuk mengikuti upacara adat Nyangku atau Nyaangan laku (menerangi laku) di Kecamatan Panjalu, Kab Ciamis. Kegiatan yang digelar secara turun-temurun pada setiap minggu ke-4 bulan Islam Maulud tersebut, diwujudkan dengan pencucian benda-benda pusaka leluhur warga Panjalu.
Benda pusaka utama tersebut merupakan warisan Prabu Sanghyang Borosngora Sanghyang Jampang Manggung, raja Islam pertama di Kerajaan Galuh. Menurut sesepuh warga Panjalu, Atong Tjakradinata, pedang panjang yang dicuci bukan senjata sembarangan. Senjata pusaka itu diyakini pemberian Sayyidina Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 setelah Nabi Muhammad saw wafat.
Benda pusaka lainnya yang ikut dicuci, di antaranya cis (senjata tajam) dan bareng (gong kecil). Semua benda pusaka itu dicuci dengan air khusus yang diambil dari sembilan mata air, jeruk nipis, serta berbagai ramuan lain.
Sebelum pencucian, dilakukan ritual pengambilan benda-benda pusaka yang disimpan di Bumi Alit. Dari tempat tersebut, pusaka diarak menuju Nusa Gede, sebuah pulau yang berada di tengah Danau (Situ) Panjalu.
Dari Nusa Gede, tempat Prabu Borosngora dimakamkan, benda pusaka yang dibungkus dengan kain putih itu kemudian kembali dibawa ke Alun-alun Panjalu. Di tempat tersebut sudah menanti masyarakat yang ingin melihat proses pencucian benda-benda pusaka tersebut.
Seperti di Yogyakarta dan Solo, air bekas mencuci benda keramat itu langsung menjadi rebutan masyarakat. Tidak hanya orang tua yang ikut berebut, para remaja pun ikut rebutan air bekas cucian. Air itu langsung digunakan untuk mencuci muka. Tidak sedikit pula yang menyimpannya dalam botol.
Setelah selesai dicuci dan dikeringkan, benda-benda pusaka tersebut kemudian disimpan kembali di Bumi Alit.
Upacara Nyangku dihadiri sejumlah tamu khusus dari Keraton Kanoman Cirebon (Pangeran Raja Moch. Qodiran), Keraton Kasepuhan Cirebon (Pangeran Arif Natadiningrat), dan Bupati Ciamis Engkon Komara. Hadir pula Kepala Disbudpar Jabar H.I. Budhyana, Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Toto Sucipto, Direktur Utama “PR” Syafik Umar, serta sejumlah tokoh Jabar seperti R.H. Atong Tjakradinata, dan Uce K. Suganda.
Ketua Panitia Nyangku dan Festival Budaya Panjalu, Enang Supena mengungkapkan, kegiatan kali ini tidak hanya mencuci benda pusaka tetapi juga dimeriahkan seni calung, gembyung, pencak silat, wayang golek, dan debus. Selain itu, juga digelar bazar pemberdayaan ekonomi rakyat.
Menurut Enang, upacara Nyangku tidak hanya sebagai tontonan, tetapi juga harus menjadi tuntunan.
“Keteladanan dan perjuangan sungguh-sungguh Sanghyang Prabu Borosngora dalam mencari ilmu harus dijadikan contoh oleh kita semua,” tuturnya.
Sementara itu, Budhyana mengatakan, saat ini Nyangku bukan hanya milik warga Panjalu, tetapi sudah menjadi aset bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perlu berbagai upaya untuk tetap melestarikannya.
Pada tahun 2009, Nyangku akan dimasukkan ke dalam 10 agenda besar pariwisata Jabar, dan diajukan untuk menjadi agenda pariwisata tingkat nasional. “Tidak hanya Nyangku, di Panjalu banyak objek wisata alam yang menarik,” kata Budhyana. (Nurhandoko/”PR”)***