Istilah Nyangku berasal dari kata yanko (Bahasa Arab) yang artinya membersihkan. Namun kemudian berubah pelafalannya menjadi Nyangku. Nyangku berarti nyaangan laku (Bahasa Sunda) yaitu menerangi perilaku.
Upacara adat nyangku merupakan upacara adat yang telah ada sejak jaman Kerajaan Panjalu. Hingga kini upacara tersebut secara rutin dilaksanakan tiap tahun oleh masyarakat Panjalu, karena masyarakat Panjalu menganggap upacara adat tersebut memiliki nilai-nilai yang baik bagi kehidupan mereka, di samping melestarikan tradisi warisan leluhur.
Upacara adat Nyangku dilaksanakan pada hari Senin atau hari Kamis terakhir Bulan Maulud (Rabiul Awal) oleh warga Panjalu. Hal ini dimaksudkan untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada bulan Rabiul Awal. Selain itu, Upacara Nyangku dimaksudkan untuk mengenang jasa Prabu Sanghyang Borosngora sebagai Raja Panjalu yang memeluk agama Islam dan menyebarkan agama Islam di Panjalu.
Upacara Adat Nyangku adalah rangkaian prosesi adat penyucian benda-benda pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora dan para Raja, serta Bupati Panjalu penerusnya yang tersimpan di Pasucian “Bumi Alit”. Benda-benda pusaka tersebut di antaranya: Pedang Zulfikar, Cis, Keris Komando, Keris, Pancaworo, Bangreng, Goong kecil, Kujang, Trisula dan lain-lain.
Tujuan upacara ini yaitu membersihkan benda pusaka yang berarti sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur Panjalu yang telah menyebarkan agama Islam. Lebih jauh lagi, upacara ini merupakan waktu untuk berpikir dan mengevaluasi diri dengan cara mengkritisi diri sendiri, mengakui perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan norma adat dan norma agama dalam upaya menjadi pribadi turunan Panjalu yang lebih baik lagi. Sebagai simbol membersihkan diri.
Penyelenggaraan Upacara Adat Nyangku dilaksanakan oleh Yayasan Borosngora didukung oleh sesepuh Panjalu, Pemerintah Desa Panjalu, para tokoh masyarakat, juru kunci makam keramat, keturunan Raja Panjalu dan pihak terkait lainnya. Persiapannya dilakukan secara gotong royong oleh seluruh masyarakat Panjalu.
Prosesi Upacara Adat Nyangku dimulai dari pengambilan air keramat (tirta kahuripan) dari paling sedikit tujuh mata air untuk membersihkan benda-benda pusaka. Mata air tersebut dipercaya sebagai petilasan Prabu Sanghyang Borosngora yang letaknya tersebar baik di dalam Desa Panjalu maupun di luar Desa. Mata air tersebut ialah mata air Situ Lengkong, Karantenan, Kapunduhan, Cipanjalu, Kubang Kelong, Pasangrahan dan Kulah Bongbang Rarang dan Bombang Kancana. Air yang telah diambil tersebut kemudian disimpan di dalam tempat khusus dan ditawasul (diberi do’a) oleh para santri selama 40 hari sampai hari pelaksanaan Upacara Adat Nyangku. Kemudian dilaksanakan prosesi penyerahan tirta kahuripan dari sesepuh adat pengambil air kepada Ketua Yayasan Borosngora sebagai penanggung jawab pelaksanaan Upacara Adat Nyangku.
Pada malam sebelum Upacara Adat Nyangku diadakan pengajian dan pembacaan Sholawat Nabi di Pasucian “Bumi Alit” yang kemudian dilanjutkan dengan penampilan seni tradisi Gembyung dan Debus.
Prosesi Upacara Adat Nyangku dimulai dengan pengambilan benda-benda pusaka yang tersimpan di Pasucian “Bumi Alit”. Selanjutnya benda-pusaka tersebut dikirab menuju ke Pulau Nusa Gede yang berada di tengah danau yang bernama Situ Lengkong Panjalu, tempat dimakamkannya Raja Panjalu yaitu Prabu Hariang Kancana dan Bupati Galuh terakhir yaitu Cakranagara III yang merupakan keturunan Prabu Sanghyang Borosngora.
Benda-benda pusaka utama dibawa dengan cara digendong seperti menggendong bayi oleh keturunan Raja Panjalu yang ditunjuk oleh Putra Mahkota Raja Panjalu yang menjabat sebagai Ketua Yayasan Borosngora. Para sesepuh dan tokoh masyarakat Panjalu mengiringi kirab tersebut, disertai dengan iringan kesenian Gembyung dan lantunan Sholawat Nabi. Sesampai di Pulau Nusa Gede di tengah Danau Situ Lengkong Panjalu, dilakukan ritual tawasul (pembacaan doa) bagi arwah leluhur Panjalu di hadapan pusara Prabu Hariang Kancana. Setelah itu, benda pusaka tersebut dibawa menuju Taman Borosngora untuk ritual pembersihan.
Puncak Upacara Adat Nyangku adalah pembersihan benda-benda pusaka dengan menggunakan tirta kahuripan dan jeruk nipis, kemudian dikeringkan dengan menggunakan tungku yang berisi kemenyan yang dibakar. Kemudian benda-benda pusaka tersebut diolesi minyak kelapa murni, lalu dibungkus dengan daun kelapa muda serta dililit kain putih. Setelah selesai ritual pembersihan, benda-benda pusaka tersebut diarak untuk disimpan kembali di Pasucian “Bumi Alit”.
Proses persiapan dan pelaksanaan Upacara Adat Nyangku ini mengandung nilai-nilai budaya yang luhur, yaitu nilai kebersamaan, kekeluargaan, sosial, gotong royong, religi, keteguhan dan penghormatan kepada leluhur dengan senantiasa setia kepada pakem Upacara Adat Nyangku. Selain itu, Upacara Adat Nyangku juga mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang menyangkut pemeliharaan dan pelestarian lingkungan, khususnya pemeliharaan sumber mata air di Desa Panjalu serta terjaganya habitat flora dan fauna di kawasan Pulau Nusa Gede, Danau Situ Lengkong Panjalu dan sekitarnya. (irvansetiawan)