Oleh Toto Sucipto
Abstrak
Karya tulis yang merupakan resume hasil penelitian ini mengungkapkan gambaran mendalam mengenai eksistensi keraton di tengah peradaban masa kini dengan fokus telaah pada persepsi masyarakat terhadap keraton. Penelitian berangkat dari anggapan bahwa keraton semakin menempati posisi marginal belakangan ini. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh perubahan sikap dan pandangan masyarakat terhadap keraton akibat derasnya arus kebudayaan dunia dan lingkungan global. Keraton kini hanya dianggap sebagai pusat kebudayaan bagi masyarakat setempat, bukan lagi merupakan sebuah wilayah kekuasaan politik yang independen. Meskipun demikian, masyarakat masih mengenangnya sebagai salah satu lumbung budaya daerah yang potensial. Untuk mengupas permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan datanya adalah studi literatur, observasi dan wawancara. Setelah dikaji, penulis mencoba merumuskan beberapa usulan kebijakan mengenai langkah-langkah revitalisasi keraton dalam mengantisipasi era globalisasi, yaitu mewujudkan dan memantapkan identitas kepribadian bangsa yang dikemas dengan model masa kini tanpa harus tercerabut dari akarnya.
Kata kunci: eksistensi keraton, lumbung budaya, revitalisasi keraton.
Abstract
The paper is a resumé of a research concerning depth description of the existence of keraton (karatuan = royal palace) in the middle of modern society focusing on the peoples’s perception on keraton. Today people think keraton merely a cultural centre for local people, not as a domain of an independently political power. Changes in world culture and global environment might be responsible for this point of view.To analyse the problem the author conducted a descriptive research method with qualitative approach. Data were collected from bibliographical study, observation, dan interviews. Some suggestions are proposed, such as the policies that should be taken by keraton in anticipating globalization. Revitalization should be made possible in maintaining the recent national identity without having to abandon old traditional values.
Keywords: existence of the palace, granaries culture, revitalization palace.
Diterbitkan dalam Patanjala, Vol. 2 No. 3 September 2010