Oleh Sani Novika
SMAN 1 Tarogong Kidul
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pahlawan
nasional ialah seseorang yang telah berjuang tanpa pamrih bagi kepentingan
negara. Maka tepatlah pepatah mengatakan : Tiadalah
suatu bangsa dikatakan maju jika masyarakat bangsa tersebut tidak menghargai
pahlawannya. Pahlawan itu bukan hanya orang yang berjuang secara fisik di
medan perang melainkan bisa juga dalam bentuk diplomasi atau pemikiran.
Sungguh ironis,
melihat realita di sekililing kita bahwa banyak pahlawan yang berkorban baik
jiwa, raga maupun harta bagi kepentingan bangsa tidak dikenali oleh generasi
penerusnya. Fakta yang lebih miris terjadi pada pahlawan wanita Indonesia. Saat
ini hanya dikenal 10 orang wanita yang namanya resmi tercatat sebagai pahlawan
nasional. Padahal peranan wanita tak kalah dari kaum pria dalam membantu
memajukan bangsa. Kurangnya apresiasi masyarakat kita terhadap pahlawannya
sendiri merupakan salah satu indikasi
terkikisnya jati diri bangsa.
Salah satu
pahlawan wanita yang saat ini namanya masih dalam proses untuk diajukan sebagai
pahlawan nasional ialah Raden Ayu Lasminingrat. Ia merupakan putri Garut yang
memiliki pikiran maju dan intelektualitas yang tinggi. Dia juga merupakan
pengarang wanita yang pertama di Indonesia dan merupakan salah-satu pendirian
sekolah wanita yang pertama di Indonesia .Namun sayang namanya kurang begitu
memasyarakat, jangankan bagi
semua warga Indonesia bahkan untuk kawasan Garutpun banyak yang tidak
mengetahui bahwa di Kabupaten yang berjuluk “Kota Intan” tersebut
pernah memiliki seorang putri nan cemerlang seperti beliau.Putri asli Garut
dengan segala talenta dan kecerdasannya itu ibarat Mutiara yang berada dalam
cengkraman kerang waktu, eksistensinya kurang dihiraukan dan binar jasa beliau
makin dilupakan orang.
Berangkat dari
fenomena di atas, maka penulis mencoba untuk mengungkap dan mengangkat kembali
kisah kepahlawanan beliau dengan menyusun karya tulis yang berjudul “Mengusung Jejak Langkah Putri Teladan yang
Terlupakan dari Kota Intan”.
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah
Setelah penulis
mengutarakan latar belakang permasalahan di atas, maka agar penyusunan karya
tulis ini menjadi terarah dan tidak terjadi kesimpang-siuran, maka penulis merumuskan pertanyaan utamanya yaitu :
1.
Bagaimanakah kisah kepahlawanan
R.A Lasminingrat?
2.
Bagaimana kontribusi beliau
pada kaum wanita Indonesia dan bagi dunia pendidikan nasional?
3. Apakah penyebab eksistensi R.A Lasminingrat menjadi
terlupakan?
4.
Layakkah R.A Lasminingrat
menjadi pahlawan nasional ?
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan bertitik
tolak pada perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penulis
adalah :
1.
Untuk memberikan informasi
kisah kepahlawanan R.A Lasminingrat
2.
Untuk mengetahui sejauh mana
kontribusi beliau bagi kaum wanita Indonesia dan bagi dunia pendidikan nasional
3.
Untuk mengetahui
analisis-analisis terkait mengenai mengapa R.A Lasminingrat bisa terlupakan di
kancah kepahlawanan nasional
4.
Untuk mengetahui layak atau
tidaknya R.A Lasminingrat menjadi pahlawan nasional.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat
yang ingin dicapai penulis dari penyusunan karya tulis ini ialah :
1.
Agar kita mengetahui kisah
kepahlawanan R.A Lasminingrat
2.
Diharapkan kepada wanita
generasi penerus beliau dapat meneladani sikap-sikap R.A Lasminingrat
3.
Supaya kita bisa lebih
menghargai perjuangan pahlawan yang tanpa pamrih berkorban demi kepentingan
bangsa khususnya R.A Lasminingrat
4.
Diharapkan menjadi pelecut
semangat bagi generasi muda untuk lebih menghormati pahlawan demi mempertegas
jati diri bangsa.
1.5 Anggapan Dasar Penulisan
Anggapan dasar
dari penyusunan karya tulis ini adalah begitu kurangnya pengetahuan dan
apresiasi masyarakat lokal tentang pahlawannya khususnya pada R.A Lasminingrat
dan kelayakan beliu sebagai seorang pahlawan nasional.
1.6 Metode Penelitian
Untuk mendukung
kajian teori ini, serta opini yang dipaparkan, penulis telah mengumpulkan data dari berbagai sumber
diantaranya :
1. Metode normatif atau study pustaka yang
bersifat literature
2.
Pengambilan sumber dari
internet
3.
Wawancara secara langsung
dengan beberapa narasumber terkait
BAB II KAJIAN
TEORI
2.1 Pengertian Pahlawan
Nasional
Menurut Kamus Besar B. Indonesia, pahlawan ialah orang yang menonjol karena
keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran atau seorang pejuang yang
gagah berani. Karena definisi Pahlawan Nasional terkait dengan pernyataan
diatas berarti Pahlawan Nasional adalah orang yang berani berkorban tanpa
pamrih untuk memperjuangkan suatu kebenaran yang dirasakan berdampak luas dengan skala
nasional.
Berdasarkan data Departemen Sosial pahlawan nasional merupakan gelar yang
diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada seseorang warga negara Indonesia
yang semasa hidupnya melakukan tindak kepahlawanan dan berjasa sangat luar
biasa bagi kepentingan bangsa dan negara.
Seseorang pantas disebut pahlawan nasional apabila memiliki suatu Tindak Kepahlawan dan Nilai Kepahlawanan.
Tindak Kepahlawanan adalah perbuatan nyata yang dapat dikenang dan
diteladani sepanjang masa bagi warga masyarakat lainnya. Adapun Nilai
Kepahlawanan ialah suatu sikap dan perilaku perjuangan mempunyai mutu dan jasa
pengabdian serta pengorbanan terhadap bangsa dan negara.
Pemberian gelar bagi seorang Pahlawan nasional diatur melalui UU No.33
Pepres Tahun 1964 mengenai Penetapan
Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan dan dii dalam Undang-undang
tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pahlawan nasional adalah warga
negara Republik Indonesia yang gugur atau tewas atau meninggal dunia akibat
tindak kepahlawanannya yang dipandang cukup mempunyai mutu dan nilai jasa
perjuangan dalam tugas tugas perjuangan untuk membela bangsa dan negara.
2.2 Kriteria Pahlawan Nasional
Menyandang gelar pahlawan nasional merupakan penghargaan tertinggi terhadap
jasa seseorang. Oleh karena itu, tidak bisa begitu saja seseorang diajukan
menjadi pahlawan nasional melainkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Adapun kriteria sah dianugrahi gelar pahlawan nasional adalah sebagai berikut :
a) Warga negara Indonesia yang telah
meninggal dan semasa hidupnya :
§ Telah memimpin dan melakukan perjuangan
bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk
mencapai/merebut/mempertahankan/ mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan
dan kesatuan bangsa.
§ Telah melahirkan gagasan atau pemikiran
besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
§ Telah mendatangkan karya besar yang
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan
harkat dan martabat bangsa Indonesia.
b) Pengabdian dan yang dilakukan berlangsung
hampir sepanjang hidupnya ( tidak sesaat ) dan melebihi tugas yang diembannya.
c)
Perjuangan yang diembannya
mempunyai jangkauan yang luas dan dampak nasional.
d)
Memiliki konsistensi jiwa dan
semangat kebangsaan / nasionalisme yang tinggi.
e)
Memiliki akhlak dan moral yang
tinggi.
f)
Tidak menyerah pada lawan musuh
dalam perjuangannya.
g)
Dalam riwayat hidupnya tidak
pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangannya.
Adapun mengenai
Persyaratan Administrasi yang harus dipenuhi dalam pengajuan seseorang menjadi
pahlawan nasional ialah :
1. Usulan calon pahlawan nasional diajukan
tertulis secara hirarki dan berjenjang.
2.
Surat usulan calon pahlawan
nasional dilengkapi lampiran-lampiran antara lain :
§
Daftar uraian riwayat hidup dan
perjuangan calon pahlawan yang bersangkutan ditulis secara ilmiah, disusun
sistematis dan berdasarkan data yang akurat
§ Daftar dan bukti tanda kehormatan yang
pernah diterima atau diperoleh
§ Catatan pandangan / pendapat orang dan
tokoh masyarakat tentang pahlawan nasional yang bersangkutan
§ Foto-foto / gambar dokumentasi yang
menjadi perjuangan calon pahlawan nasional yang bersangkutan
3. Telah diabadikannya
namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat.
BAB III ANALISIS
MASALAH
3.1 Sekilas Biografi Sang
Teladan
R.A Lasminingrat lahir pada tahun 1843 dan merupakan putri dari seorang Hoofd Penghulu ( Penghulu Besar )
Limbangan sekaligus juga sastrawan besar pada zaman kolonial yaitu Rd H Muhamad
Musa dari istri kedua beliau yakni R.A Rija. Ayahandanya merupakan seorang
pemrakarsa pemikiran modern (rasionalis) di kalangan menak sunda. Karya-karya
beliau terbukti menjadi embrio terhadap pola fikir masyarakat. Selain itu
beliau juga amat berfikiran maju dan sangat memperhatikan pendidikan
putra-putrinya. Ia menginginkan 17 orang anak-anaknya itu bersekolah di sekolah
Belanda. Disebabkan oleh ketiadaan fasilitas sekolah seperti itu di Garut, maka
beliau mendirikan sendiri sekolah Eropa ( Bijzondere
Europeesce School ) yang menerima siswa baik dari kalangan pribumi dan
Eropa dengan tanpa mengenal gender.
Bertolak dari keinginan ayahnya tersebut, agar R.A Lasminingrat belajar
adat-istiadat orang Eropa seperti kedisiplinan, hidup sehat dan meningkatkan
kemampuan berbahasa Belandanya, maka R.A Lasminingrat dititipkan di rumah ipar
lelaki Levyssohn Norman, seorang kontrolir Sumedang yang juga sahabat R.H
Muhamad Musa. Beliau diangkat anak oleh kontrolir Sumedang tersebut yang
kebetulan tidak memiliki anak. Sejak kecil kecerdasannya sudah terlihat hingga
tidak heran R.A Lasminingrat belajar dengan cepat dan hasilnya beliau menjadi
satu-satunya perempuan pribumi yang mahir berbahasa Belanda. Ketika menginjak
masa dewasa inilah kegiatan kepengarangan R.A Lasminingrat sangat produktif.
Ketika beranjak dewasa, R.A Lasmingrat diperistri oleh R.d Tamtu putra
Pangeran Sugih, Bupati Sumedang. Tetapi pernikahan itu tidak berlangsung lama
karena R.d Tamtu meninggal dunia. Setelah menjanda, beliau pulang ke Limbangan.
Tak lama berselang, beliau dipersunting oleh Bupati terakhir Limbangan
sekaligus Bupati Garut yang pertama yaitu R.A.A Wiratanudatar VIII menjadi
istri yang kedua, dari empat istri yang dimiliki Bupati tersebut. R.A
Lasminingrat memiliki 2 orang putri yaitu Rd Cicih dan R.A Modjaningrat.
Pada tahun 1871-1912 beliau tinggal di Pendopo Kabupaten Limbangan karena
suaminya menjabat sebagai Bupati Kab. Limbangan, baru pada 1 Juli 1913
Kabupaten Limbangan berganti nama menjadi Kab. Garut. Beliau juga aktif dalam
berperan sebagai seorang istri Bupati karena istri pertama Wiratanudatar VIII
yaitu R.A Radjaningrat lebih berkonsentrasi sebagai ibu rumah tangga karena
putranya cukup banyak.
Walaupun telah berkeluarga namun jiwa sosialnya amat menggebu dan kuat.
Bahkan di usia sudah mendekati uzur yaitu 64 tahun beliau masih semangat
mendirikan Sakola Kautamaan Istri.
Dua tahun sesudah pergantian nama Kabupaten, R.A.A Wiratanudatar VIII
pensiun dan digantikan oleh keponakan R.A Lasminingrat yaitu R.A.A Suria
Kartalegawa. Ia sekeluarga kemudian pindah dari pendopo ke sebuah rumah di Regensweg yang menjadi Yogya Dept Store
sekarang.
Setelah suaminya mangkat pada tahun 1918, R.A Lasminingrat makin aktif bergerak dalam dunia pendidikan. Walaupun
ketuaan telah menyelimuti tubuhnya namun tak menghalangi langkah beliau untuk
memajukan kaum wanita.
Mekipun proklamasi telah berkumandang ke seluruh penjuru buana raya namun
Belanda masih tetap tidak mau mengakui kedaulatan R.I mereka mencoba
mengembalikan masa kejayaan mereka dengan melancarkan agresi-agresi. Garutpun
tak luput dari serbuan Belanda NICA kedaan kacau itu memaksa masyarakat untuk
mengungsi. R.A Lasmingrat yang saat itu berusia 100 th dan keluarganya
mengungsi ke daerah Waas Pojok, Bayongbong.
Di pengungsian, masyarakat Waas Pojok menerima keluarga beliau dengan
sukarela. R.A Lasminingrat pun tidak canggung untuk bergaul dengan rakyat cacah,
bahkan sering memangku-mangku dan mengajak bermain anak-anak disana.
Setelah keadaan mulai aman, beliau kembali ke Garut dan tinggal di sebuah
rumah yang sekarang menjadi R.M Tempo
Doeloe karena rumah besarnya telah ia serahkan secara sukarela untuk
menjadi Markas TKR. Di rumah itu pulalah wanita teladan itu menghembuskan nafas
terakhir pada tanggal 10 April 1948.
3.1 Kontribusi R.A
Lasminingrat Bagi Wanita Indonesia dan Terhadap Dunia Pendidikan Nasional
Sejak muda R.A Lasminingrat sudah aktif dalam dunia kepengarangan. Bahkan
boleh dibilang beliaulah pengarang wanita pertama di Indonesia. Pemikiran
rasionalitas, kepekaan sosial dan bakat kepengarangan, rupanya telah diiwariskan oleh R.H Muhamad Musa kepada
beliau. Berikut ini sebagian karya-karya R.A
Lasminingrat :
1.
Menyadur buku karya Crishtoph
Von Schmitd dan Hendrik Van Eichenfels dari bahasa Belanda ke bahasa Sunda tapi
dengan penggunaan aksara Jawa pada tahun 1875 dengan judul Tjarita Erman. Jadi, 4 tahun sebelum R.A Kartini lahir beliau telah
mendidik dengan karyanya. Dicetak sebanyak 6015 eks, sungguh merupakan angka
yang fantastis mengingat pada saat itu hanya ada sedikit orang yang bisa
membaca.
2.
Menulis buku Warnasari
(Rupa-rupa dongeng) pada tahun 1876, terjemahan dari Vertelsels uit het Wonderland voor Kindereen, Klein en Groot, buah
karya Marchen von Grimm dan J.A.A Gouverner. Ditulis dalam aksara Jawa. Cetakan
kedua terbit pada tahun 1903 dan cetakan ketiga terbit 1907.
3.
Pada tahun 1887, menulis buku
Warnasari jilid 2 tercetak dalam aksara Latin, cetakan ke-2 terbit pada tahun
1907.
R.A Lasminingrat
menyadari bahwa dengan membaca maka pengetahuan seseorang akan tambah luas,
karena pada masa tersebut buku-buku yang berkualitas baik berbahasa Belanda,
maka beliau menerjemahkan buku-buku Belanda agar orang-orang Indonesia dapat
bertambah pengetahuannya.
Adapun hal-hal
yang menjadi poin penting dalam karyanya yaitu beliau berusaha menanamkan dan
mendidik masyarakat melalui buku-buku yang beliau terjemahkan, pembuktiannya
ialah sebagai berikut :
a)
R.A Lasminingrat mencoba
menyadur cerita asing agar masyarakat kita bertambah pengetahuannya dan agar
cerita itu terasa dekat dengan keadaan dan kehidupan masyarakat kita, beliau
memberi nama-nama para tokoh yang berbau inlander ( misal : “Erman”, “Ki Pawitra” )
b)
Beliau juga memberi warna Islami
dengan menggunakan kata-kata seperti Allah
Ta’ala dan Alhamdoelillah yang
tidak ada di naskah asli yang di buat oleh orang non-Islam. Di sini nampak
pengaruh kuat ayahnya yang merupakan penghulu besar agama Islam. Selain itu
juga menunjukkan integritas R.A Lasminingrat yang tetap bangga memeluk Islam
walaupun sebagai menak ia dikelilingi oleh orang Belanda yang notabene anti-Islam.
c)
Ia mencoba menanamkan sikap
rasionalisasi dalam pemikiran masyarakat pribumi yang masih beralam pikiran
tradisional dan cenderung diwarnai takhayul. Hal ini dapat ditangkap dari
cerita-cerita yang disadurnya. Misal dalam cerita berjudul “Tjarita Koelit Kalde” ( Cerita Kulit
Kalde ) yang memuat kisah tentang orang tua penangkap ikan yang memberikan
nasihat tidak benar pada putrinya. Disebutkan orang tua ini bisa menghilang
ketika putrinya mencoba memprotes kepadanya. Beliau memberi tambahan penjelasan
bahwa orang tua tadi ialah Jin yang menyesatkan manusia, yang tentu saja bisa
menyerupai manusia dan bisa menghilang.
d)
Mengedepankan pengetahuan
dasar. Misalnya dalam Carita Erman, melalui tokoh anak kecil yang sedang
belajar, diuraikan tentang pengetahuan dasar seperti sumber mata air (mata air,
hujan), cahaya (lampu dan matahari), tumbuhan (sumber makanannya, biji
tanaman).
e) Mengajarkan konsep Ketuhanan dan
Ketakwaan. Melalui tokoh Ajengan / Kiyai yang mengajari anak kecil yaitu Erman
yang penuh rasa ingin tahu secara rasional mengenai Allah sebagai pencipta Alam
Semesta.
f) Pelopor penggunaan kata ganti orang
pertama dalam sastra Sunda. Ini menunjukaan kepribadiannya yang khas sebagai
wanita intelektual.
Jasa-jasa lain yang dipersembahkan bagi kita ialah dalam bidang
pendidikan. Beberapa kontribusi beliau dalam bidang ini antara lain yaitu :
a)
Memegang peranan penting dalam
proses pendirian sekolah wanita pertama oleh Dewi Sartika.
R.d Dewi Sartika berhubungan dekat dengan R. A Modjaningrat istri
dari Wedana Cicalengka sekaligus anak perempuan R. A Lasminingrat. Ketika Dewi
Sartika ingin merealisasikan cita-cita beliau untuk mendirikan sekolah, beliau
meminta izin R.A.A Martanegara ( Bupati Bandung ) namun tentu hal ini tentu
tidak mudah mengingat ayah Dewi Sartika ialah lawan politiknya( R.A.A
Somanagara dituduh terkait dengan peristiwa Tegallega yang mengancam jiwa R.A.A
Martanegara dan beberapa pejabat Belanda ). R.A Modjaningrat menyampaikan
kesulitan ini kepada Ibundanya. Tentu saja ia bersedia menolong dengan meminta
suaminya Wiratanudatar VIII untuk memberi saran kepada R.A.A Martanegara agar
meluluskan permintaan R.d Dewi Sartika. Akhirnya Bupati Bandung tersebut
memenuhi keinginan R.d Dewi Sartika. Pada tanggal 16 Januari 1904 berdirilah
sakola Istri di Bandung.
b) Mendirikan Sakola Kautamaan Istri di Garut
Cita-cita pendirian sekolah wanita oleh R.A
Lasminingrat di latarbelakangi fakta bahwa di penghujung abad ke-19 kaum
perempuan yang bersekolah amatlah sedikit. Pada tahun 1897 di Jawa dan Madura
hanya ada 713 orang yang belajar sampai kelas dua. tahun 1898 terdapat 2.891
orang yang belajar di seluruh sekolah swasta di Hindia Belanda dan pada tahun
itu pula hanya 11 orang anak gadis yang belajar di Sekolah Gubernemen Kelas 1.
Realita memprihantikan itu membuat R.A
Lasminingrat menjadi tergerak untuk melakukan hal yang lebih selain membuat
buku pelajaran. Pada usia yang tergolong senja yaitu 64 tahun beliau masih
semangat untuk mendirikan sekolah Kautamaan Istri pada tahun 1907 dengan tempat
di ruang gamelan Pendopo Garut.
Walaupun beliau tidak mendapat kesulitan saat pendirian
sekolah seperti halnya Rd. Dewi Sartika tetapi hambatan justru datang dari
tradisi masyarakat yang menganggap perempuan tidak perlu bersekolah. Hal itu
berdampak beliau kesulitan mendapatkan murid. Oleh karena itu, ia mengerahkan
seluruh sanak keluarga dan pegawai pangreh praja ( Inlandche ambtenar ) menjadi muridnya. Tenaga pengajarnya ialah
Nyi Rd Surianingrum, Nyi Rd Rajakusumah dan Murtiah ( guru yang didatangkan
dari Bandung )
Pelajaran yang diberikan tak jauh berbeda dengan
Sakola Istri Dewi Sartika yaitu menulis, membaca dan keterampilan wanita
seperti memasak, mencuci, menyeterikan, merenda, membatik, merajut, menjahit
dan menisik pakaian. Selain itu juga diberikan pelajaran kerajinan tangan
seperti membuat taplak meja, menjahit kain perca dan membuat daur ulang dari
kertas timah pembungkus rokok. Usaha untuk memajukan kaum wanita ini mendapat
persetujuan dan dukungan penuh dari suami dan pejabat pemerintahan. Pada tahun
1911 karena kapasitas ruangan yang tidak memadai maka ruang sekolah pindah ke
Jalan Kautamaan Istri ( sekarang Jalan Ranggalawe ) dengan jumalah murid
sebanyak 200 orang dan 5 ruangan kelas.
a) Untuk memperkuat status sekolah tersebut,
R.A Lasminingrat menghadap Gubernur Jendral Belanda di Istana Bogor untuk
mengesahkan sekolah itu, ia berhasil dan Kautamaan Istri disahkan sebagai
organisasi yang disebut Vereeneging
Kautamaan Istri Scholen dengan akte
No. 12 tanggal 12 Februari 1913. Selanjutnya sekolah itu membukan cabang di
Distrik Tarogong, Cikajang dan Bayongbong. Pada akhirnya sekolah Istri Dewi
Sartika dan Kautamaan Istri Lasmingrat yang berkembang bersama-sama berpadu dan
saling melengkapi.
3.3 Analisis-Analisis Terkait
Mengenai Hambatan R.A Lasminingrat sebagai Pahlawan Nasional
Menurut argumen
dan analisis penulis, ditemukan beberapa kemungkinan-kemungkinan yang menjadi
faktor penghambat pengusulan R.A Lasminingrat sebagai pahlawan nasional
diantaranya yaitu :
- Faktor Pemerintah
- Kurangnya kesungguhan dari Pemerintah Daerah dalam menggali data dan fakta mengenai kepahlawanan R.A Lasminingrat.
- Kurangnya sosialisasi dari
pemerintah, hal ini terbukti dengan tak ada satupun monumen atau
pengabadian nama R.A Lasminingrat di Kabupaten Garut, walaupun hanya
sebagai nama jalan. Mengapa
Jln Kautamaan Istri mesti dirubah pada tahun 1950 menjadi Jln Ranggalawe?
Padahal di jalan tersebut merupakan basis perjuangan R.A Lasminingrat
pada masa lalu.
- Faktor Politis
Faktor penghambat dalam bidang politis yang disinyalir ikut menjadi
kerikil dalam pengajuan nama beliau sebagai pahlawan nasional adalah :
·
Keterlibatan R.A.A Suria
Kartalegawa yang terhitung masih keponakan beliau dalam Pemberontakan Cimareme
1919.
·
Opini masyarakat yang
menganggap kalau keluarga beliau dekat dengan
kolonial Belanda, hingga kondisi sosial sebelum era sekarang yang cenderung
sedang hangat-hangatnya rasa nasionalisme, tidak memungkinkan pengajuan beliau
sebagai pahlawan nasional.
3.
Faktor Sosial-Budaya
·
Adat masyarakat yang masih
susah menghilangkan lekatnya istilah Diskriminasi
Gender. Hal ini terbukti dengan hanya terdapat 10 orang wanita yang
tercatat resmi sebagai pejuang nasional dari jumlah keseluruhan 136 orang.
·
Tempat tinggal beliau yang di
daerah sehingga agak kurang terekspose publik.
·
Kurangnya
apresiasi masyarakat lokal terhadap eksistensi pahlawan daerahnya.
3.4 R.A Lasminingrat Sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia
Berikut ini
ditampilkan relevansi antara kriteria Pahlawan nasional dengan gambaran yang
ada pada diri R.A Laminingrat yaitu sebagai berikut :
1.
R.A Lasminingrat adalah Warga
Negara Republik Indonesia yang telah meninggal dunia dan semasa hidupnya :
·
Telah memimpin dan melakukan
perjuangan melalui bidang pendidikan, baik secara tidak langsung ( melalui buku
pendidikan ) dan langsung ( mendirikan sekolah ). Melalui karya-karyanya,
beliau telah memberikan kesadaran tentang perlunya sekolah, mendidik masyarakat
menjadi manusia yang berfikir rasional, bertakwa. beretika dan berintegritas.
·
Telah melahirkan gagasan atau
pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara. Ia
merupakan wanita intelektual pertama di Indonesia. Buku-buku terjemahannya
menjadi buku bacaan wajib sejak 1875
sampai akhir masa penjajahan. Menilik begitu lamanya buku ini bertahan, dapat
dikatakan secara tidak langsung gagasan dan pemikiran yang ada dalam buku
tersebut telah mempengaruhi pola fikir siswa pribumi yang nantinya berperan
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
2.
Pengabdian dan perjuangan yang
dilakukannya berkesinambungan hampir semasa hidupnya.
3.
Perjuangan yang dilakukannya
mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional. Hal itu bisa terlihat di salah satu buku beliau yaitu Tjarita Erman yang tercetak 6015 eks,
mengingat pada saat itu penduduk Indonesia belum sebanyak sekarang dan
kemampuan melek hurufnyapun amat rendah maka dapat diindikasikan bahwa distribusi
buku yang nantinya baik langsung maupun tidak mempengaruhi pola fikir
masyarakat cukup luas. Selain itu sekolah Kautamaan Istri dan sekolah Istri
Dewi Sartika bertebaran di sejumlah pelosok negeri.
4.
R.A Lasminingrat memiliki
konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan / nasionalisme yang tinggi. Ia tetap
berkecimpung dalam dunia pendidikan nasional sampai usia tua, selain itu beliau
merelakan rumah besarnya menjadi markas TKR sikap rela berkorbannya itu semakin
mempertegas segi kenasionalismean beliau.
5.
Beliau memiliki Akhlak dan moal
keagamaan tinggi. Melalui karya-karyanya mengajarkan bagaimana mengenal dan
senantiasa bersyukur pada sang Pencipta.
6.
Tidak pernah menyerah kepada
lawan / musuh perjuangannya. terbukti walaupun beliau dikelilingi oleh
orang-orang Belanda namun belaiau tetap eksis memperlihatkan ciri muslimah
beliau dalam setiap karya-karyanya.
Sepanjang
riwayat hidup R.A Lasminingrat tidak pernah melakukan perbuatan yang merusak
nilai perjuangan beliau.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a.
R.A Lasminingrat merupakan
Wanita Intelektual pertama di Indonesia.
b.
Beliau memiliki kontribusi
besar bagi bangsa kita khususnya dalam bidang pendidikan
c.
Mengingat segala jasa beliau,
R.A Lasminingrat patut disejajarkan dengan 2 pahlawan kebudayaan nasional yaitu
R.A Kartini sebagai Pahlawan Emansipasi, Dewi Sartika sebagai Pahlawan
Pendidikan dan R.A Lasminingrat sebagai Pahlawan Intelektual Wanita.
d.
Dilandasi relevansi antara
kriteria pahlawan nasional dan gambaran yang ada pada R.A Lasminingrat maka
beliau layak diajukan sebagai Pahlawan Nasional.
4.2 Saran
Setelah penulis
melakukan penelitian dengan segala kemampuan yang terbatas, maka saran-saran
yang dapat penulis ketengahkan ialah :
a.
Kita harus meneladani
sifat-sifat R.A Lasmingrat yang tidak pernah puas dan tidak pernah menyerah
dalam mempelajari Ilmu pengetahuan.
b.
Baik masyarakat maupun pemerintah harus lebih menghargai perjuangan
para pahlawan yang berguna untuk mempertegas eksistensi bangsa Indonesia.
PETIKAN KARYA R.A
LASMININGRAT
”Sang Radja Poeteri Adjeng
Saderekna Doewa Welas”
(Pupuh : Kinanti)
Koela langkoeng soeka
soekoer, moedji ka Goesti noe Soetji, noe Moelja Maha Wisesa, reh parantos
koela njalin, njoetat ti boekoe Walanda, paparin toewan ti Pasir.
Lain koela sabab timoe,
noemawi koela njalin, ngan maksa koe
hajang bisa, tataros neda piwedjang ka toewan anoe maparin.
Toewan boengaheoen
kalangkoeng, reh koela tjengeng pikir, teoe seoenggah koe kasoesah, henteoe
risi koe teoe ngarti, pek bae ngamimitian, noe teoe ngarti naros deoei.
Henteoe ngagoegoeloeng ka
emboeng, koela nitah wara-wiri, mawa soerat ka Waspada, ngahartoskeoen beoenang
njalin, manawi aja lepatna, sedja njoehoenkeoen disaksi.
Eta sajaktosna kitoe, poerwa
njalin bisa djadi, djeoeng deoei anoe diseja, noe matak teoe noenda noelis,
sareng henteoe noenda matja, pikir koela aringgis.
Beoenang kaoela goegoeroe,
soepaja oelah moebadir, ongkos sepoeh teoe kaboewal, jadi koela ngaroegi,
beoebeoenangan di iskola, les poho taja noe eling.
Sabab barang enggeoes
tangtoe, sagala ge bisa leoengit, pangabisa teoe diasah, tangtoe bae lali
deoei, tjara oepama pakarang, pangarang nja kitoe deoei.
Jeoeng deoei teoe hade
nganggoer, ngahoeleng mikir teoe hasil, selang-selang pagawean, anggoer matja
reoedjeoeng noelis, ngabeoebeoerah kasoesahan, ngaleoengitkeoen bingbang ati.
Ieoe tjarita noe madkoer,
beoenang pisan damel misil, eta hoedjah Raja Poetra, Binjamin leres teh
teoeing, teoe aja noe tjilaka, sabab didjaring koe harti.
Tamat njalin ieoe boekoe,
tjarita Sang Raja Poeteri, di tanggal salapan welas, powe Senen Febroeari,
koela tatjan eoereoen ngarang, mangke tangtoe aja deoei.
Terjemahan :
Saya lebih suka bersyukur, memuji kepada Tuhan Yang Maha Suci, Yang Maha
Mulya Maha Kuasa, bahwa saya telah menyalin, mengutip buku Belanda, pemberian
tuan di Pasir.
Bukan karena saya menemukan, makanya saya menyalin, hanya memaksakan karena
ingin bisa, yang ketemu cepat ditulis, bertanya mohon nasihat, pada tuhan yang
memberi.
Tuan gembira sekali, bahwa saya semangat berfikir, tidak risi karena tidak
mengerti, silakan memulai, yang tidak mengerti menanyakan lagi.
Tidak memeluk rasa segan, saya menyuruh wara-wiri, membawa surat ke
Waspada, menyampaikan hasil salinan,
barangkali ada salahnya, maksud minta diperiksa.
Itu sesungguhnya begitu, menyalin bisa jadi, dan lagi yang diminta, oleh
karena itu tidak menunda menulis, dan tidak menunda membaca, menurut saya
mengkhawatirkan.
Hasil saya berguru, supaya jangan mubazir, biaya orang tua tidak sia-sia,
jadi saya merugikan, hasil bersekolah, kemudian hilang tak ada yang diingat.
Sebab barang tentu, semuanya bisa hilang, kemampuan tidak diasah, tentu
saja lupa lagi, seperti halnya alat, kemampuanpun demikian.
Lagipula tidak baik menganggur, termenung memikirkan tidak berhasil,
selingan pekerjaan, lebih baik membaca dan menulis, menghibur diri dari
kesusahan, menghilangkan hati yang bimbang.
Cerita ini, dapat dijadikan contoh, kelakuan Raja Putri Benyamin yang
benar, tidak ada celaka, sebab dijaga oleh pengetahuan.
Tamat menyalin buku ini, cerita Sang Raja Putri, Senin, tanggal 19
Februari, saya belum berhenti mengarang, nanti tentu ada lagi.
SILSILAH KELUARGA R.A
LASMININGRAT
( Istri Dan Anak-Anak R.H
Moehamad Moesa )
1. R.A Perbata
a.
R.AA
Soeria Nata Ningrat ( Bupati Lebak )
b.
R.A.A Soeria Nata Legawa atau
Kartawinata ( Patih Sumedang )
c.
R.S Domas ( Pr )
d.
R.H Zainal Asikin ( Hoofd
Panghulu Limbangan )
2. R.A Rija
a. R.A Lasminingrat ( Pr. Istri Bupati
Limbangan )
b. R.A Ratna Ningrum ( Pr )
c.
R.A
Lenggang Kancana ( Pr. Pengarang Warnasari )
3. R.A
Banonagara
a.
R. Soeria Nata Madenda
b.
R. Radja Bodedar
c.
R. Niswan Radjanagara ( Pr )
4. R.H Djuhro
a.
R. Moerminah ( Pr )
b.
R. Siti Rahmah( Pr )
c.
R.A.A Prawirakoesomah ( Bupati
Serang )
5. R.A Lendra
Karaton
a. R. Ahmad Nata Legawa ( Wedana Singaparna )
b.
R. Ahmad Prawiradilaga ( Wedana
Cibeber )
6. R. Tedja
Mantri
a.
R. Andu Surja Adi Widjaja
(Hoofdjaksa Bandung) (Sumber Mikihiro Moriyama)
Sumber:
Makalah pada Lomba
Penulisan dan Diskusi Sejarah Lokal Tingkat SMA/Sederajat yang diselenggarakan
oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, tanggal 27
September 2007.