Oleh W. Dharmawan SC, S.Pd
Kesenian Tradisi
Kesenian rakyat atau kesenian tradisi umumnya dipahami mengacu pada karakter kesenian yang sama, yakni kesenian yang dihasilkan masyarakat dimasa lalu dalam tatanan alam kebudayaan tradisonal. Itu sebabnya kesenian tradisi senantiasa dipertentangkan dengan kesenian masyarakat modern; sebaliknya masyarakat tradisi mempertentangkan kesenian modern. Sesungguhnya kesenian rakyat dan kesenian tradisi tidak selalu sama. Kesenian rakyat adalah berbagai kesenian (tradsi) yang dihasilkan dan dihidupkan sekelompok masyarakat bernama rakyat. Sementara itu , kesenian tradisi adalah semua kesenian yang dihasilkan dan dihidupkan di masa lalu (Tradisionil).
Warahan Sebagai Sastra Tutur
Kesenian daerah yang cikal bakal menjadi kesenian Indonesia berangkatnya adalah dari kebiasaan masyarakat tradisi didaerah-daerah, termasuk daerah Lampung, walau banyak tafsir yang membicarakan masalah kesenian banyak orang memberikan batasan pengertian atau definisi bahwa yang dimaksud kesenian adalah semua yang indah yang dapat dinikmati oleh manusia, karena untuk mencapai rasa indah suatu karya senin serta dapat menghayati suatu bentuk kesenian kita harus memiliki cita rasa keindahan dan kehalusan termasuk salah satusastra tutur di Lampung yang disebut dengan wakhahan.
Sebelumnya mari kita mengenal masyarakat Lampung yang memiliki dua adat besar yakni Saibati (Pesisir) dan Pepadun dengan dialek api dan nyo mempunyai filsafat dalam kehidupan Panca Alam Pikir yakni :
1. Pi-il Pesenggiri. Pi-il artinya berjiwa besar, Pesenggiri artinya menghargai diri atau ditafsir menjadi berjiwa besar dalam menghargai diri sendiri dan orang lain.
2. Sakai Sambaian. Sakai artinya suka menolong, sambaian suka bergotongroyong.
3. Nemui Nyimah. Nemui artinya terbuka hati untuk menerima, nyimah artinya suka memberi dengan iklas.
4. Nengah nyapur. Nengah artinya suka berkenalan, nyapur artinya pandai bergaul
5. Berjuluk adek. Juluk artinya gelar sebelum khitan, umumnya kawin, adek gelar secara adat biasanya setelah kawin
Dulu, Kini, dan Masa Mendatang
Kata wakhahan menurut beberpa tokoh masyarakat mempunyai arti kata wakha = berita atau cerita, kata akhan = tujuan atau maksud, kalau digabung kedua unsur kata itu berarti sebuah berita/cerita yang mempunyai maksud/tujuan.
Tapi kenyataannya proses warahan memang sebuah cerita/dongeng yang mempunyai maksud, bahkan sarat dengan nasehat-nasehat yang dalam sejarah Wakhahan diawali dari sebuah dongeng/cerita dari sang kakek/nenek pada cucunya sebagai imbalan memijit dan itu dilakukan sampai si cucu keklelahan dan tertidur terkadang malah sebaliknya kakek/nenek sendiri yang tertidur dan itu menjadi sebuah kebudayaan yang oleh seorang seni diangkat menjadi sebuah tontonan kalayak/ masyarakat, tentu dengan polesan polesan artistik tradisi sebuah tikar untuk duduk lampu semplok atau obor sebagai penerang, yang diawali dengan sair-sair sastra pembuka, sampai pada maksud dan tujuan cerita, dan mendapat respon masyarakat, berkembanglah dan menjadi sebuah sastra tutur yang popular dijamannya.
Berangkat dari situ di beberapa daerah di Indonesia memiliki jenis kesenian rakyat atau kesenian tradisi baik berupa tari, musik teater, nyayi, dan sebagainya seperti di Betawi ada Lenong, di Jawa Barat ada topeng gunung, longser, obrok, wayang golek; di Jawa ada ketoprak, ludruk, wayang orang; di Kalimantan Samanda di Sumsel ada makyong, mendu, dul muluk dsb. Cepung di Nusa Tenggara Barat dan bakaba di Sumatra Barat. Di Lampung ? … dengan kreatifitas yang dapat merespons kesenian tradisi yang dapat dihadirkan di masa kini dalam konteks masyarakat modern dengan berbagai proses budaya, melakukan dialog-dialog pada orang-orang tradisi yang pakem, demi melahirkan gagasan seni interaktif dengan kecerdasan dan relevan pada perkembangan seperti daerah-daerah lain dengan tidak meninggalkan bentuk tradisi. Berbekal intensif dan kreatif seniman (tari, musik, teater, dan komidien) mencoba menyuguhkan sastra tutur Wakhahan menjadi sebuah teater tutur wakhahan (teater tradisi) dimana penokohan 9 tokoh-tokohnya) diperankan oleh masing-masing orang dengan lima aspek seni tari musik, teater, nyayi dan humor menjadi satu kesatuan dalam menjawab problem-problem masyarakat modern dengan tidak meninggalkan unsur-unsur astistik tradisi yang pakem, kita tidak mau kesenian itu semacam orang yang melihat kalung di leher orang lain. Proses kesenian itu berkembang sesuai jaman, bukan merubah tapi pembaharuan atau modifikasi kesenian guna dapat dinikmati oleh orang lain.
Dalam perkembangan wakhahan dalam temuan dialog-dialog dan menyamakan persepsi antara Saibatin dan Pepadun maka terbentuklah Wakhahan Bangsawan Lampung sejak tahun 1990 an kegiatan kesenian teater tradisional itu mulai menuai harapan yang berharap disejajarkan dengan kepopuleran kesenian sejenis di Nusantara seperti Lenong Betawi atau Dul muluk dari Sumsel memang terlambat tapi pepatah mengatakan lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.
Konteks penyuguhannya pada Wakhahan Bangsawan Lampung dengan tidak meninggalkan Pakem-pakem Sastra Tradisi, tergantung siapa dan daerah mana yang mementaskannya, contoh daerah Pesisir.
Semua pemain berada dalam satu panggung dan siap bergiliran ke luar sesuai scenario, dan kembali lagi di belakang sambil menunggu ke luar lagi bila diperlukan dalam adegan berikutnya. Dengan susunan sebagai berikut :
1. Pertama disyairkan sastra lisan oleh seorang pewarah duduk di atas tikar, dengan satu lampu penerang, bunyi syair “Assalam mualaikum waaallaikum sallam puluh jari kususun tabik pun ngakhim pukha” Dilanjutkan dengan synopsis cerita serta diawali musik tradisi sebagai pembuka pementasan.
2. Penari yang ada juga merangkap sebagai pemain ke luar untuk menari.
3. Adegan demi adegan sesuai dari tuntunan cerita dimainkan oleh pemeran/tokoh.
4. Setelah selesai adegan cerita ditutup kembali dengan tarian penutup.
Semua unsur cerita tidak terlepas dari berita, informasi nasehat-nasehat penyuluhan, himbauan dan program program, terutama Program Pemerintah. Waktu Pentas disesuaikan maksimal satu jam. Semua pemain berhak untuk berbusana sesuai peran yang ditokohkan dan ber-make up. Pemusik, pemain, penari merangkap-rangkap.
Kesenian tradisi hidup di tengah kehidupan manusia modern itulah soalnya baik bagi kesenian tradisi maupun para penggiatnya. Kreatifitas itupun belum merasa puas karena teater tradisi tatkala masih terasing di tengah-tengah masyarakat modern.
Bagaimana masa yang akan datang?
Dalam hal pergulatan intercultural ramai apa yang disebut kerja kolaborasi. Sah-sah saja ketika seniman berkreatifitas menyuguhkan karya seni yang spektakuler menurutnya, karena seni akan selalu beradaptasi dengan jaman, kapan pun di mana pun.
Demikian sekelumit Wakhahan dalam pandangan dulu, kini dan masa yang akan datang.
Kalianda, 10 Juli 2007
Perpustakaan : Edi soejawati ; Hafizi Hasan ; Ahrizal maina
Sumber:
Makalah disampaipak pada kegiatan Workshop dan Festival Kesenian Tradisional yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung di Ruang Keratuan Balai Keratuan Lt. 3 Kantor Pemda Provinsi Lampung, 21 Juli 2007.