Festival Adat Kerajaan Nusantara (FAKN) 2021 digelar di Komplek Karaton Sumedang Larang, Kabupaten Sumedang. Kerajaan Sumedang Larang menjadi salah satu kerajaan di Jawa Barat yang masih mengakar hingga saat ini jika ditinjau dari geneologi atau silsilah.Kerajaan Sumedang Larang merupakan pecahan kerajaan Sunda Galuh yang didirikan oleh Wretikandayun pada 612 Masehi. Kerajaan Sumedang Larang sendiri berawal dari Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih yang memerintah sekitar tahun 1.500 Masehi.
Prabu Guru Aji Putih merupakan putra Aria Bima Raksa yang merupakan Cucu dari Wretikandayun. Aria Bima Raksa atau dikenal juga dengan Ki Balangantrang atau dengan nama Resi Agung, senapati Galuh.
Hal itu diungkapkan dalam Jurnal Patanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 154-168; Sejarah Kerajaan Sumedang Larang oleh Euis Thresnawaty S. Singkatnya, dusun-dusun yang dirintis oleh Aria Bima Raksa di pinggiran Sungai Cimanuk mampu dipersatukan oleh Prabu Guru Aji Putih menjadi Kerajaan Tembong Agung.
Kerajaan Tembong Agung yang sebelumnya terletak di Citembong Girang, Kecamatan Ganeas Sumedang, bergeser pindah ke Kampung Muhara, Desa Leuwi Hideung, yang sekarang termasuk Kecamatan Darmaraja.
Prabu Guru Aji Putih terlahir dari Aria Bimaraksa dengan Dewi Komalasari. Prabu Guru Aji Putih menikah dengan Dewi Nawangwulan dengan melahirkan empat orang putra diantaranya berturut-turut Prabu Tajimalela, Aji Saka, Haris Darma dan Langlang Buana.
Kerajaan Tembong Agung menjadi kerajaan berpengaruh. Selain mendapat dukungan dari salah satu kerajaan besar di tatar Sunda, yakni Kerajaan Galuh, Kerajaan Tembong Agung juga telah mampu menyatukan dusun-dusun yang tersebar di kaki gunung di sekitaran Sumedang kini dan sebagian Majalengka dan Kuningan.
Saat Prabu Guru Aji Putih meninggal dunia, estafet kerajaan dilanjutkan oleh putra sulungnya, yakni Batara Tungtang Buana atau yang lebih dikenal dengan Prabu Tajimalela.
Di tangan Batara Tungtang atau Prabu Tajimalela inilah Kerajaan Tembong Agung berubah nama menjadi Sumedang Larang. Nama tersebut, dipilihnya setelah dirinya mempelajari ilmu Kasumedangan.
Ilmu Kasumedangan dalam sumber tradisi disebutkan, Batara Tungtang melakukan perjalanan ke beberapa tempat termasuk Gunung. Hingga ia memutuskan untuk berhenti di Gunung Mandala Sakti yang berada di sekitar Situraja.
Konon di sanalah ia memperoleh ilmu Kasumedangan. Dari sekembalinya dari sana pula ia lebih memilih kerajaannya bernama Sumedang Larang dan mengganti namanya menjadi Prabu Tajimalela.
Dalam buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 karya Nina H Lubis (1998); disebutkan bahwa dalam tradisi Sunda sebelum pengaruh Mataram masuk, konsep kekuasaan tersirat dalam naskah amanat Galunggung.
Dalam naskah itu dinyatakan bahwa seseorang dapat menjadi penguasa di suatu daerah apabila ia menguasai kabuyutan di daerah tersebut. Bila seorang raja berhasil menguasai kabuyutan dengan cara bertapa maka akan mendapat kejayaan dan kekayaan. Dalam hal ini, kekuasaan dicapai dari sesuatu yang keramat, sedangkan kekayaan hanyalah sebagai atribut kekuasaan.
Dalam Jurnal Patanjala disebutkan bahwa kata Sumedang berasal dari sebuah kalimat insun medal, insun madangan. Kalimat tersebut mengacu pada kejadian saat Prabu Tajimalela menobatkan anak keduanya, yakni Gajah Agung sebagai penerus Tahta Kerajaan kelak.
Saat itu, terjadi peristiwa langit yang diterangi oleh cahaya. Melihat peristiwa itu ia pun mengucapkan sebuah kalimat Ingsun medal ingsunmadangan, kaulabijil, kaulanyaangan (aku terlahir, aku memberi penerangan). Maka dari situlah kataSumedang terlahir. (Nur Azis)
Sumber: https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5746516/menilik-sejarah-dan-silsilah-kerajaan-sumedang-larang