Oleh Aam Masduki
Abstrak
Sindiran adalah salah satu bentuk puisi Sunda lama yang terdiri atas sampiran dan isi. Namun demikian kepuisiannya terbatas pada rima dan irama, bukan pada diksi dan imajinasi seperti halnya puisi modern (sajak). Bahasanya mudah dipahami seperti bahasa sehari-hari. Dalam sastra Indonesia bisa disebut pantun. Sisindiran “pantun” merupakan puisi rakyat yang sangat digemari masyarakat. Sisindiran dapat mengungkapkan atau mencerminkan perasaan, keadaan lingkungan, dan situasi masyarakat desa, petani, dan lain sebagainya. Biasanya dituturkan dalam suasana santai, berkelakar, berbincang-bincang, dan suasana formal, misalnya dalam upacara adat perkawinan, melamar, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, sangat luwes, mudah memasuki berbagai gendre sastra lainnya, seperti cerita pantun, wawacan, novel, cerpen, novelet bahkan kadang-kadang muncul juga pada puisi modern. Dilihat dari pembentukannya, kata sisindiran berasal dari bentuk dasar sindir ‘sindir’. Dengan demikian sisindiran merupakan bentuk kata jadian yang diperoleh dengan cara dwipurwa (pengulangan awal) disertai akhiran-an. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu seluruh data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan cara dikaji dan diklasifikasikan menurut struktur, isi, dan fungsi yang dikandungnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Adanya sisndiran dalam bentuk tertulis merupakan dokumentasi pengawetan karya sastra agar tidak mengalami kepunahan, (2) Menunjang kemudahan untuk menyusun sejarah sastra, serta pengembangan teori sastra, khususnya sastra lisan Sunda,.(3) Hasil pendokumentasian ini akan sangat bermanfaat untuk perbendaharaan bahasa, sastra, dan budaya daerah. Hasil akhir dari penelitian ini ungkapan-ungkapan dalam sisindiran diharapkan menjadi bahan bacaan yang dapat menuntun generasi berikut ke jalan kebaikan melalui ungkapan yang disampaikan secara langsung atau tidak langsung (menyindir).
Kata kunci: nilai-nilai, puisi, sisindiran, bahasa Sunda.
Abstract
Sisindiran is a type of old Sundanese poem. It consists of sampiran and content. Sampiran is the first two rows that have nothing to do with the content but functions as rhyme to the sentence of the content. Unlike modern poems, sisindiran is practically limited to rhyme and rhythm, excluding diction and imagination. The language used in sisindiran is everyday and easy-to-understand one. Indonesian literature call it pantun. As a pantun, sisindiran is very popular amongst Sundanese people as it reflects feelings, village environment (the peasants and the village itself). Sisindiran is usually used either in formal and informal settings because it is very flexible, in terms of it is easily fitted to other genres such as carita pantun, wawacan, novels, short stories, even modern poems. Etymologically, sisindiran derives from the word sindir that has been duplicated and suffixed. This research has conducted a descriptive-analytical method. Data were collected then analysed by studying and classifying the structure, content and function they contain. The purpose of the research are: 1) to preserve literature arts by providing their written documents, 2) to make it easier to arrange literature history and developing theory of literature, especially for Sundanese oral literature, and 3) to enrich the treasures of regional languages, literatures, and cultures. Hopefully, the expressions used in sisindirann can be a guidance for young generations in order to make them take the good path in their future lives, either directly or indirectly (through allusions).
Keywords: values, poems, sisindiran, Sundanese language.
Diterbitkan dalam Patanjala, Vol. 3 No. 1 Maret 2011