Antara tradisi dan modern merupakan sebuah fenomena yang terkadang menjadi acuan untuk menentukan arah perilaku dan sikap bagi sebagian masyarakat. Keinginan untuk mengambil salah satu dari dua pilihan tersebut tidak dapat dipaksakan karena antara tradisi dan modern merupakan sebuah kebudayaan yang memang menjadi bagian dari kehidupan manusia. Dalam ilmu Antropologi, Koentjaraningrat (dalam Prabowo, 1996: 20) mengatakan bahwa kebudayaan pada hakikatnya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang menjadi milik diri manusia dengan belajar. Menilik dari apa yang dikatakan Koentjaraningrat tersebut, kebudayaan bersifat universal dengan tidak memandang tradisional ataupun modern dan sudah menjadi milik manusia baik dari gagasan, ide, maupun hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar. Pertanyaannya adalah, siapa yang mengajarkan kebudayaan?
Indonesia dikatakan sebagai negara multi kultur yang terlihat dari keberagaman suku bangsa berikut tradisi yang melimpah baik dari unsur Bahasa, Sistem Pengetahuan, Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial, Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, Sistem Mata Pencaharian Hidup, Sistem Religi, dan Kesenian. Terkadang timbul pendapat yang bernada guyon, “jadi, Indonesia itu merupakan sebuah negara yang dihuni oleh masyarakat tradisional?” Jawabannya tentu tidak. Suku bangsa seperti Jawa, Sunda, Batak, bahkan Papua sudah tentu mengenal teknologi (budaya) modern mulai dari transportasi, fashion, kuliner hingga gadget yang semakin canggih. Lalu, dimana peran tradisi yang sudah menjadi kekayaan masing-masing suku bangsa, dibiarkan, dihapus, atau dilestarikan?
Etika kebangsaan, moral, dan martabat Indonesia merupakan identitas Indonesia di mata negara lain. Ada pernyataan turis yang cukup menarik dikutip dari blog.tiket.com . Liburan ke Indonesia menurut mereka (turis) dirasa cukup bahagia, di antaranya karena faktor keramahtamahan, kuliner yang murah meriah, keunikan, dan kebudayaan Indonesia yang kaya. Lalu di mana sisi kemodernan Indonesia? Beranjak dari pernyataan turis tersebut dapat dikatakan bahwa Indonesia lebih dikenal di negara lain karena keragaman budaya dan etika keramahannya. Perihal kemodernan yang juga menjadi gaya hidup kekinian merupakan unsur tambahan dari pendukung kebudayaan dengan tidak meninggalkan sama sekali gaya hidup mereka sebelumnya. Oleh karena itu, dapat dilihat perbedaan etika berperilaku antara masyarakat Indonesia dan negara asal turis. Pernyataan masyarakat Indonesia yang ramah menandakan adanya perbedaan interaksi antara masyarakat di negaranya dan interaksi saat berada di Indonesia.
Acuan kemodernan bagi sebagian masyarakat Indonesia yang lebih mengarah pada negara maju sudah sepantasnya ditinjau kembali mengingat nama Indonesia yang kaya akan keragaman budaya dan keramahtamahannya merupakan hasil didikan budaya tradisional yang memiliki nilai luhur warisan nenek moyang. Sementara itu, acuan kemodernan lebih diarahkan pada duplikasi gaya hidup yang bersifat temporer di satu sisi, dan pada sisi lainnya masih berpedoman pada nilai budaya yang biasa mereka terapkan dalam pola hidup keseharian. Contoh sederhana dapat dilihat dari pola komunikasi seperti bertegur sapa, mengucapkan salam, memprioritaskan orang yang lebih tua saat berada di angkutan umum – meskipun di tangan mereka tetap menggenggam handphone beserta headset yang tetap terpasang. Dengan kata lain, generasi muda – yang rentan terkontaminasi budaya modern – sebagai pemegang tongkat estafet selanjutnya dari generasi tua untuk melanjutkan perjuangan Indonesia menjadi negara yang beretika dan bermartabat sudah saatnya memiliki referensi budaya untuk digunakan sebagai acuan dalam merencanakan masa depan yang sesuai dengan rambu-rambu Bhineka Tunggal Ika.
Referensi budaya yang sudah men-tradisi – yang terpilah menjadi 7 unsur tersebut di atas – sebenarnya tidak perlu susah-susah dicari. Banyak referensi budaya yang sudah terkategori sebagai kekayaan budaya Indonesia dapat ditemukan di lingkungan sekitar tempat tinggal, seperti: bahasa, makanan, minuman, peralatan kerja (memasak, pertukangan), kesenian, pengetahuan tradisional, dan cerita rakyat.
Sekolah sangat berperan penting dalam mempersiapkan generasi muda sehingga diibaratkan sebagai “kawah candradimuka” untuk mematangkan generasi muda dalam menjalani dan menghadapi “kehidupan yang sebenarnya”. Berbagai disiplin ilmu diajarkan di sekolah, termasuk di antaranya pelajaran tentang kebudayaan. Patut digarisbawahi bahwa mata pelajaran yang disampaikan di sekolah sudah tentu berbentuk materi pelajaran yang terkadang harus diujicobakan, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Mata pelajaran tentang pengenalan kebudayaan merupakan salah satu mata pelajaran yang sarat dengan ujicoba di luar sekolah. Pengetahuan di bangku sekolah tentang kuliner, kesenian, kerajinan tradisional, dan sebagainya tentu bukan hanya dihapal. Saat berada di luar sekolah, siswa juga harus mengetahui wujud sebenarnya tentang kuliner ataupun kesenian tradisional yang telah dipelajarinya di sekolah.. Dengan adanya ujicoba pengenalan secara langsung mengenai karya budaya tradisional diharapkan siswa mampu untuk mengeluarkan ide-ide kreatif dalam upaya merangkai kebhineka tunggal ikaan sekaligus memperkuat karakter kebangsaan. (irvansetiawan)