Penggalian Data Aspek Kepercayaan
Makalah disampaikan dalam kegiatan Dialog Budaya di Kab. Lebak Prov. Banten
yang diselenggarakan oleh BPSNT Bandung Tahun 2007
Drs. Aam Masduki
(Peneliti BPSNT Bandung)
Makalah disampaikan dalam kegiatan Dialog Budaya di Kab. Lebak Prov. Banten
yang diselenggarakan oleh BPSNT Bandung Tahun 2007
Drs. Aam Masduki
(Peneliti BPSNT Bandung)
A. Pendahuluan
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Bandung adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Lembaga yang didirikan berdasarkan daerah kebudayaan ini melaksanakan kegiatan pendataan, penelitian, pendokumentasian, dan penyebarluasan informasi tentang kesejarahan dan kenilaitradisionalan (termasuk budaya spritual dan kesenian) di wilayah kerjanya (Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten dan Lampung). Dalam struktur organisasi BPSNT terdapat tenaga fungsional yang dibagi ke dalam lima aspek, salah satunya adalah Aspek Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Aspek ini mulai ada di BPSNT pada tahun 2003. Apakah itu aspek kepercayaan dan seperti apa garapannya, akan kita ulas satu persatu, sekaligus contoh untuk melakukan pendataan yang terkait dengan aspek kepercayaan.
Satu hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu adalah konsep tentang kepercayaan. Secara antropologis, kepercayaan dapat diartikan sebagai aktivitas-aktivitas dan proses-proses rohaniah seperti penangkapan pengalaman, rasa, kemauan, dan keinginan yang berlangsung dalam alam pikiran individu atau kolektif yang terkait langsung dengan ketentraman dan keseimbangan untuk menempatkan person (individu) di bawah kolektif (masyarakat) dan masyarakat di bawah semesta alam (Ade MK, 2006:2).
Zulyani Hidayah dalam makalahnya menyatakan, dalam pengertian religi atau keagamaan, “kepercayaan” merupakan suatu bagian dari dasar-dasar moral dan spritual yang luas, dan biasanya disebut “keyakinan”. Menurut sejarahnya, keyakinan dikembangkan oleh sekelompok orang yang mencari dasar-dasar fungsional yang kuat untuk melestarikan keyakinan tersebut. Umumnya sebuah keyakinan akan diterima semakin kuat apabila keyakinan tersebut telah mengalami berbagai tekanan, penjelasan atau munculnya berbagai peristiwa yang dianggap sebagai “wahyu”.
Garapan Aspek Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa dibedakan menjadi dua.. Yang pertama adalah kepercayaan komunitas adat, yakni paham yang bersifat dogmatis, terjalin dalam adat istiadat hidup dari berbagai suku bangsa yang dipercayai secara turun temurun berdasarkan norma-norma adat yang berlaku pada masing-masing suku bangsa. Hal ini erat kaitannya dengan sistem religi yang dianut oleh suatu komunitas adat.
Kepercayan “komunitas adat” sebagai suatu sistem keyakinan merupakan warisan leluhur yang telah mewarnai manusia Indonesia umumnya yang terdiri dari beratus-ratus suku bangsa. Masing-masing suku bangsa tentunya mempunyai cara dan tindakan dalam menunjukkan simbol-simbol yang diaktifkan dalam kepercayaan sebagai suatu sistem religi. Banyaknya simbol yang diaktifkan menunjukkan adanya keanekaragaman bentuk kepercayaan.
Adapun bentuk-bentuk dari kepercayaan masyarakat “komunitas adat” seperti kepercayaan pada benda-benda/makam yang dikeramatkan, kepercayaan kepada makhluk-makhluk/roh-roh halus, kepercayaan yang diwujudkan ke dalam larangan/tabu, motos-mitos, ramalan-ramalan/kepada hal-hal diluar kebiasaan (supranatural), takhyul dan sebagainya yang perbedaannya tampak lahir pada upacara-upacara, kepercayaan dan mitologinya. Sedangkan pada kepercayaan komunitas adat yang “spesifik” biasanya mempunyai ajaran yang dijadikan acuan dalam tindakan, misalnya Sunda Wiwitan (Baduy) dan sebagainya.
Yang kedua adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa atau peribadatan serta pengamalan budi luhur. Dalm hal ini, difokuskan pada kepercayaan yang dilembagakan dalam berbagai organisasi penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa, seperti Aliran Kebatinan Perjalanan, Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa Ibu Pertiwi, dll. Organisasi tersebut merupakan wadah bagi para penghayat dalam satu keyakinan untuk mendalami, menghayati, melestarikan ajaran kepercayaan. Data yang dapat diliput dari organisasi penghayat di antaranya tentang ajaran, yang meliputi:
- Konsepsi tentang Tuhan
- Konsepsi tentang Manusia
- Konsepsi tentang Alam Semesta
- Ajaran Budi Luhur
- Ritual Peribadatan
- Upacara-upacara
B. Pendataan Tempat-Tempat Keramat
1. Pengertian tentang Tempat-Tempat Keramat
Pendataan Tempat-Tempat Keramat dipandang tepat untuk dijadikan contoh dari Aspek Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mahaesa dalam kegiatan ini. Wilayah Banten dipandang kaya dengan komunitas adat seperti Baduy, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan Cisungsang, dan kasepuhan-kasepuhan lainya. Umumnya, tempat keramat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaan suatu komunitas adat. Oleh karena itu dipandang perlu untuk dilakukan pendataan.
Secara etimologi, tempat keramat terdiri atas dua kata, yakni “tempat” dan “keramat”. Tempat artinya ruang (bidang, rumah) yang tersedia untuk melalukan sesuatu, sedangkan keramat mempunyai arti yang berhubungan dengan sifat kejiwaan rohani atau batin (KBBI, 1990:960). Berdasarkan pengertian di atas, maka tempat keramat adalah tempat/ruang yang tersedia untuk berkomunikasi dengan Tuhan Yang Mahaesa atau dewa. Dalam arti sempit, tempat keramat dianggap sebagai tempat untuk melakukan kegiatan ritual suci yang terlindung dari pelanggaran, pengacauan, atau pencemaran yang sifatnya religius. Artinya, tempat-tempat yang dianggap suci dan dianggap akan diberkati akan mendapat perlakuan dan penghormatan yang khusus. Di tempat seperti itu, manusia religius akan berperilaku berbeda dengan di tempat-tempat yang profan (bukan keramat).
Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki tempat-tempat keramat. Di tempat tersebut masyarakat pendukungnya dapat mengekspresikan dirinya secara religius dengan cara-cara dan perilaku yang beragam sesuai dengan eksistensi tempat-tempat keramat itu sendiri.
Keberadaan tempat-tempat keramat yang ada di wilayah Indonesia begitu beragam. Keberagaman ini dapat dilihat dari aspek bentuk, sifat, dan fungsi masing-masing tempat keramat. Tempat keramat sebagai tempat untuk melakukan kegiatan ritual suci yang sifatnya religius ini, dari segi bentuk yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni tempat keramat di alam terbuka dan alam tertutup.
Tempat-tempat keramat di alam terbuka merupakan tempat-tempat (alam) yang belum banyak atau bahkan sama sekali belum mendapat sentuhan perubahan bentuk oleh manusia dan diyakini memiliki kekuatan gaib. Bentuk-bentuk yang ada merupakan ciptaan alam dan dibentuk oleh alam itu sendiri, misalnya sendang, pantai, pegunungan, sumur, bebatuan, tumbuhan, dan sebagainya. Adapun tempat-tempat keramat di alam tertutup dimaksudkan sebagi suatu tempat yang memang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kepentingan emosi keagamaan. Sejak proses penciptaan tempat tersebut sudah diperlukan nilai-nilai religius. Tingkat emosi keagamaan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu pendukungnya juga berbeda, oleh karena itu dalam proses penciptaannya juga beragam sesuai dengan latar belakang kepercayaan yang dianutnya, misalnya Goa Intan di Jongol, Goa Kotamanah di Sukabumi, Makam Sunan Gunung Jati, Makan Sultan Hasanudin, petilasan-petilasan Nyi Roro Kidul di Cisolok Pelabuhan Ratu, dan sebagainya.
Pada hakekatnya suatu tempat keramat merupakan tempat yang dianggap tempat suci. Masyarakat pendukungnya datang ke tempat-tempat keramat sesuai dengan keyakinan dan didorong oleh motivasi bersifat rohaniah maupun duniawi. Sifat Rohani, yang dimaksud adalah manusia dalam melakukan spritual lebih mengarah kepada “Illahian” dan menganggap bahwa alam ini ada yang mengatur yakni Zat yang Maha Tinggi. Biasanya yang bersifat rohani lebih mengarah kepada penghormatan. Sifat diniawi, yakni lebih mengarah kepada keinginan atau maksud tertentu untuk segera dikabulkan, misalnya ingin penglaris dan sebagainya. Biasanya yang sifatnya diniawiyah mengarah pada pemujaan-pemujaan leluhur.
Berangkat dari pengertian mengenai sifat-sifat keramat, dimana manusia dalam mewujudkan hasratnya dipengaruhi bermacam-macam keinginan, maka sifat-sifat kedunawian dan kerohanian dapat lebih dipertegas lagi pada fungsi tempat-tempat keramat yang sesuai dengan maksud mesyarakat pendukung kebudayaan untuk melakukan kereligiusannya.
Fungsi tempat keramat bisa dibedakan sebagai tempat untuk mendapatkan ilmu spritual dan sosial. Pada fungsi spritual, masyarakat pendukungnya yang datang ke tempat-tempat keramat hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan spritual atau orientasinya yang lebih mengarah dalam mencari keseimbangan keselarasan. Pada fungsi sosial, masyarakat pendukung, baik secara individu maupun kelompok datang ke tempat-tempat keramat dengan tujuan/orientasi mengarah pada keinginan mendapatkan suatu kemudahan (mendapat sesuatu secara mudah). Contoh : Gunung Kawi merupakan tempat pesugihan, yang datang ke tempat-tempat keramat dengan orientasi yang tertuju pada hasrat/keinginan memperoleh kedudukan, kehormatan dan sebagainya.
2. Kerangka Penulisan Laporan Pendataan
Berangkat dari batasan mengenai tempat-tempat keramat tadi, dipandang perlu untuk membuat suatu kerangka penulisan laporan pendataan tentang Tempat-Tempat Keramat. Kerangka tersebut bisa digunakan semuanya jika ingin membuat satu tulisan secara lengkap, utuh, dan sistematis seperti yang akan diuraikan nanti. Tidak salah juga pilihan ditujukan pada bab III saja, jika hanya ingin membuat tulisan ringan mengenai tempat-tempat keramat di suatu wilayah tertentu. Kearangka penulisan laporan pendataan Tempat-Tempat Keramat secara lengkap dan utuh adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Teknik Pendataan
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENDATAAN
2.1 Lokasi dan Keadaan Alam
2.2 Kependudukan
2.3 Kehidupan Sosial Budaya
BAB III DESKRIPSI TEMPAT-TEMPAT KERAMAT
3.1 Tempat-Tempat Keramat di Alam Terbuka
3.2 Tempat-Tempat Keramat di Alam Tertutup
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran-saran
Daftar Pustaka
Lampiran
3. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara perlu disusun untuk mempermudah tim pendataan menggali data atau informasi dari informan yang sudah ditentukan sebelumnya. Pedoman ini disusun khusus untuk mengisi Bab III, baik untuk tempat-tempat keramat di alam terbuka maupun di alam tertutup.
a. Asal-usul
- Apa nama tempat keramat tersebut dan dimana lokasinya?
- Ada berapa jumlahnya?
- Bagaimanakah bentuk fisiknya sungai, gunung, batu, pepohonan, dll) ?
- Adakah makna yang terkandung dari benda-benda yang melekat pada tempat tersebut?
- Apakah tempat tersebut ada isinya?
- Bagaimanakah riwayat keberadaan tempat keramat tersebut?
- Siapakah penjaga tempat keramat tersebut?
- Adakah kriteria tertentu untuk menjadi penjaga tempat keramat?
- Apakah keistimewaan tempat keramat itu?
- Adakah ritual tradisi (upacara, dll) yang dilaksanakan di tempat tersebut?
b. Pantangan
- Siapa saja yang menziarahi tempat keramat tersebut?
- Bagaimanakah tatacara mengunjungi tempat keramat tersebut
- Adakah orang yang dilarang ke tempat keramat tersebut ( perempuan yang sedang datang bulan misalnya)?
- Berapa jumlah pengunjung setiap harinya, kapan puncak keramaiannya?
- Berapa lama mereka berada di sana (paling lama dan paling sebentar)?
- Adakah jam, hari, dan, bulan yang dilarang untuk berkunjung ke sana?
- Adakah ketentuan khusus yang dikenakan kepada pengunjung ( cara berpakaian, barang yang dibawa, perilaku, dan lain-lain) yang datang ke tempat ?
- Adakah larangan yang dikenakan khusus pada makam dan areal di sekitarnya yang harus dipatuhi oleh pengunjung?
c. Fungsi
- Apakah keistimewaan tempat keramat itu dalam pandangan masyarakat atau pengunjung?
- Untuk mendapat keistimewaan tersebut, persyaratan apa yang harus dipenuhi pengunjung , baik perilaku maupun perlengkapan lainnya?
- Siapakah yang menentukan persyaratan tersebut (kuncen, dll)
- Adakah makna khusus dari perilaku yang dijalani dan perlengkapan yang dibawa pengunjung ? Uraikan jika ada!
- Bagaimana kalau tidak sanggup menjalani persyaratan tersebut, adakah penggantinya?
- Apa saja tujuan apa saja yang ingin dicapai pengunjung datang ke makam tersebut?
Daftar Pustaka
Damami Mohammad, Pemberdayaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Makalah disusun dalam rangka Presentasi Penataran Tenaga Teknis Pamong Budaya Spritual, Jakarta 13 Desember 2005.
Maria Siti, Pelestarian Kepercayaan Komunitas Adat. Makalah dalam Pamong Budaya Spritual, Jakarta 23 Desember 2006.
Makmur K, Ade, Pemberdayaan Masyarakat Adat. Makalah dalam Penataran Tenaga Teknis Pamong Budaya Spritual Tingkat lanjutan, Jakarta 20 Desember 2006.