WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Inggit Garnasih Di Mata Keluarga

Oleh Tito Zeni Harmaen

Masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang adalah suatu rentetan waktu yang saling berhubungan. Masa lalu memberikan pengaruh dan akibat untuk masa sekarang dan masa akan datang. Karena pertumbuhan sosial memiliki sifat yang sangat unik, yang membedakan perubahan masyarakat dengan kejadian alam. Perbedaan sesungguhnya adalah masyarakat terdiri dari manusia-manusia yang sadar dan dari perbuatan yang sadar itulah timbul segala sesuatu yang berakibat di dalam masyarakat.

Sedangkan didalam alam hanya ada tenaga tidak sadar dimana yang satu bekerja atau mempengaruhi yang lain. Sedangkan didalam sejarah masyarakat terjadi sebaliknya, dimana semua pelaku memiliki kesadaran. Manusialah yang bertindak dengan berfikir lebih dahulu, dengan nafsu atau keinginan. Bekerja menuju tujuan yang tertentu, dan tidak ada yang terjadi tanpa maksud yang sadar atau tanpa tujuan yang diniatkan. Di dunia ini tidak ada suatu kejadian yang tidak sengaja. Semuanya disengaja, ada sebabnya, semua kejadian tunduk pada hukum sebab dan akibat begitu pula dengan perjuangan bangsa Indonesia, yang dulu ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Bahkan tindakan orang per orang tunduk pada hukum sebab dan akibat, demikian pula dengan sosok Inggit dan Soekarno.

Itu semua bukan hanya untuk menyatakan individual psikologi yang berbeda, tetapi untuk menunjukkan kenyataan bahwa orang-orang berada di dalam keadaan yang berbeda, dengan kepentingan yang berbeda yang timbul dari keadaan itu. Kepentingan yang berbeda itulah yang sesungguhnya menimbulkan tujuan yang berbeda. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan, tetapi sebaliknya keadaanlah yang menentukan kesadaran manusia.

Demikian pula dengan perceraian antara Bung Karno dan Ibu Inggit karena keadaan dan kepentingan yang berbeda pula?

Mengapa Ibu Inggit begitu mencintai Bung Karno sebagai isteri dalam kehidupan berumah tangga dan menemani Bung Kamo sebagai kawan seperjuangan dalam masa sulit. Bahkan kecintaan dan perasaan serta pengorbanan Inggit menjadi kekuatan dan semangat yang tidak pernah padam dalam diri Bung Karno.

Ibu Inggit mewujudkan dan menterjemahkan keindahan cintanya kepada Bung Karno bukan hanya ungkapan saja. Bukanlah Ibu Inggit pernah mengatakan bahwa "Bung Karno itu adalah tanaman ibu. Ibulah yang merawatnya, menyiraminya dan memupuknya, sehingga 'pohon' Soekarno itu tumbuh dengan subur".

Ibu Inggit melakukan semua itu sesuai degan garis dan dharma hidupnya yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Ibu Inggit menerima segala keadaan baik yang manis maupun yang pahit dengan ucapan "Alhamdulillah" karena menyadari sepenuhnya bahwa yang pahit dan sedih itupun adalah karunia dari tangan Maha Pengasih, kalaupun masih ada halangan atau kesulitan harus kita terima dengan ikhlas.

Cobalah kita simak apa yang ditulis oleh Im Yang Tjoe di tahun 1933 dalam bukunya "Soekarno Sebagai Manusia", "Yang membuat Soekarno jadi sosok Soekarno yang sekarang, tidak lain adalah istrinya Inggit. Pengorbanan Inggit tidak ada batasnya. Bayangkan saja, bagaimana perasaan seorang istri yang ditinggal suami masuk penjara, tetapi Ibu Marhaen yang berhati mulia itu telah merasakan penderitaan itu tanpa sepatah keluhan pun, sejak dalam penjara di Banceuy sampai pindah ke Sukamiskin, tiap-tiap minggu Inggit datang menyambangi, bukan dengan kemurungan tetapi dengan ucapan

"Koesno, kau adalah satrya, maka terimalah cobaan ini dengan gagah, dengan pendirian yang tetap dan pikiran yang tenang."

Kemudian Im Yang Tjoe menuliskan: "Keberuntungan Soekarno bisa dikatakan sampai ke puncaknya karena hidupnya didampingi seorang istri yang begitu berbudi seperti Inggit Garnasih. Tapi itu belumlah semuanya. Ada lagi yang lebih membesarkan hatinya, ada lagi yang boleh dibuat kebanggaan, ialah kecintaan Inggit kepada sesama manusia yang sengsara. Hartanya sendiri ludes untuk memberi pertolongan kepada siapa saja yang pantas untuk ditolong slang atau malam. Hari hujan maupun cerah, Inggit Garnasih selamanya sediakan tenaga, waktu dan apapun yang ia punya, untuk kepentingan perikemanusiaan dan perikebajikan.

Mengapa pula seorang S.I Poeradisastra mengatakan : "Separuh dari semua prestasi Soekarno dapat didepositokan atas rekening Inggit Garnasih di dalam 'Bank Jasa Nasional Indonesia"'. Ungkapan itu rasanya tidak berlebihan.

Bukankah Soekarno sendiri mengakui bahwa dia berutang budi yang tak terlunaskan seumur hidupnya kepada Inggit, dan beberapa kali Soekarno mengakui hal ini di depan umum, yang pertama pada tanggal 31 Desember 1931, dalam acara penyambutan kebebasannya dari penjara Sukamiskin. Kedua, pada tanggal 2 Januari 1932 saat rapat Kongres Indonesia Raya di Surabaya, dan yang ketiga kalinya didalam autobiografinya yang ditulis oleh Cindy Adam, yang didalamnya Soekarno mengakui bahwa Inggit Garnasih sebagai tulang punggungnya dan tangan kanannya selama separuh dari umurnya.

Mengapa Ibu Inggit dan Bung Karno dalam perjuangannya adalah begitu tabah, berani dengan segala pengorbanan untuk rakyat dan negaranya. Memang benar apa yang dikatakan dan diajarkan para filsuf Yunani kuno. Pembentukan j iwa manusia harus diawali dengan membentuk moral dan karakter.

Moral adalah suatu sifat dan perilaku yang didasari etika, estetika dan budi pekerti. Sedangkan karakter adalah sikap yang teguh pada prinsip, berani membela kebenaran walaupun harus menghadapi maut yang menghadangnya.

Sewaktu mereka tinggal di Bandung, salah satu guru kebatinan mengajarkan "Cinta kasih yang murni antara manusia dengan Tuhannya dan antara sesama manusia"

Bagaimana manusia bisa mempunyai rasa cinta kasih dan kasih sayang yang murni demikian? Caranya hanya dengan tindakan laku lampah, hirup kudu j eung huripna. Dengan latihan dalam kehidupan sehari-hari.

Kosongkan "pamrih" untuk diri pribadi dan inilah satu-satunya jalan untuk menolong sesama manusia dengan melenyapkan pamrih diri pribadi.

Bila manusia sudah bisa melenyapkan pamrih untuk dirinya sendiri, maka hati sanubarinya akan dapat menangkap jeritan hati sesama manusia yang menderita.

Jika manusia sudah bisa mengosongkan dirinya dari pamrih pribadi, maka ia dapat menempatkan Tuhan Yang Maha Esa serta sesama manusia sebagai poros hidupnya. Jadi proses pertama adalah pengosongan diri dari pamrih pribadi dan kedua pengisian dengan Tuhan serta sesama manusia.

Kepada Ibu Inggit, orangtua itu pun berpesan : "Nggit tugas hirup maneh mah ngan saukur maturan jeung ngajadikeun Soekarno. Lantaran geus jadi uga anu natrat dina diri maneh, kaluhur moal sirungan kahandap moal akaran". (Nggit, tugas dari hidupmu, hanya menemani dan menjadikan Soekarno, sebab sudah menjadi garis hidupmu, keatas tidak akan bertunas dan kebawah tidak akan berakar). Dan ini terbukti kalau pada akhirnya Ibu Inggit hanya mengantarkan Bung Karno sampai di gerbang kemerdekaan.

Selain itu Bung Karno dan Ibu Inggit banyak mendapat wejangan dan masukan dari seorang tokoh yang namanya sudah terkenal yaitu Bapak Sosrokartono atau lengkapnya Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak dari R.A. Kartini yang dahulu bertempat tinggal di Bandung di jalan Pungkur.

Inilah yang bisa saya simpulkan dari cerita dan wejangan Ibu Inggit semasa hidupnya, mengapa Ibu Inggit dalam mendampingi Bung Karno, bisa begitu mencintai Kusnonya dengan cinta murni. Mengorbankan dan merelakan harta bendanya berupa rumah atau tanah dan perhiasan untuk membiayai perjuangan dan kegiatan politik Soekarno.

Ibu Inggit berusaha menanamkan pada dirinya dan batinnya, sifat-sifat Tuhan yang mengandung unsur "kebenaran, kebaikan dan keindahan" walaupun jauh dari sempurna.

Bandung, 20 September 2012

Sumber: Makalah disampaikan pada acara Temu Tokoh yang diadakan oleh BPNB Jawa Barat di Soreang tahun 2012

Popular Posts