WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Selayang Pandang Kota Metro

Oleh Drs. T. Dibyo Harsono, M. Hum.

Letak Geografis

Kota Metro terletak 52 kilometer dari Bandar Lampung, ibu kota Propinsi Lampung. Dengan luas wilayah 68,74 kilometer persegi, Kota Metro berada di antara kabupaten-kabupaten lainnya. Menurut arah mata angin, letak Kota Metro dapat digambarkan seperti berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur; sebelah selatan berbatasan dengan Lampung Timur; sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah; dan sebelah Timur berbatasan dengan Lampung Timur.

Sebelum menjadi kota seperti sekarang ini, sejarah kota Metro tidak bisa dilepaskan dari Sukadana. Pada masa Belanda wilayah Kabupaten Lampung Tengah merupakan order afdeling Sukadana, yang dikepalai oleh seorang controleur berkebangsaan Belanda, dan dalam pelaksanaan tugasnya dibantu seorang demang (dari bangsa Indonesia). Order afdeling Sukadana terbagi dalam 3 order district masing-masing district dikepalai seorang asisten demang, yang mengkoordinir pesirah yakni kepala marga bagian dari order district. Pada tahun 1934 dan 1935 didatangkan kolonis (transmigran) dari Jawa, yang kemudian ditempatkan di daerah Sukadana dan di daerah ini lalu dibangun sebuah induk desa yang diberi nama Trimurjo. Tahun 1935 dibangun sebuah dam irigasi, pembangunannya dibantu dan dikerjakan oleh para transmigran (kolonis) dan airnya diambil dari Way Sekampung. Setiap transmigran (kolonis) yang akan tinggal di Sukadana harus menyumbangkan tenaganya, dengan cara ikut mengerjakan irigasi tersebut, dan pada tanggal 20 Agustus 1936 mengalirlah irigasi yang pertama masuk di daerah Trimurjo. Pada tanggal 17 Mei 1937 kolonisasi Sukadana melepaskan dari hubungan marga, dan pada tanggal 9 Juni 1937 nama Desa Trimurjo diganti dengan nama Metro. Perkembangan penduduknya begitu cepat, sehingga daerah ini dijadikan kedudukan atau statusnya menjadi asisten wedana (sebagai penguasanya), kemudian Metro dijadikan sebagai ibu kota Sukadana. Perkembangan Metro pada masa itu sangat pesat, pada tahun 1941 telah dibuka sekolah Vervolg Pemerintah sebanyak 2 buah. Di bidang kesehatan telah disediakan sebuah rumah sakit, dengan 2 orang dokter, 13 orang mantri jururawat, 2 orang pembantu klinik, dan seorang bidan. Pada zaman Jepang, wilayah Lampung Tengah termasuk dalam Bun Shu Metro, yang terbagi dalam beberapa Gun Shu, marga, dan kampung. Bun Shu dikepalai seorang Bun Shu Cho, dan Gun Shu dikepalai seorang Gun Shu Cho. Setelah Indonesia merdeka dan dengan berlakunya peraturan peralihan pasal 2 UUD 1945, maka Bun Shu Metro menjadi Lampung Tengah, dan Bun Shu Cho menjadi jabatan bupati. Dengan dibubarkannya pemerintahan marga, dibentuk pemerintahan negeri yang dipimpin oleh seorang kepala negeri dan dewan negeri. Nama-nama negeri pada waktu itu adalah Trimurjo, Metro, Tribawono, Pekalongan, Sekampung, Sukadana, Maringgai, Way Seputih, dan Seputih Barat. Sekitar tahun 1972 secara bertahap gubernur menghapus pemerintahan negeri, dan hak serta kewajiban pemerintahan negeri dialihkan kepada kecamatan setempat.

Secara administratif, Metro terbagi atas lima wilayah Administrasi, yaitu Metro Pusat dengan luas 11,39 kilometer persegi, jumlah penduduk 42.361 jiwa dan kepadatan penduduknya 3.719 jiwa; Metro Utara dengan luas 19,64 kilometer persegi, penduduk 19.470 jiwa dan kepadatan 991 jiwa; Metro Barat dengan luas 11,28 kilometer persegi, penduduk 18.408 jiwa dan kepadatan 1.632 jiwa; Metro Timur dengan luas 12,10 kilometer persegi, penduduk 27.010 jiwa dan kepadatan 2.232 jiwa; Metro Selatan dengan luas 14,33 kilometer persegi, penduduk 11.199 jiwa dan kepadatan 782 jiwa.

Dengan luas 68,74 kilometer persegi, wilayah Metro hanya 0,19 persen dari luas Propinsi Lampung. Sebagai kota yang sedang berkembang, Metro mengalami pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup pesat. Dari hasil sensus penduduk tahun 2003, Kota Metro dihuni oleh 130.626 jiwa. Bila dibandingkan dengan hasil sensus penduduk tahun 2000 yaitu 118.448 jiwa, jumlah penduduk di Kota Metro ini mengalami kenaikan 10,2 persen.

Kota Metro semula merupakan ibu kota Kabupaten Lampung Tengah, namun dengan adanya pemekaran, Metro berubah status menjadi sebuah kota bahkan berkembang menjadi salah satu kota besar di Propinsi Lampung. Kota ini berkembang sejak adanya program transmigrasi dan pembukaan lahan oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang terletak antara daerah bukaan Trimurjono dan Pekalongan sekarang. Pada masa itu, Metro merupakan tempat pemukiman para transmigran dari Pulau Jawa. Mereka datang ke sini untuk mencari nafkah sehubungan dengan adanya pembukaan irigasi sepanjang 15 kilometer dan dibukanya persawahan yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Dengan bertambahnya penduduk dan kebutuhan pemukiman meningkat, maka pada lokasi tersebut berdirilah Kota Metro berikut sarana dan prasarana hidup seperti perdagangan, pertanian, perkantoran dan taman. Kota Metro dengan perangkat pemerintahannya dikukuhkan pada tahun 1936.

Asal mula nama Kota Metro, sebagian orang meyakini bahwa metro berasal dari bahasa Jawa mitro dan bahasa Belanda metern. Mitro berarti keluarga, persaudaraan dan kumpulan kawan-kawan, sedangkan metern berarti pusat atau sentral. Jadi, metro mengandung makna “pusat kumpulan keluarga (kolonisasi) yang bersaudara atau terikat oleh tali persaudaraan”. Metro Raya adalah satu diantara 24 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Daerah ini luasnya 43,320 km² dan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 25 meter sampai dengan 75 meter (dpl), dengan kemiringan 0º sampai dengan 3º. Secara administratif Kecamatan Metro Raya berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo di sebelah barat, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Punggur dan Kecamatan Pekalongan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pekalongan, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bantul. Di kecamatan ini curah hujan cukup, tidak ada bulan kering kecuali bulan Agustus, sedangkan bulan lainnya adalah bulan basah semua. Melihat kondisi curah hujan ini, maka daerah ini sangat potensial sumber daya alamnya untuk mendukung usaha di sektor pertanian. Iklimnya sedang dengan temperatur udara rata-rata berkisar antara 26ºC sampai dengan 28ºC. daerah ini dialiri beberapa sungai seperti Way Sekampung (panjang 10 km), Sungai Batanghari (panjang 9 km), Sungai Bunut (panjang 10 km), dan Sungai Raman (panjang 3 km).

Kependudukan

Kota Metro dengan luas wilayah 68,74 km² pada tahun 2002 dihuni oleh 119.682 jiwa, dengan demikian kepadatan penduduk lebih kurang 1.741 jiwa per km², dan 69,84% diantaranya adalah penduduk usia produktif (usia 15 tahun sampai dengan 64 tahun). Sementara itu 53% penduduk di kota Metro berstatus kawin, dengan modus umur perkawinan pertama 19 tahun sampai dengan 24 tahun.

Salah satu kebijakan nasional dalam pembangunan adalah kebijakan yang berhubungan dengan masalah keluarga berencana (KB), dan kesejahteraan masyarakat. Keduanya terkait erat dengan masalah kependudukan, dalam perencanaan pembangunan terutama di bidang sosial, penduduk merupakan faktor penting. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan, apabila kualitasnya baik, namun bisa juga menjadi beban jika kualitas penduduknya rendah. Masalah kependudukan mencakup antara lain jumlah dan komposisi penduduk, berdasarkan hasil sensus Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002, jumlah penduduk kota Metro tercatat sebesar 119.682 jiwa (terdiri dari 59.785 jiwa penduduk laki-laki dan 59.897 jiwa penduduk perempuan). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel berikut.

TABEL 1

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Dan Jenis Kelamin

Kelompok

Umur

Jenis kelamin

Laki-laki perempuan

Jumlah

<>

2-4 tahun

5-9 tahun

10-14 tahun

15-49 tahun

50-64 tahun

>65 tahun

2.445 1.875

1.819 2.038

5.388 5.827

5.810 5.690

35.736 36.128

5.654 6.065

2.933 2.274

4.320

3.857

11.215

11.500

71.864

11.719

5.207

Jumlah

59.785 59.897

119.682

Sumber: SUSENAS 2002

Dari hasil SUSENAS seperti yang tercantum dalam tabel di atas, terlihat bahwa komposisi penduduk laki-laki dan perempuan di kota Metro masih relatif seimbang, dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) untuk tahun 2002 adalah 99,81 (berarti bahwa dari setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sedangkan komposisi penduduk kota Metro didominasi oleh penduduk yang berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun (usia produktif).

Ciri pokok penduduk di negara berkembang seperti Indonesia adalah persebarannya yang secara geografis tidak merata, terutama di daerah perkotaan seperti kota Metro. Kecamatan Metro Pusat merupakan daerah paling padat penduduknya (3.710 jiwa per km²), hal ini disebabkan karena kecamatan adalah pusat pemerintahan, sarana dan prasarana yang tersedia lebih baik dibandingkan dengan kecamatan lain. Sebaliknya Kecamatan Metro Selatan memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah (762 jiwa per km²), ini disebabkan oleh kondisi geografis serta sarana dan prasarana yang tersedia dirasa masih kurang. Sementara itu Kecamatan Metro Utara merupakan kecamatan yang terluas wilayahnya, namun karena sebagian besar daerahnya masih berupa areal persawahan, sehingga kepadatan penduduknya relatif rendah dibandingkan dengan Kecamatan Metro Timur dan Metro Barat. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel berikut ini.

TABEL 2

Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk

Di Kota Metro

Kecamatan

Luas Daerah

(km²)

Jumlah

Penduduk

Kepadatan

(jiwa/km²)

Metro Pusat

Metro Barat

Metro Timur

Metro Utara

Metro Selatan

11,39

11,28

12,10

19,64

14,33

42.262

18.764

27.770

19.964

10.922

3.710

1.663

2.295

1.016

762

Jumlah

68,74

119.682

1.741

Sumber: SUSENAS 2002

Tabel di atas memperlihatkan bahwa Kecamatan Metro Pusat merupakan daerah terbanyak penduduknya (42.262 jiwa) dan tertinggi tingkat kepadatannya (3.710 jiwa per km²), sedangkan Kecamatan Metro Selatan mempunyai jumlah penduduk paling sedikit (10.922 jiwa), dan tingkat kepadatan penduduknya terendah (762 jiwa per km²). Sementara itu berdasarkan luas wilayah Kecamatan Metro Utara paling luas (19,64 km²), sedangkan wilayah paling kecil adalah Kecamatan Metro Barat (11,28 km²).

Angka beban tanggungan (dependency ratio) sangat penting untuk menggambarkan beban tanggungan ekonomi kelompok usia produktif (15 tahun sampai dengan 64 tahun), terhadap kelompok usia muda (kurang dari 15 tahun) dan usia tua (65 tahun ke atas). Pada tahun 2002 angka beban tanggungan penduduk kota Metro sebesar 43,18 yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif, menanggung beban 43 penduduk usia non produktif. Sedangkan angka beban tanggungan untuk penduduk usia muda adalah 36,96 yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif, menanggung beban 37 anak. Sementara itu beban tanggungan penduduk usia tua adalah 6,22 yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif, menanggung beban 6 penduduk usia lanjut (tua). Untuk jelasnya bisa dilihat dalam tabel berikut ini.

TABEL 3

Angka Beban Tanggungan Penduduk

Kota Metro

Angka Beban

Tanggungan Penduduk

Tahun

2002

Muda

Tua

36,96

6,22

Jumlah

43,18

Sumber: SUSENAS 2002

Pendidikan

Salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan anak (manusia) adalah melalui jalur pendidikan, sehingga pembangunan di bidang pendidikan merupakan kunci keberhasilan dalam memajukan masyarakat (bangsa) dalam segala aspeknya. Karena kualitas SDM sangat tergantung dari kualitas pendidikan, di dalam UUD 1945 dan GBHN tercermin mengenai pentingnya pendidikan, di mana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan UUD 1945 dan GBHN, pemerintah telah membuat berbagai kebijakan maupun langkah-langkah dalam upaya memajukan pendidikan. Sehingga diharapkan akan dapat dicapai kualitas SDM yang maju dan mandiri.

Kemampuan membaca dan menulis dapat memperlihatkan, sejauh mana penduduk kota Metro memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara baik. Selain itu kemampuan ini juga merupakan ketrampilan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk bisa merubah, meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kemampuan ini tercermin dari angka melek huruf, yakni persentase penduduk berusia 5 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Hasil SUSENAS 2002, menunjukkan bahwa kemampuan laki-laki dalam membaca dan menulis huruf latin lebih tinggi, apabila dibandingkan dengan kaum perempuan. Kemudian persentase laki-laki yang tidak dapat membaca dan menulis baik huruf latin maupun huruf lainnya juga lebih rendah bila dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi secara keseluruhan penduduk kota Metro ternyata persentase penduduk yang dapat membaca dan menulis, baik huruf latin maupun huruf lainnya telah mencapai 94,58%, ini berarti bahwa hanya 5,42% penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis. Agar jelas akan ditampilkan dalam tabel berikut ini.

TABEL 4

Persentase Penduduk Umur 5 Tahun Ke Atas

Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kepandaian Membaca/menulis

Kemampuan

Baca/tulis

Jenis kelamin

Laki-laki perempuan

Jumlah

Huruf latin

Huruf lainnya

Tidak dapat

46,75 45,51

1,02 1,30

2,01 3,41

92,26

2,32

5,42

Jumlah

49,78 50,22

100

Sumber: SUSENAS 2002

Partisipasi penduduk yang bersekolah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan pendidikan, di kota Metro partisipasi penduduk yang bersekolah dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

TABEL 5

Persentase Penduduk Umur 5 Tahun Ke Atas

Dan Partisipasi Bersekolah

Jenis

kelamin

Partisipasi Sekolah

Tidak/belum Masih Sekolah Tidak sekolah

Pernah sekolah lagi

Jumlah

Laki-laki

perempuan

1,96 14,53 33,30

3,19 14,69 32,33

49,79

50,21

Jumlah

5,15 29,22 65,63

100

Sumber: SUSENAS 2002

Dari tabel di atas terlihat bahwa ternyata di kota Metro masih terdapat 5,15% penduduk yang tidak atau belum pernah sekolah dan sebanyak 3,19% diantaranya adalah perempuan. Sedangkan persentase penduduk yang masih sekolah maupun tidak sekolah lagi, cukup berimbang antara penduduk laki-laki maupun penduduk perempuan.

Sementara itu untuk angka partisipasi sekolah (APS) menunjukkan persentase penduduk yang masih sekolah menurut kelompok usia, seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini.

TABEL 6

Angka Partisipasi Sekolah

Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur

Angka Partisipasi Sekolah

(APS)

7 – 12 tahun

13 – 15 tahun

16 – 18 tahun

107,41

99,50

85,65

Tabel di atas menunjukkan bahwa APS terbesar ada pada kelompok usia sekolah dasar (SD) yakni 107,41 yang berarti 7% anak umur kurang dari 7 tahun, dan lebih dari 12 tahun duduk di bangku sekolah dasar (SD). Sedangkan untuk APS SLTP adalah sebesar 99,50 ini berarti bahwa 99% dari jumlah penduduk yang berumur 13 tahun sampai dengan 15 tahun merupakan murid SLTP. Demikian pula dengan APS SLTA sebesar 85,65 ini berarti bahwa jumlah murid SLTA yang ada sebanyak 85% dari penduduk berumur 16 tahun sampai dengan 18 tahun.

Tingginya angka partisipasi sekolah di kota Metro sejalan dengan tersedianya fasilitas pendidikan, mudah dicapai, dan memadai sesuai dengan keinginan serta yang dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas anak-anak mereka. Adapun sarana pendidikan yang ada dan berupa sekolah seperti yang tercantum dalam tabel berikut.

TABEL 7

Jumlah Sekolah di Kota Metro

Kecamatan

Jenis sekolah

SD/MI/sederajat SMP/MTs SMU/SMK/MA

Jumlah

Metro Selatan

Metro Barat

Metro Timur

Metro Pusat

Metro Utara

9 3 3

11 3 12

10 7 11

23 9 6

10 6 2

15

26

28

38

18

Jumlah

63 28 34

125

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah sekolah dasar (SD, MI, dan yang sederajat) ada 63 sekolah, terbanyak berada di Kecamatan Metro Pusat. Sedangkan untuk jenjang SMP, MTs, dan yang sederajat ada 28 sekolah (terbanyak berada di Kecamatan Metro Pusat). Sementara itu untuk jenjang SMU, SMK, MA, dan yang sederajat ada 34 sekolah (terbanyak berada di Kecamatan Metro Barat).

Karakteristik Ekonomi, Sosial dan Budaya

Metro dengan luas wilayahnya yang 0,19 persen dari luas Propinsi Lampung ini, memiliki tanah yang subur untuk pertanian. Pertanian dan peternakan menjadi penyumbang kegiatan ekonomi pertanian di samping perdagangan besar dan eceran. Pertanian dan perdagangan ini menjadi tulang punggung perekonomian penduduk.

Pertanian yang menjadi penyangga ekonomi penduduk Metro beragam jenis yang terdiri atas padi sawah dan palawija. Luas panen dan produksinya menurut catatan Badan Pusat Statistik tahun 2001 dan 2002 seperti berikut:

TABEL 8

Jenis Tanaman dan Produksinya

No

Jenis Tanaman

Tahun 2001

Tahun 2002

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

1

Padi Sawah

6.036

31.030

3.767

18.400

2

Jagung

329

1.445

296

1.183

3

Ubi kayu

336

5.928

187

2.886

4

Ubi jalar

40

574

45

555

5

Kacang tanah

58

123

55

177

6

Kedelai

13

18

5

4

7

Kacang hijau

63

71

40

54

Sumber: BPS Metro 2002

Metro sebagai kota yang sedang berkembang menyediakan cukup banyak lapangan pekerjaan, khususnya tersedia lapangan pekerjaan di sektor industri. Metro tidak hanya menjadi tempat mencari nafkah penduduknya, penduduk yang berbatasan langsung dengan wilayah ini, yaitu Lampung Tengah dan Lampung Timur, penduduknyaa juga mencari nafkah dengan berdagang dan menjual jasa di sini. Pertanian dan perdagangan merupakan sumber pendapatan yang sangat diandalkan bagi kehidupan perekonomian Kota Metro. Perdagangan maju pesat karena ditunjang oleh tersedianya empat buah pasar di pusat kota yang memasarkan hasil pertanian, hasil bumi dan gerabah. Kota Metro menjadi pasar potensial karena barang-barang dari luar pun diperdagangkan di sini, seperti produk-produk tekstil dan barang-barang jadi yang didatangkan dari Pulau Jawa.

Di Metro sendiri tidak terdapat industri besar, yang ada empat industri berkategori sedang yang mengolah es balok, busa, minyak goreng, sawit dan pengeringan aci. Secara keseluruhan, jumlah industri kecil yang ada di Metro tercatat 638 unit usaha dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 1.914 orang.

Meskipun tidak memiliki perkebunan sawit, Metro dikenal sebagai tempat pengolahan bungkil biji kelapa sawit yang didatangkan dari Lampung Tengah dan Lampung Timur. Hasil olahan bungkil kelapa sawit tersebut kemudian diekspor ke luar negeri, yaitu ke Malaysia dan Singapura.

Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Rakyat, 4,25% masyarakat kota Metro ternyata masih memiliki masalah-masalah sosial. Mereka dikelompokkan dalam PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), yang terdiri dari anak-anak hingga lanjut usia. Kategori PMKS terbanyak adalah keluarga fakir miskin yang tersebar di 5 kecamatan, dengan jumlah terbanyak di Kecamatan Metro Pusat. Kemudian wanita rawan sosial ekonomi yang terbanyak di Kecamatan Metro Barat, untuk jelasnya dapat dilihat dalam tabel 9 berikut ini. Selain PMKS terdapat pula PSKS (Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial), yang meliputi potensi kegiatan sosial masyarakat yang terdapat di suatu kecamatan, yang merupakan bentuk aspirasi sosial masyarakat. Data tentang PSKS dapat dilihat pada tabel 10. Karang Taruna sebagai organisasi pemuda terdapat di tiap kelurahan, namun di Kecamatan Metro Barat tidak terdapat satu pun organisasi sosial. Sementara itu jumlah pekerja sosial masyarakat (PSM) yang cukup banyak dan terdapat di tiap kecamatan, diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah masyarakat, yang termasuk dalam penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Selain itu diharapkan juga partisipasi aktif warga masyarakat lain dalam membantu pemerintah menangani PMKS tersebut.

TABEL 9

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS)

PMKS

Kecamatan

Metro Pusat Metro Timur Metro Sltn Metro Brt Metro Utara

Jumlah

Anak terlantar

Anak nakal

Tuna susila

Pengemis

Gelandangan

Korban NAPZA

Cacat netra

Cacat tubuh

Cacat mental

Cacat rungu

Cacat krn.penyakit

Eks napi

Keluarga fakir miskin

Lansia terlantar

Anak jalanan

Korban bencana alam

Wanita rawan sosek

Janda pahlawan/perintis kemerdekaan

Angkatan 45/LVRI

3 66 - 5 60

28 - - - 8

- - - - 3

1 - - - -

- - - 2 -

- - - - 1

22 34 26 - 50

19 16 4 9 -

29 24 - 1 -

15 38 - 13 -

6 - 1 5 22

13 - 7 - 3

908 680 426 425 753

50 75 13 12 56

274 - - 17 2

- - - - -

83 55 44 297 158

65 25 - 8 10

89 23 - 5 2

134

36

3

1

2

1

132

48

54

66

34

23

3.192

206

293

-

637

108

119

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Kesra Kota Metro.

Berikut ini data-data mengenai potensi sumber kesejahteraan sosial (PSKS), menurut kecamatan di kota Mtero tahun 2002.

TABEL 10

Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)

PMKS

Kecamatan

Metro Pusat Metro Timur Metro Sltn Metro Brt Metro Utara

Jumlah

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

Karang Taruna

Organisasi Sosial

Rumah Singgah (unit)

Panti/ Yayasan

18 10 18 10 17

5 5 4 4 4

2 8 7 - 13

3 - - - -

2 1 - 1 -

73

22

30

3

4

Agama selaku pegangan hidup di dunia tidak hanya perlu, namun juga harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan, karena sisi spiritual yang terpelihara dapat mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan. Pemeluk agama di kota Metro pada tahun 2002 memiliki komposisi sebagai berikut: pemeluk agama Islam 95,26%, Kristen Protestan 1,97%, Katolik 1,61%, Hindu 0,45%, dan Budha 0,71%. Dari komposisi yang ada ini diharapkan kerukunan antar umat beragama dapat tetap terjaga, sehingga pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dapat berjalan lancar. Selain itu pembangunan di bidang keagamaan juga harus memperhatikan sarana dan prasarana tempat beribadat yang tersedia, demi kelancaran kegiatan keagamaan, seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.

TABEL 11

Persentase Pemeluk Agama di Kota Metro

Kecamatan

Agama

Islam Kristen P Katolik Hindu Budha

Jumlah

Metro Selatan

Metro Barat

Metro Timur

Metro Pusat

Metro Utara

10,80 0,10 0,23 0,03 0

13,11 0,35 0,28 0,12 0,04

21,40 0,17 0,21 0,23 0,05

34,07 1,23 0,80 0,06 0,53

15,88 0,12 0,09 0,01 0,09

11,16

13,9

22,06

36,69

16,19

Jumlah

95,26 1,97 1,61 0,45 0,71

100

Sumber: Kantor Departemen Agama Kota Metro.

Dari tabel di atas terlihat bahwa mayoritas penduduk kota Metro memeluk agama Islam (95,26%), sedangkan pemeluk agama Hindu menduduki posisi paling bawah (0,45%). Dalam tabel tersebut tidak dimasukkan penganut penghayat terhadap Tuhan Yang Maha Esa, padahal jumlah pemeluknya cukup banyak, hasil pengamatan sementara mereka itu di dalam KTP menyebutkan beragama Islam (seperti penganut kelompok Bumi Hantoro, PPIK, PKL) maupun agama Hindu (penganut Dharma Murti).

TABEL 12

Rumah Ibadat di Kota Metro

Tahun

Tempat Ibadat

Islam Katolik Protestan Hindu Budha

Jumlah

2000

2001

2002

257 7 7 1 2

257 7 7 1 2

258 7 7 1 2

274

274

275

Sumber: Kantor Departemen Agama Kota Metro.

Menunaikan rukun Islam kelima adalah dambaan seluruh umat Islam. Bagi para umat yang telah memperoleh kesempatan untuk pergi menunaikan ibadah haji, tentunya merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Jumlah jemaah haji di kota Metro ternyata sudah cukup banyak, seperti nampak dalam tabel berikut ini.

TABEL 13

Jemaah Haji di Kota Metro

Tahun

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

2000

2001

2002

86

85

104

106

93

103

192

178

207

Sumber: Departemen Agama Kota Metro.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa jemaah haji dari tahun 2000 ke tahun 2001 terjadi penurunan (menurun 14 orang), kemudian pada tahun 2002 naik lagi (naik 29 orang). Sehigga dapat diperkirakan pada tahun 2006 jemaah haji kuranglebih ada 267 orang.

Gambaran Umum Komunitas Penghayat di Kota Metro

Kota Metro merupakan salah satu kota di Propinsi Lampung. Propinsi Lampung mempunyai lambang sebuah perisai bersegi lima. Pada lambang tersebut terdapat sebuah tulisan LAMPUNG, juga terdapat pita yang bertuliskan SANG BUMI RUA JURAI, artinya adalah Sang Bumi bermakna rumah tangga yang berbilik-bilik, Rua Jurai bermakna bahwa di Propinsi Lampung terdapat dua macam penduduk, yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang. Yang dimaksud pendatang yaitu para transmigran yang berasal dari pulau Jawa semenjak masa Kolonial Belanda. Para transmigran ini datang dengan membawa adat istiadat serta kebiasaan-kebiasaan lainnya, dan karena para transmigran yang berasal dari pulau Jawa ini semakin lama semakin bertambah banyak, maka mereka tidak banyak mendapat pengaruh budaya lokal Lampung, sehingga tidak mengherankan bila adat, kebiasaan-kebiasaan dan kepercayaan mereka di Jawa dilakukan pula di Lampung. Itulah sebabnya di Lampung terdapat suatu kepercayaan yang bila ditilik dari namanya dan istilah-istilah yang digunakan bisa diduga bahwa kepercayaan tersebut berasal dari Jawa dam masik mereka anut. Kepercayaan ini yang lazim disebut sebagai Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Semula kepercayaan sejenis ini menamakan dirinya sebagai Aliran Kebatinan, kemudian perkembangan organisasi penghayat kebatinan atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat pesat sekali, sehingga kepercayaan semacam ini dapat ditemukan tersebar di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, dan akhirnya muncul sebagai organisasi pada tanggal 21 Agustus 1955 di Semarang, yang dihimpun dalam organisasi dengan nama Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI). Kongres yang diselenggarakan pada tanggal tersebut dihadiri oleh 680 orang, yang terdiri atas 47 organisasi, dan selebihnya atas nama perorangan. Akibat banyaknya penghayat perorangan ini telah menyebabkan timbul dan hilangnya kepercayaan yang dianut. Anggaran Dasar Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) dengan diselenggarakannya Kongres di Semarang telah berhasil dirumuskan, dan juga telah berhasil menetapkan Badan Pekerja, yang diketuai oleh: Mr. Wongsonegoro, dan sekretaris umum adalah: Idris Cokrosuparto. Kongres BKKI ke III yang diselenggarakan di Solo tahun 1956 telah berhasil merumuskan definisi kebatinan yaitu sebagai berikut: “Kebatinan adalah sumber azas sila Ketuhanan Yang Maha Esa untuk mencapai budi luhur guna kesempurnaan hidup”.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa organisasi penghayat kepercayaan atau kebatinan baru muncul pada tanggal 21 Agustus 1955, tetapi pada hakekatnya kepercayaan semacam ini telah sangat lama ada di Indonesia. Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai etnologi, mitologi, bahasa, sastra, hukum adat, sejarah kebudayaan, antropologi budaya, dan perbandingan agama pada masyarakat Indonesia. Banyak ahli menyimpulkan bahwa sebelum datangnya pengaruh Hindu di Nusantara, sudah terdapat masyarakat berkebudayaan, dan didalam kebudayaan itu terdapat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kesimpulan ini tidak berlebihan dan sejalan dengan teori yang banyak dikemukakan oleh para sajana Ilmu Jiwa (Psykologi). Menurut mereka memang setiap manusia memiliki naluri untuk percaya adanya Tuhan, terlebih bagi masyarakat Indonesia yang terbuka untuk menerima nilai-nilai luhur dari beberapa ajaran agama seperti Hindu dan Islam.

Penelitian ini merupakan inventarisasi lanjutan dari inventarisasi yang diselenggarakan sebelumnya. Menyinggung keberadaan organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di propinsi Lampung, yang berdasarkan hasil inventarisasi sebelumnya tercatat ada 8 organisasi (berdasarkan hasil inventarisasi Direktorat Pembinaan Penghayat terhadap Tuhan Yang Maha Esa tahun 1087/1988), yaitu sebagai berikut: Ilmu Goib, Ilmu Goib Kodrat Alam, Kaweruh Pranowojati, Paguyuban Pendidikan Ilmu Kerohanian (PPIK), PKL, Bumi Hantoro, Dharma Murti, dan Purwo Duksino. Penelitian yang dilakukan dalam tulisan ini berkenaan dengan organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sementara ini baru bisa didata empat kelompok (PKL, PPIK, Bumi Hantoro, dan Dharma Murti).

Menyinggung keberadaan komunitas Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maga Esa di Kota Metro, secara pasti belum diketahui berapa jumlah keseluruhan dari mereka ini. Hal ini disebabkan ada perpindahan penduduk yang mengaku sebagai penghayat ke kota lain, dan penyebab lainnya adalah perkembangan Kota Metro itu sendiri. Namun demikian, berdasarkan keterangan dari Himpunan Penghayat Kepercayaan yang merupakan kumpulan beberapa organisasi Penghayat (dalam hal ini seperti dituturkan oleh Bapak Jayeng Karsono) memberikan penjelasan tentang komunitas penghayat di Kota Metro. Beliau menjelaskan bahwa jumlah para penghayat sekitas 300 orang yang terhimpun dalam organisasi pusat dan cabang. Di kota Metro, organisasi penghayat terdapat 8 organisasi. Nama-nama organisasi ini adalah sebagai berikut: Ilmu Goib, Ilmu Goib, Kodrat Alam, Paguyuban Pendidikan Ilmu Kerohanian (PPIK), Pendidikan Kerohanian Luhur, Purwoduksino, Dharma Murti dan Bumi Hantoro. Namun pada pendataan kali ini sementara hanya diperoleh data-data dari 4 organisasi penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yakni Paguyuban Pendidikan Ilmu Kerohanian (PPIK), Pendidikan Kerohanian Luhur (PKL), Dharma Murti dan Bumi Hantoro.

Usaha mengamalkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus nampak dalam kehidupan pribadi dan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan pada umumnya. Dengan demikian akan terjalin saling pengertian dan toleransi antar sesama masyarakat penghayat maupun sesama umat beragama secara umum.

Popular Posts