Oleh R. Igit Pratama Soeriasaputra
SMA Negeri 1 Kota Tasikmalaya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu peristiwa penting yang tercatat dalam lembaran sejarah Indonesia
adalah munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat pimpinan S.M.Kartosuwiryo.
Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1949 dan baru dapat ditumpas tahun 1963. Dalam kurun waktu tersebut pemberontakan ini bukannya surut tetapi mengalami peningkatan. Munculnya pemberontakan yang sama terjadi di
Aceh, Sulawesi dan Kalimantan, telah memperburuk stabilitas politik dan
keamanan di Indonesia.
Pemberontakan DI/TII pimpinan S.M.Kartosuwiryo ini, mengalami masa-masa
kejayaan antara tahun 1952 sampai dengan tahun 1957. Selama kurun waktu
tersebut pemberontakan DI/TII pimpinan SM Kartosuwiryo ini,telah menimbulkan
kerugian sebagai berikut:
”Skala
peperangan dan keterlepasan sosial di Jawa Barat sangat besar. Tahun 1952
terdapatlebih dari lima ribu insiden,yang di dalamnya 443 pejabat dan rakyat
tewas dan 83.000 orang menjadi
pengungsi.Sedangkan untuk seluruh pulau
Jawa 25.000 sipil dan militer kehilamham nyawa,120.000 rumah di bakar dan kehilangan harta benda berjumlah 650 juta rupiah.” (Karl D Jackson, 1990: 23-24)
Besarnya jumlah kerugian harta
benda nyawa dan rawannya keamanan, telah
mendorong pemerintah meningkatkan
upaya-upaya untuk menumpas gerakan ini, dan akhirnya dapat ditumpas tahun
1963.Sangat disayangkan sejarah penumpasan DI/TII pimpinanan S.M.Kartosuwiryo yang dituangkan dalam buku-buku sejarah di SMA, kurang
mengungkapkan partisipasi masyarakat di
daerah Jawa Barat dalam skala lokal. Sudah
pasti masyarakat di
berbagai daerah Jawa Barat memberikan andil yang sangat besar dalam
mendukung gerakan penumpasan DI/TII Dukungan masyarakat dalam penumpasan DI/TII
tentunya memiliki makna sangat penting
dan menjadi bagian dalam sejarah lokal yang harus diketahui oleh generasi muda
agar memiliki kesadaran dan rasa hayat sejarah. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Erlangga Pribadi akan arti penting sejarah:
Sejarah
adalah hal yang fundamental dalam perjalanan masyarakat karena untuk mengenal
dirinya,suatu masyarakat membutuhkan sejarah agar menemukan pengetahuan tentang
identitas diri (historical self invention).Masyarakat tanpa pemahaman sejarah
adalah masyarakat tanpa karakter,ia tidak
akan mampu melakukan kritik diri (self critic).Yang lebih fatal ia tidak akan mampu mengingat,menjelajahi
relung-relung memori yang walaupun penuh dengan serpihan trauma
menyakitkan,namun tetap merupakan aktifitas yang penting.Diawali dengan
mengingat ,hari ini dimaknai sebagai kerja untuk melampaui hambatan dimasa lalu
dan memulai upaya untuk mempersiapkan lintasan bagi generasi mendatang. (Erlangga Pribadi,2004:36)
Hal tersebut telah mendorong penulis melakukan penelitian mengenai dukungan masyarakat dalam peristiwa
tersebut, dengan mengambil judul Partisipasi Masyarakat Desa Cipaingeun
Kecamatan Sodonghilir Dalam Menumpas Di/Tii Pimpinan Sm.Kartosuwiryo Tahun 1959-1962.
B. Perumusan Masalah
1.Bagaimana kondisi Desa Cipaingeun sewaktu
pemberontakan DI/TII pimpinan
S.M.Kartosuwiryo berlangsung?
2.Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat
Desa Cipainguen dalam menumpas pemberontakan DI/TII pimpinan S.M.Kartosuwiryo?
3.Bagaimana kondisi Desa Cipaingeun setelah
DI/TII pimpinan S.M.kartosuwiryo
ditumpas?
C. Tujuan Penulisan
1.Untuk
mengungkapkan partsisipasi masyarakat
Desa Cipaingeun Kecamatan
Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya dalam menumpas Pemberontakan DI/TII pimpinan
S.M.Kartosuwiryo.
2.Untuk mengikuti Lomba Penulisan dan Diskusi Sejarah Lokal yang
diselenggarakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional Bandung
3.Diharapkan bermanpaat bagi yang berminat
untuk mengetahui dan memahami sejarah lokal yang memiliki makna edukatif.
D. Pengertian Judul
Partsipasi Masyarakat Desa Cipaingeun
Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya Dalam Menumpas DI/TII Pimpian
SM.Kartosuwiryo adalah keikut sertaan
masyarakat di Desa Cipaingeun Kecamatan
Sodonghilir Kabupatan Tasikamlaya dari tahun 1958-1963 baik aktif maupun pasif dalam menumpas
gerombolan DI/TII pimpinan
S.M.Kartsosuwiryo yang berupaya mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
E. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan dua metode .Pertama meneliti buku-buku,majalah
yang ada kaitannya dengan masalah yang
di bahas. Kedua melakukan wawancara dengan sejumlah tokoh masyarakat
,kepala Desa di Desa Cipangeun yang
mengetahui atau pernah terlibat dalam penumpasan DI/TII pimpinan
S.M.Kartosuwiryo.
F. Sistematikan Penulisan
Sistematika penulisan terbagi dalam tiga BabPada bab pertama menjelaskan latar belakang masalah, perumusan
masalah,tujuan penulisan,pengertian judul,metode penulisan dan sistematika
penulisan.Bab dua berisi pembahasan .Sedangkan bab tiga merupakan simpulan dan
saran.
BAB
II PEMBAHASAN
A. Kondisi Masyarakat Desa Cipaingeun Kecamatan Sodonghilir Kabupaten
Tasikmlaya selama Pemberontakan DI/TII Pimpinan S.M. Kartosuwiryo Berlangsung.
Desa Cipaingeun merupakan salah satu desa di Kabupaten Tasikmalaya yang
berjarak kurang lebih 50 kilo meter dari pusat pemerintahan.Situasi pedesaan di
awal kemerdekaan nampaknya belum begitu banyak mengalami perubahan.Hal ini
berkaitan erat dengan situasi nasional dimana dalam kurun waktu lima tahun
1945-1949,ada dalam situasi perang kemerdekaan melawan Belanda yang ingin
kembali menegakkan kembali kekuasaan pemerintah kolonial seperti tahun
1942.Konflik intern dalam negara dan pemerintahan juga menjadi bagian yang
mempengaruhi munculnya ketidak stabilan
politik dan ekonomi Indonesia.
Politik diplomasi yang dilakukan oleh kabinet Sjahrir dan Amir Sjarifuddin,
telah memperburuk keadaan dalam negeri.Agresi Militer Belanda II,telah menjadi
titik tolak bagi S.M.Kartosuwiryo untuk mendeklarasikan berdirinya Negara Islam
Indonesia (NII) tanggal 7 Agustus 1949.(Hesri S. 1982: 95).Deklarasi
pembentukan Negara Islam Indonesia
(NII), telah menumbulkan kehobohan di kalangan pemerintah dan masyarakat
Indonesia. Mengenai proklamasi Negara Islam Indonesia (NII) diungkapkan oleh
Bapak Ada Sugandhi sebagai berikut:
”Mengenai
hal tersebut masyarakat di daerah kami tidak begitu jelas dan tidak ada
perubahan yang berarti .Hanya pada pertengahan tahun 1950 muncul berita bahwa
akan ada utusan DI/TII ke daerah kami .Sekitar bulan Agustus muncul berita
bahwa masyarakat Desa Cipaingeun harus tunduk kepada Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang
disusul dengan kehadiran Pasukan DI/TII
dengan ikat kepala berwarna merah. Kehadiran
pasukan ini ditindaklanjuti dengan
perekrutan pemuda desa untiuk menjadi anggota Pemuda Darul Islam
(Padi). Namun perekrutan tersebut dilakukan dengan cara penujukan bukan atas
dasat keinginan warga.Hal ini yang menjadi pemicuk ketidaksenangan masyarakat.” (wawancara tanggal 6 Mei 2007).
Kehadiran Tentara Darul Islam dinyatakan sebagai upaya untuk menegakan
norma-norma Islam di masyarakat.Disamping itu
selang beberapa waktu kemudian mereka melakukan penarikan pajak untuk
perjuangan tegaknya Negara Islam Indonesia.Dalam penrikan pajak ini pihak
DI/TII menunjuk orang-orang tertentuyang tidak memiliki otoritas resmi.Dengan
demikian di Desa Cipaingeun sejak tahun 1950,ada dua pihak yang mengatur
masyarakat, pertama aparat resmi pemerintah dan aparat yang ditunjuk DI/TII.
Keadaan ini telah menimbulkan goncangan dalam masyarakat karena dihadapkan pada hal yang
ganjil.Keganjilan sikap dan tindakan DI/TII dari waktu kewaktu telah mendorong
anti pati masyarakat Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Ina Sutisna :”Bila masyarakat menolak membayar
pajak,barang yang dimilik diambil secara
paksa.Tidak sedikit ada yang dibunuh.” Mengenai pembunuhan terhadap rakyat
yang menolak diungkapkan sebagai berikut:
”Bila
ada orang yang dibunuh(laki-laki) barang yang ditinggalkan dinyatakan sebagai
milik Di termasuk istrinya.Seandainya
keluarga korban menolak maka harus diganti dengan sejumlah barang yang
ditentukan pihak DI.Seandainya keluarga korban melapor pada pihak pemerintah
(kecamatan),maka rumahnya dibakar,karena dianggap penghianat”. (Wawancara tanggal 8 Juni 2007).
Tindakan yang dilakuka oleh DI/TII di Desa Cipaingeun dari waktu kewaktu
telah memunculkan kebencian dan dendam di masyarakat Kebencian itu makin
memuncak dengan terdengar kabar bahwa Ajengan
Fahruddin dan Ajengan Masluh di Ciakar dibunuh oleh DI/TII.Namun
kendatipun demikian masyarakat tidak
bisa bertindak dengan begitu saja,karena
ada dugaan bahwa sebagian dari
masyarakat telah menjadi mata-mata DI/TII.
Semenjak merajalelanya tindakan DI/TII,perdagangan dari dan ke Desa Cipaingeun, mengalami
penurunan drastis.Pedagang keliling yang biasa datang menjadi takut untuk
melakukan aktifitasnya.Namun ada pula hal yang ganjil selama DI/TII berlangsung
di Desa Cipaingeun. Bapak Omo yang pada waktu itu menjadi guru Sakola
Desa menyatakan bahwa:”
Selama ada DI/TII dia menerima dua upah (gaji) mengajar.pertama dari
pemerintah dan kedua dari DI/TII.Pihak gerombolan tidak begitu berani berbuat
macam-macam kepada guru.Namun kendatipun demikian tidak berarti saya menyetujui
tindakan yang dilakukan oleh DI/TII/”.(Wawancara dengan Bapak Omo 6 Mei 2007).
Selama kurun waktu tujuh tahun 1950 sampai 1958,situasi dan kondisi di Desa
Cipaingeun dalam keadaan tidak aman. akibat tindakan DI/TII,tidak sedikit dari
keluarga yang mampu pindak ke kota ( Singaparna atau Tasikmalaya).(Wawancara
dengan Bapak Idang tanggal 20 Mei 2007).
Gangguan amanan di masyarakat meningkat,justru setelah dilakukannya operasi dalam skala terbatas
oleh pihak TNI.Bila TNI telah melakukan patroli,maka dapat dipastikan ada satu atau dua rumah yang dibakar oleh
DI/TII.Dengan demikian posisi masyarakat dalam keadaan yang dilematis disatu
sisi kehadiran patroli TNI diharapkan
namun disisi lain kekahawatiran muncul berkenaan dengan tindakan-tindakan
DI/TII.
B. Partisipasi Masyarakat Desa Cipaingeun Dalam Penumpasan DI/TII Pimpinan SM Kartosuwiryo.
Hingga tahun 1957 kekuatan DI/TII mengalami kemajuan hal ini ditandai dengandimilikinya anggota sebanyak 13.129
orang,dengan didukung persenjataan
sekitar 3000 pucuk senjata dari berbagai jenis,termasuk 200
Brand dan 20 Mortir dengan penyebaran
hampir di seluruh Jawa Barat (Sejarah Militer Kodam VI
Siliwangi,1968:518) Hal ini telah mendorong
pemerintah untuk meningkatkan
gerakan pemumpasan dengan kekuatan
militer.
Memasuki tahun 1958 kekuatannya, frekwensi pemerintah untuk menumpas
gerombolan DI/TII pimpinan S.M.Kartosuwiryo makin ditingkatkan. Hal ini
berkaitan dengan terbitnya Surat Peraturan Pemerintah No.59 tahun 1958 yang berlaku surut sejak tanggal 27 Desember 1949. Peraturan
Pemerintah ini berkenaan dengan pengesahan Operasi Militer untuk memulihkan
keamanan di Jawa Barat. (Sejarah Militer Kodam VI Siliwangi, 1968:525).
Desa Cipaingeun merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sodonghilir yang
dijadikan Markas TNI dengan bertugas menumpas DI/TII. Markas TNI tersebut didirikan
di Kampung Babakanpetir.Bapak Sodikin menerangkan keberadaan sejumlah peralatan
TNI yang ditempatkan di Babakan Petir
yaitu: ” Mortir, Water mantel, Gern, Sten, L.E. Bren, HKI, Granat,
Revel, Chunng, Indeston, Genvil, Kneki”. (Wawancara tanggal 1 Juni 2007).Dengan
didirikannya Markas TNI di Kampung Babakanpetir, ternyata tidak otomatis
keamanan pulih,justru prekwensi tindakan DI/TII
meningkat.Hal ini dijelaskan oleh
Bapak Mami Dijaya sebagai berikut.“
Sejak berdirinya Markas TNI di Babakanpetir, gerombolan DI/TII sering
melakukan aksi perampokan.Pada waktu siang hari sangat mungkin anggota DI
menyamar sebagai masyarakat biasa untuk
mengamati kegiatan dan rencana TNI. Sering orang yang dekat dengan pihak TNI
mendapat teror atau menjadi sasaran
tindakan DI (rumahnya) dibakar. (Wawancara dengan Mami Dijaya, 1 Juni 2007). Keadaan ini telah
mendorong masyarakat di Desa Cipaingeun untuk menjadi bagian yang tidak
terpisahkan bersama dengan TNI untuk berpartisipasi menumpas DI/TII. Adapun
wujud partisipasi masyarakat melalui:
1. Pembentukan Tim Informan dibawah kordinasi
pihak TNI Mengenai pembentukan Tim Informan ini,tiada lain untuk mengamati
gerak-gerik orang yang dicurigai sebagai anggota maupun simpatisan DI/TII yang
suka datang ke aerah Cipainguen.
2. Pembentukan Organisasi Keamanan Desa
(OKD).Merupakan organisasi yang berada dibawah
bimbingan TNI,dimana anggotanya bersifat suka rela.
Mengenai keberadaan Organisasi Keamanan Desa (OKD) dalam penumpasan DI/TII
di Desa Cipaingeun dijelaskan oleh Bapak Ina Sutisna dan Dinding sebagai
berikut:
”Tugas
OKD adalah melakukan patroli ke batas
wilayah desa,dimana para anggota. Dalam melaksanakan tugas malam mempunyai
sandi.Adapun sandi yang dipakai adalah nama-mana hewan seperti anjing,kucing
dan harimau. Bila menyebutkan nama tersebut menyahut berarti teman dan
sebaliknya.” (Wawancara
tanggal 1 Juni 2007)
Keberadaan Tim Informan dan pembentukan Organisasi Keamanan Desa (OKD),dari
waktu ke waktu dapat dirasakan manfaatnya.Hal ini ditandai dengan berkurangnya prekwensi kedatangan gerombolan DI/TII ke Desa Cipaingeun. Stabilitas keamanan di
Desa Cipaingeun makin mantap,setelah pemerintah meningktakan operasi militer
untuk menumpas DI/TII pimpina S.M.
Kartosuwiryo, dengan mengikutsertakan masyarakat yang dikenal dengan “Pagar
Betis”. (Sekretaris Negara,1981 : 212).
Mengenai partisipasi masyarakat Desa Cipaingeun dalam oprasi Pagar Betis
yang di khususkan menyisir Gunung
Galunggung,yang dianggap sebagai sarang DI/TII, dikatakan oleh Bapak Ebat
Suhaebat sebagai berikut:
”Untuk
masyarakat Desa Cipaingeun ,tidak perlu ikut serta dalam Operasi Pagar
Betis.Melainkan hanya diwajibkan memberikan sumbangan perbekalan dan
makanan.Hal ini sesuai dengan instruksi
dari Kabupaten yang mengharuskan masyarakat yang berada di Kecamatan Sodonghilir dan Kecamatan
Bantarkalong untuk memberikan sumbangan bahan makanan dan tidak mengharuskan
untuk ikut serta dalam Pagar Betis ke
Gunung Galunggung.”
(Wawancara tanggal 1 Juni 2007)
Berkat dukungan dan partisipasi aktif masyarakat di Wilayah Priangan Timur
Gerakan Operasi Militer Brathayudha
membuahkan hasil. Tanggal 4 Juni
1962, pempinan pemberontakan DI/TII S.M.Kartosuwiryo dapat ditangkap oleh Kompi C dari Batalion 328 Para
Kujang II Siliwangi dipinpin oleh
Letnan Suhanda, di Gunung Rakutak daerah Majalaya. Selanjutnya Mahkamah
Angkatan Darat, menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap S.M. Kartosuwiryo yang
berupaya mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), namun dalam realitasnya jauh
dari norma-norma Islam.
C. Kondisi Masyarakat Desa
Cipaingeun Setelah DI/TII Pimpinan SM. Kartosuwiryo di Tumpas.
Dengan ditangkap dan jathukan hukuman mati terhadap pemimpin DI/TII
S.M.Kartosuwiryo,situasi sosial,perekonomian dan keamanan di Desa Cipainguen
Kecamatan Sodonghilir secara perlahan berangsur pulih.Kedaan yang jauh lebih
baik dibanding semasa gerombolan DI/TII
merajalela, diungkpakan oleh Bapak Uweh Abdullah :
Saya mendapat tugas untuk mengajar di Desa Cipaingeun sejak tahun 1950
bersama dengan Pak Oik Sudjana,Pak Somad
K S ,Pak warso dan Pak Nartiwi..Keadaan pendidikan saat itu sangat minim
karenan kurangnya dukungan sarana dan prasarana.Stelah DI/TII dapat ditumpas
proses kegiatan belajar mengajar dapat dikatakan jauh lebih baik dibanding masa
sebelumnya.Semua guru yang berasal dari Kota bertekad untuk meningkatkan
kualitas proses pendidikan seoftimal mungkin.(Wawancara tanggal 3 Juni 2007).
Aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan masyarakat seperti perdagangan
dari dan ke luar Desa Cipaingeun mengalami peningkatan,kendatipun sarana
transportasi jauh dari memadai.Namun hal yang paling disyukuri oleh masyarakat
adalah hilangnya rasa cemas dan rasa tidak aman menjadi faktor pendorong untuk
meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik sesuai alam kemerdekaan.
BAB
III SIMPULAN DAN SARAN
1.Munculnya DI/TII pimpinan S.M.
Kartosuwiryo, di Desa Cipaingeun Kecmatan Sodonghilir telah menimbulkan keadaan
yang sangat merugikan masyarakat menyangkut rasa aman,ketentraman dan kekhawatiran akan sikap dan tindakan
DI/TII. Intimidasi, pembunuhan dan pembakaran yang dilakukan oleh DI/TII telah mendorong masyarakat untuk melakukan perlawanan bersama dengan aparat
pemerintah.
2.Bentuk partisipasi masyarakat di Desa
Cipaingeun dalam upaya meminimalisir
sekaligus menupas tindakan DI/TII dilakukan dalam dua bentuk.pertama aktif yang diwujudkan melalui pembentukan Tim
Informan dan menjadi angggota Organisasi Kemanan Desa (OKD).Sedangkan wujud pasif dalam Operasi Pagar Betis hanya
memberikan sumbangan bagi mereka dari daerah lain yang mendapat tugas menyisir
Gunung Galunggung yang dianggap sebagai salah satu basis DI/TII.Kedua bentuk
ini secara langsung menunjukan kesadaran
arti penting kebersamaan dala upaya memulihkan keamanan yang dibutuhkan dalam suatu negara yang
merdeka.
3.Keadaan masyarakat Desa Cipaingeun
Kecamatan Sodonghilir pasca pemberontakan DI/TII ditumpas tahun 1962,bertekad untuk meningkatkan
kondisi sosial,ekonomi dan pendidikan menuju ke aarah yang lebih baik.
Saran
1.Sudah saat pemerintah mengembangkan
penulisan sejarah lokal untuk menumbuhkan rasa hayat dan kesadaran sejarah bagi
generasi muda.
2.Hasil penelitian dan penulisan yang
diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional disebar
luaskan ke Sekolah Menengah Atas, untuk dijadikan suplemen bahan belajar dan
bacaan para siswa.
3.Sudah saat pemerintah Desa Cipaingeun
Kematan Sodonghilir membangun tugu peringan yang berkaitan dengan peristiwa
sejarah khususnya DI/TII.Sehingga
peristiwa tersebut dapat dijadikan simbol perjuangan masa lalu yang
menghantarkan generasi muda pada saat sekarang yang jauh lebih baik dari masa
sebelumnya.
Daftar Sumber
Ebat Suhaebat, 1989, Progres Report
Desa Cipaingeun Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya.
Erlangga Pribadi, 2004, Meneropong
Indonesia 2020: Pemikiran dan Masalah Kebijakan, Soegeng Sarjadi
Syndicated, Jakarta.
Karel D Jackson, 1990, Kewibawaan Tradisional, Islam Dan
pemberontakan: Kasus Darul Islam Jawa Barat, Grafiti, Jakarta.
Sekretaris Negara, 1981, Tiga Puluh
Tahun Indonesia Merdeka, Citra Lamtoro Gung, Jakarta.
Sejarah Militer Kodam VI Siliwangi, 1968, Siliwangi Dari Masa ke Masa, Fakta Mahyuma, Bandung.
Wawancara dengan:
1. Bapak Ada Sughandi di Cipaingeun
(Mantan Polisi Desa)
2. Bapak Ina Sutisna di Cipaseh (Mantan anggota OKD)
3. Bapak Dinding di Cireundeu Cipaingeun (Mantan anggota OKD)
4. Mami Dijaya di Babakanpetir (Wiraswasta)
5. Ikin Sodikin di Babakanpetir (Mantan Polisi Desa)
6. Bapak Omo di Cipaingeun
(Pensiunan Kepala Sekolah)
7. Bapak Uweh Abdullah di Cireundeu (Pensiunan Kepala Sekolah)
8. Ebat Suhaebat (Kepala Desa Cipaingeun tahun 1988-2007)
Nama-Nama Lurah/Kepala Desa
Cipainguen Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya:
1. Lurah Jerha Manggala (1875-l893)
2. Lurah Yuda Manggala (1893-1903)
3. Lurah H.M.Kosasih (1903-1923)
4. Lurah Alsari (1923-1924)
5. Lurah R. Sulaeman (1924-1927)
6. Kepala Desa Hadori (1957-1958)
7. Kepala Desa Uca Asmita
(1958-1976)
8. Kepala Desa A.Sukmadidjaya
(1978-1988)
9. Kepala Desa Ebat Suhaebat
(1988-2007)
10. Kepala Desa Aat (Terpilih bulan
Mei 2007).
Sumber:
Makalah pada Lomba Penulisan dan
Diskusi Sejarah Lokal Tingkat SMA/Sederajat yang diselenggarakan
oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung, tanggal 27 September 2007.