Bandung - Aksi para pelajar SMAN Situraja, Sumedang yang menampilkan adegan teatrikal pembuatan jalan raya pos di Cadas Pangeran menyedot perhatian saat Festival Prabu Geusan Ulun di Alun-alun Sumedang, Sabtu (23/11/2013). Para pelajar ini mengisahkan proses kerja rodi pembuatan jalan di kawasan Cadas Pangeran yang menelan korban sampai 5.000 orang.
Para pemain ini melumuri tubuhnya dengan tanah basah sehingga terlihat coreng moreng. Kemudian mereka menarik batu-batu besar dan terlihat pontang-panting serta ikut terseret batuan cadas dari bukit yang coba dibobok untuk dijadikan jalan dari Anyer-Panarukan.
Beratnya medan pembuatan jalan itu membuat warga Sumedang yang mengerjakan jalan itu bergelimpangan menjadi korban. Irama musik tarawangsa yang penuh magis membuat adegan teaterikal ini seakan mencekam.
Adegan ini diakhiri dengan datangnya Gubernur Jenderal Herman Willem Daendles dan bertemu dengan Bupati Sumedang Koesumadinata IX atau dikenal dengan Pangeran Kornel. Mereka naik ke bebatuan dan berjalan dengan mata yang saling menatap tajam dan di atas bebatuan cadas yang dibawahnya para pekerja yang menjulurkan tangan.
Adegan ditutup dengan saling bersalaman, ketika Daendles menyodorkan tangan dan disambut tangan kiri Pangeran Kornel sementara tangan kanan Bupati Sumedang memegang keris Nagasastra.
Saat adegan puncak ini, para pekerja pembuatan jalan memutarkan bebabuan sehingga aksi salaman ini terlihat berputar dan semua penonton bisa menikmatinya. Tepuk tangan riuh menggema.
"Saya melihat ini peserta yang paling baik dalam Festival Prabu Geusan Ulun. Mengemas peristiwa bersejarah secara teaterikal dan dilakukan anak-anak SMA," kata Agus Iskandar (43) asal Buahdua yang menonton Festival Prabu Geusan Ulun bersama keluarganya ini.
"Selebihnya, acara ini biasa saja seperti juga kegiatan pawai yang sering digelar di Sumedang," imbuhnya.
Hal yang sama juga dilontarkan beberapa siswa SD Sukaraja yang sengaja diminta para gurunya untuk menonton dan mencatat kegiatan festival itu.
"Yang menarik itu adu domba yang berasal dari Garut dan juga cerita pembuatan Cadas Pangeran," kata beberapa pelajar SD yang duduk di panggung.
Para fotografer yang datang dari berbagai daerah juga mengeluhkan soal lokasi gelaran di depan panggung yang tidak steril karena banyaknya penonton yang masuk.
"Seharusnya lebih ditata lagi sehingga ruang peserta festival untuk mengekspresikan seni bisa terlihat dengan jelas dan dipotret utuh. Lihat saja penonton bebas masuk dan berbaur dengan peserta," kata Iwan Kristiana salah seorang fotografer.
Kegiatan Festival Prabu Geusan Ulun ini digelar Pemkab Sumedang bekerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan biaya yang ditanggung kementerian mencapai Rp 390 juta, gelar budaya daerah sekaligus pencanangan gerakan pembangunan Sumedang Nyunda juga diikuti kontigen dari Kabupaten Purwakarta, Garut dan Subang.
"Ada 25 kelompok yang memeriahkan seni gelaran tradisional itu. Kegiatan ini untuk mewujudkan Sumedang Nyunda," kata Herman Suryatman, Kepala Dinas Kebudayaan Parawisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora).
Kegiatan festival Prabu Geusan Ulun ini bukan hanya gelaran saja tapi berbagai kegiatan budaya Sumedang, kuliner sampai diskusi kebudayaan juga digelar selama empat hari empat malam. Digelar juga seni tradisional, pameran budaya daerah, festival komunitas adat, kuliner, permainan rakyat, lomba lukis serta kongres Dewan Kebudayaan Sumedang.
"Kegiatan ini sempat tidak akan dilaksanakan karena masih ada suasan kebatina dan duka setelah Bupati Endang Sukandar wafat," katanya.
Namun, dengan berbagai pertimbangan dan konsultasi, gelar budaya ini tetap dilakukan.
"Nama Festival Prabu Geusan Ulun ini usulan mendiang Pak Endang dan acara ini juga didedikasikan untuk Pak Endang yang juga merupakan tokoh budaya di Sumedang," katanya. (deddi rustandi)
Sumber: http://www.tribunnews.com