BPNB Jabar Lanjutkan Susuri Jejak Nilai Warisan Indonesia di 3 Kabupaten
Festival Kesenian 2021 dalam balutan program ‘Warisan Indonesia’ yang digelar oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Provinsi Jawa Barat dengan wilayah kerja meliputi, Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung melanjutkan perjalanan menyusuri jejak nilai budaya ke desa-desa Pemajuan Kebudayaan yang berada di Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi.
Abdul Hakim Top adalah pembawa acara program Warisan Indonesia, yang akan menunjukan kepada publik jika kesenian dan kebudayaan di Jawa Barat begitu banyak dan beragam.
Adapun materi yang diangkat untuk dibahas dalam festival tahun ini ada 10 objek kemajuan kebudayaan dan warisan budaya tak benda yang ada di Desa Pemajuan Kebudayaan.
Tim sebelumnya sudah mengorek tentang kebudayaan dan kesenian yang berada di di Kabupaten Pangandaran, Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Garut.
Teruntuk di Kabupaten Purwakarta, para generasi yang masih hidup hingga kini masih memegang erat nilai budaya secara turun temurun. Menapaki kaki di Desa Mekarjaya, Kecamatan Kiarapedes beberapa warisan yang masih terjaga hingga kini adalah Pencak Silat, Terbang, Tutunggulan dan Kecapi Suling. Tutunggulan memiliki makna yang dalam bagi warga setempat budaya ini sudah turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Awalnya tutunggulan ini adalah sinyal panggilan atau alat pemberitahuan kepada masyarakat pada saat akan ada hajat atau menyambut kedatangan tamu yang penting.
Kesenian Terbang sudah ada sekitar 3 abad yang lalu dan hingga kini masih dilestarikan oleh warga setempat. Alat musik yang masih asli pun masih tersimpan dan terjaga. Terbang dengan Tutunggulan masih saling berkaitan karena keduanya adalah satu kesatuan.
Bergeser ke Kabupaten Cianjur, BPNB Jabar mendatangi Situs Megalitikum Gunung Padang, yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka.
Calung, Karinding, Pencak Silat, Mamaos adalah kesenian yang diangkat di lokasi ini. Seni Mamaos atau yang dikenal dengan Cianjuran adalah seni suara Sunda yang diiringi oleh seprangkat isntrumen musik yang terdiri atas Kacapi Indung, Kacapai Rincik, Suling dan atau Rebam. Tembang ini terbagi dalam 6 Wanda (karakter). Pertama Papantunan, Jejemplangan, Rarancagan, Dedegungan, Kakawen, dan Panambih. Musik pengiring di tengah-tengah suasana kebun teh dengan luas berhektar-hektar, membuat emosi berdamai dengan jiwa.
Abah Tatang Setiadi sebagai seorang budayawan dan sesepuh di Kabupaten Cianjur mengatakan kalau kesenian Mamaos ini memang terlahir di Kabupaten Cianjur yang kemudian tersebar ke berbagai daerah di Jawa Barat.
“Kesenian Mamaos ini adalah salah satu kesenian yang lahir di Cianjur yang kemudian berkembang dan menyebar ke seluruh daerah di Jawa Barat. Kesenian ini berawal dari papantunan yang sangat digemari oleh kalangan menak dan kerajaan pada zaman dulu,” kata Abah Tatang.
Menurut Abah Tatang seni budaya yang ada di Cianjur memiliki karakter yang halus dan lembut. Lirik yang terkandung dalam Mamaos penuh dengan rasa syukur kepada sang pencipta atas anugerah yang telah diberikan kepada manusia dan alam. Secara tegas Abah mengatakan, kesenian yang satu ini sangat penting untuk dilestarikan dan dijaga nilainya.
“Mamaos wajib untuk dilestarikan di Cianjur. Karena bangsa yang besar menghargai jasa para pahlawannya dan juga kebudayaannya dari hasil yang berbuat baik. Karena pengaruh kesenian ini bisa membuat sebauh karakter manusia dengan kebaikan yang terkandung di dalamnya,” ucapnya.
Yang menarik lagi adalah kegiatan Ritual Khusus (Ritus) Seka Banda. Ritual ini dilakukan setahun 3 kali, tepatnya pada bulan Maulud, Rajab, dan Suro. Ritus ini melakukan pembersihan terhadap benda-benda pusaka yang terletak di Teras Gunung Padang yang terbagi dalam 5 teras. Tak hanya itu, benda-benda pusaka milik warga yang menjadi warisan dari orang tuanya sejak zaman dulu pun turut dibersihkan.
Ritus ini terlahir untuk menjaga Gunung Padang dari kerusakan oleh pihak yang tak bertangung jawab. Banyaknya perusakan di situs megalitikum tersebut, membuat para Abah Tatang Setiadi bersama rekan-rekannya membuat sebuah kegiatan yang mampu membentengi situs ini agar tidak dirusak lagi demi kepentingan bisnis dan rasa keserakahan manusia.
Dengan melakukan ritus ini benda sekecil apapun yang ada di lingkungan Gunung Padang tidak akan dirusak oleh para pengunjung yang datang. Saat ini Gunung Padang sudah menjadi lokasi objek wisata yang menyedot para pengunjung dari luar kota bahkan luar negeri.
Ketika melakukan ritus ini, air yang terletak di Gunung Padang harus diambil menggunakan 7 kendi. Abah Tatang mengatakan kendi dan air adalah unsur kehidupan manusia, tanah dijabarkan sebagai awal lahirnya dan pulangnya manusia. Sementara air, adalah kehidupan makhluk hidup. Setiap orang yang turut ikut dalam ritus ini wajib untuk mensucikan diri sesuai dengan agama dan kepercayannya masing-masing.
“Kita lahir dari tanah dan akan pulang ke tanah, kalau air kebutuhan makhluk untuk hidup. Karena Abah yakin nanti Gunung Padang akan mengundang banyak orang hingga ada kehidupan disekitar Gunung Padang. Inilah harta karun emas sebenarnya, peninggalan budaya yang masih terjaga, dari yang awalnya tidak ada apa-apa jadi ada apa-apa,” katanya.
Kasubag Tata Usaha BPNB Jabar, Hendra Gunawan, mengatakan BPNB Jabar memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melindungi, mengembangkan, dan menjaga kelestarian budaya. Tak hanya itu BPNB memiliki tekad untuk mengembangkan potensi budaya dan seni di desa-desa pemajuan kebudaya yang berada di bawah naungan wilayah kerja BPNB Jabar. (MSN)
Sumber: https://beritainspira.com/bpnb-jabar-lanjutkan-susuri-jejak-nilai-warisan-indonesia-di-3-kabupaten/