Manisan Cianjur masih menjadi andalan kota itu untuk menarik para pembeli. Tapi, tahukah Anda bagaimana manisan itu tercipta?
Dalam penelitian Dampak Manisan Terhadap Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Cirebon yang dilansir Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung disebutkan, manisan Cianjur mulai muncul pada akhir 50an atau awal 60an.
Saat itu, produksi buah dari sekitar Cianjur meluap akibat terganggunya distribusi buah dan palawija menyusul nasionalisasi perusahaan-perusahaan dagang Berlanda oleh pemerintah Indonesia saat itu. Kondisi itu membuat banyak buah membusuk.
Tak ingin terus berlanjut, muncullah ide untuk mengawetkan buah dengan cara dibuat manisan. Ide yang dicetuskan para perantau keturunan Tionghoa itu karena mereka memiliki pengetahuan tersebut dari leluhurnya di daratan Tiongkok.
Melalui serangkaian proses yang cukup panjang, buah-buahan yang semula mudah membusuk karena sinar matahari atau kesalahan pada saat panen, menjadi lebih awet. Cita rasa yang dihasilkan pun khas, yakni jauh lebih manis dikombinasikan dengan rasa masam buah.
Tak hanya soal cita rasa, para pedagang juga memiliki cara unik untuk menjualnya. Yakni, dengan menempatkan dalam deretan bejana bekas botol. Seiring waktu, manisan Cianjur yang awalnya hanya berbahan baku buah pala, berkembang menjadi beragam, dari salak sampai ceremai.
Naik Kelas
Walau terlihat sama, sebenarnya manisan Cianjur memiliki tiga jenis, yakni manisan cair/basah, manisan kering, dan manisan setengah kering. Manisan basah biasanya terdiri dari mangga, salak, dan kedondong.
Sementara, manisan kering di antaranya pala, pepaya, dan mangga. Terakhir, buah yang biasa diolah jadi manisan setengah kering adalah ceremai, belimbing, dan ceri.
Awalnya, semua jenis makanan khas Cianjur, termasuk manisan, merupakan konsumsi masyarakat dengan status sosial menengah ke bawah. Namun pada saat ini, manisan sudah dikonsumsi semua lapisan masyarakat.
Hal itu ditandai dengan tak hanya dijual di toko-toko kecil, tetapi juga masuk ke supermarket-supermarket yang ada di Cianjur. Bahkan, banyak juga yang memakai sebagai menu pelengkap dalam rangka hajatan di hotel-hotel berbintang.
Menurut salah satu generasi perintis manisan Cianjur dari keluarga Ny. Tan, manisan Cianjur mulai terkenal sejak dikunjungi oleh istri Presiden Soekarno. Hingga masuk generasi ke-3 dan ke-4, produsen masih mempertahankan keaslian manisan Cianjur dengan tidak menggunakan bahan pengawet.
Manisan yang kemudian menjadi makanan olahan masyarakat Cianjur, khususnya wilayah kota dan sekitarnya, menjadi salah satu dari mata pencaharian yaitu dengan memproduksi dan menjualnya. Manisan Cianjur mudah ditemukan di sepanjang jalan Bandung-Cianjur, Cianjur-Jakarta, Bogor, dan Sukabumi. (Dinny Mutiah)
Sumber: https://www.liputan6.com