Penggalian Data Aspek Pembangunan Karakter dan Pekerti Bangsa
Fokus Bahasan : Sistem Kepemimpinan dan Upacara Tradisional
Makalah Disampaikan dalam Kegiatan Dialog Budaya di Kab. Lebak Prov. Banten
Diselenggarakan oleh BPSNT Bandung, Tahun 2009
Drs. H. Yudi Putu Satriadi
Peneliti BPSNT Bandung
Fokus Bahasan : Sistem Kepemimpinan dan Upacara Tradisional
Makalah Disampaikan dalam Kegiatan Dialog Budaya di Kab. Lebak Prov. Banten
Diselenggarakan oleh BPSNT Bandung, Tahun 2009
Drs. H. Yudi Putu Satriadi
Peneliti BPSNT Bandung
A. Sekilas tentang Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktoral Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI. Lembaga ini didirikan bukan berdasarkan daerah administratif melainkan daerah kebudayaan. Oleh karena itu, wilayah kerjanya lintas propinsi.
Di Indonesia, sampai saat ini, ada sebelas BPSNT yang satu dengan lainnya mempunyai penekanan pengkajian yang berbeda. Kesebelas BPSNT itu adalah : (Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang berkedudukan di Aceh dengan penekanan pada kebudayaan Islam; (2) Sumatera Barat dan Bengkulu yang berkedudukan di Padang dengan penekanan pada kebudayaan matrilineal; (3) Riau, Jambi, dan Bangka-Belitung (Babel) yang berkedudukan di Tanjungpinang dengan penekanan pada kebudayaan Melayu; (4) Jabar, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung yang berkedudukan di Bandung dengan penekanan pada akulturasi; (5) D.I. Yogyakarta, Jateng, dan Jatim yang berkedudukan di Yogyakarta dengan penekanan pada kebudayaan agraris; (6) Bali, NTB, dan NTT yang berkedudukan di Denpasar dengan penekanan pada pariwisata; (7) Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur yang berkedudukan di Pontianak dengan penekanan pada pembauran; (8) Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat yang berkedudukan di Makasar dengan penekanan pada kebudayaan maritim; (9) Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah yang berkedudukan di Manado dengan penekanan pada akulturasi; (10) Maluku yang berkedudukan di Ambon dengan penekanan pada kebudayaan kepulauan; dan (11) Irian jaya yang berkedudukan di Jayapura dengan penekanan pada kebudayaan meramu dan berburu.
Oleh karena BPSNT Jabar, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung berkedudukan di Bandung, maka lebih dikenal sebagai BPSNT Bandung. Penekanan pengkajiannya pada akulturasi, yaitu proses percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 18). Ini bermakna bahwa kesejarahan dan kenilaitradisionalan yang diamati dan atau dianalisis pada akhirnya dikaitkan dengan proses akulturasi.
Visi BPSNT Bandung adalah sebagai bank data dan informasi tentang kesejarahan dan kebudayaan masyarakat etnik di wilayah kerjanya. Sedangkan, misinya adalah melakukan pengamatan dan analisis kesejarahan dan kebudayaan yang ada atau tumbuh dan berkembang di wilayah kerjanya dengan berbagai kegiatan seperti : pendataan, penelitian (pengkajian), perekaman, perlombaan, lawatan-lawatan yang berkenaan dengan kesejarahan dan kebudayaan, seminar, diskusi, pendokumentasian dan sekaligus penyebarluasan data sejarah dan kebudayaan.
Struktur organisasi BPSNT Bandung, selain kepala BPSNT terdapat Kepala Sub Bagian TU. Kepala secara langsung membawahi tenaga fungsional atau tenaga peneliti, sedangkan Kepala Sub.Bagian TU tenaga administrasi. Bagian atau aspek yang ada di bagian tenaga fungsional terdiri dari lima aspek yakni Aspek PKPB (Pembangunan Karakter Pekerti Bangsa), Aspek Tradisi, Aspek Kepercayaan terhadap Tuhan YME, Aspek Seni dan Film, dan Aspek Sejarah. Sub Bagian TU membawahi Urusan Keuangan, Urusan Kepegawaian, Urusan dalam, Urusan Perpustakaan Publikasi dan Dokumentasi.
Masing-masing aspek memiliki bidang garapan yang berbeda-beda. Sejalan dengan tugas utama Direktorat PKPB, aspek PKPB di BPSNT memiliki tugas antara lain adalah melakukan revitalisasi nilai-nilai luhur sebagai pembangkit dan pembentuk karakter bangsa.
Hal ini menjadi sangat penting karena berbicara tentang karakter dan pekerti bangsa tida lepas dari konteks Indonesia yang bermasyarakat majemuk. Oleh karena itu, Bhineka Tunggal Ika mesti menjadi rujukan dalam pembentukan karakter bangsa. Sementara itu multikulturalisme merupakan pembentuk sikap saling pengertian yang dilandasi oleg budi pekerti. Kesadaran tentang ke-Bhineka Tunggal Ika-an dan semangat multikulturalisme pada gilirannya akan mewujudkan karakter bangsa yang berbudi pekerti, sehingga dapat meneguhkan persepsi diri sebagai golongan etnik dan sekaligus sebagai Bangsa Indonesia. Ini bermakna bahwa karakter bangsa bukan hanya dibentuk melalui proses individuation (pembeda) dan penegasan atas kelainan dari bangsa lain, tetapi juga suatu karakter yang wujud dari kesadaran individu mengerti tentang kehadiran bangsanya di samping bangsa-bangsa lain. Artinya, karakter bangsa terkait dengan identitas kolektif karena hidup bermasyarakat, baik secara lokalitas maupun globalitas, dengan menumbuhkan saling pengertian dan menghormati tentang keberadaan individu, etnik atau bangsa lain di luar dirinya.
Sesuai dengan misi BPSNT yaitu melakukan pengamatan dan analisis kesejarahan dan kebudayaan yang ada atau tumbuh melaui kegiatan seperti pendataan, penelitian (pengkajian), perekaman, perlombaan, lawatan-lawatan sejarah dan kebudayaan, seminar, diskusi, pendokumentasian dan sekaligus penyebarluasan data dan kebudayaan. Dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut BPSNT (tenaga teknis) tidak dapat bekerja sendiri melainkan memerlukan bantuan fihak-fihak lain yang terkait, di antaranya adalah pejabat atau personal yang ada di Lingkungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, seperti kepala-kepala dinas, kepala-kepala seksi, dan lain sebagainya, termasuk juga masyarakat umum yang mengetahui bahan-bahan yang diperlukan. Dengan demikian, sangat perlu adanya kerja sama antara BPSNT dengan instsansi-instansi tadi dan masyarakat umum.
Demi memudahkan teknis kerja sama dalam pengumpulan data, perlu dilakukan satu kesepakatan dalam semua hal yang terkait dengan pekerjaan yang dilakukan, mulai dari materi garapan, persiapan pelaksanaan, pelaksanaan, sampai kepada pelaporan.
Pada kesempatan ini, akan dibahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan pendataan kebudayaan.
B. Unsur-unsur Budaya yang Perlu Didata
Koentjaraningrat pada Rosyadi menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari tata kelakuan, kelakuan dan hasil kelakuan yang menjadi milik bersama dari sebagian besar warga suatu masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar, maka hampir semua sisi kehidupan manusia nyaris tidak luput dari persoalan kebudayaan. Lalu, dalam hal ini, aspek mana dari kebudayaan yang perlu didata atau diinventarisasi ?
Dalam hal ini Koentjaraningrat menklasifikasikan kebudayaan ke dalam tujuh unsure yang sifatnya universal. Artinya, ketujuh unsur ini terdapat pada hampir semua kebudayaan manusia di manapun di dunia ini. Ketujuh unsur tersebut adalah :
1. Sistem kemasyarakatan
2. Sistem ekonomi dan mata pencaharian
3. Sistem teknologi dan perlengkapan hidup
4. Sistem religi
5. Sistem pengetahuan
6. Kesenian
7. Bahasa
Dalam kegiatan pendataan kebudayaan yang dilakukan BPSNT, ketujuh unsur tersebut menjadi semacam paying. Artinya ketika kita melakukan suatu pendataan, maka ketujuh unsure kebudayaan ini menjadi setting. Selama ini pendataan kebudayaan yang dilakukan BPSNT Bandung dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yakni pendataan yang bersifat etnografis, dan pendataan yang bersifat partial atau tematis. Pendataan yang bersifat etnografis adalah untuk mendedkripsikan atau memotret pola kehidupan suatu masyarakat. Dalam hal ini ketujuh unsure kebudayaan menjadi materi pokok dalam pendeskripsian. Sedangkan dalam kegiatan pendataan yang bersifat partial, kita hanya mengambil/menyoroti salah satu dari ketujuh unsure kebudayaan tersebut, misalnya tentang pola kepemimpinan, permainan rakyat, kesenian, cerita rakyat, dsb. Dalam pendataan partial pun, ketujuh unsure kebudayaan ini dipaparkan sebagai latar belakang sosial budaya masyarakat pada tempat pendataan dilakukan. Item-item yang perlu didata pada ketujuh unsur kebudayaan antara lain :
1. Sistem Kemasyarakatan
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktoral Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI. Lembaga ini didirikan bukan berdasarkan daerah administratif melainkan daerah kebudayaan. Oleh karena itu, wilayah kerjanya lintas propinsi.
Di Indonesia, sampai saat ini, ada sebelas BPSNT yang satu dengan lainnya mempunyai penekanan pengkajian yang berbeda. Kesebelas BPSNT itu adalah : (Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang berkedudukan di Aceh dengan penekanan pada kebudayaan Islam; (2) Sumatera Barat dan Bengkulu yang berkedudukan di Padang dengan penekanan pada kebudayaan matrilineal; (3) Riau, Jambi, dan Bangka-Belitung (Babel) yang berkedudukan di Tanjungpinang dengan penekanan pada kebudayaan Melayu; (4) Jabar, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung yang berkedudukan di Bandung dengan penekanan pada akulturasi; (5) D.I. Yogyakarta, Jateng, dan Jatim yang berkedudukan di Yogyakarta dengan penekanan pada kebudayaan agraris; (6) Bali, NTB, dan NTT yang berkedudukan di Denpasar dengan penekanan pada pariwisata; (7) Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur yang berkedudukan di Pontianak dengan penekanan pada pembauran; (8) Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat yang berkedudukan di Makasar dengan penekanan pada kebudayaan maritim; (9) Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah yang berkedudukan di Manado dengan penekanan pada akulturasi; (10) Maluku yang berkedudukan di Ambon dengan penekanan pada kebudayaan kepulauan; dan (11) Irian jaya yang berkedudukan di Jayapura dengan penekanan pada kebudayaan meramu dan berburu.
Oleh karena BPSNT Jabar, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung berkedudukan di Bandung, maka lebih dikenal sebagai BPSNT Bandung. Penekanan pengkajiannya pada akulturasi, yaitu proses percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 18). Ini bermakna bahwa kesejarahan dan kenilaitradisionalan yang diamati dan atau dianalisis pada akhirnya dikaitkan dengan proses akulturasi.
Visi BPSNT Bandung adalah sebagai bank data dan informasi tentang kesejarahan dan kebudayaan masyarakat etnik di wilayah kerjanya. Sedangkan, misinya adalah melakukan pengamatan dan analisis kesejarahan dan kebudayaan yang ada atau tumbuh dan berkembang di wilayah kerjanya dengan berbagai kegiatan seperti : pendataan, penelitian (pengkajian), perekaman, perlombaan, lawatan-lawatan yang berkenaan dengan kesejarahan dan kebudayaan, seminar, diskusi, pendokumentasian dan sekaligus penyebarluasan data sejarah dan kebudayaan.
Struktur organisasi BPSNT Bandung, selain kepala BPSNT terdapat Kepala Sub Bagian TU. Kepala secara langsung membawahi tenaga fungsional atau tenaga peneliti, sedangkan Kepala Sub.Bagian TU tenaga administrasi. Bagian atau aspek yang ada di bagian tenaga fungsional terdiri dari lima aspek yakni Aspek PKPB (Pembangunan Karakter Pekerti Bangsa), Aspek Tradisi, Aspek Kepercayaan terhadap Tuhan YME, Aspek Seni dan Film, dan Aspek Sejarah. Sub Bagian TU membawahi Urusan Keuangan, Urusan Kepegawaian, Urusan dalam, Urusan Perpustakaan Publikasi dan Dokumentasi.
Masing-masing aspek memiliki bidang garapan yang berbeda-beda. Sejalan dengan tugas utama Direktorat PKPB, aspek PKPB di BPSNT memiliki tugas antara lain adalah melakukan revitalisasi nilai-nilai luhur sebagai pembangkit dan pembentuk karakter bangsa.
Hal ini menjadi sangat penting karena berbicara tentang karakter dan pekerti bangsa tida lepas dari konteks Indonesia yang bermasyarakat majemuk. Oleh karena itu, Bhineka Tunggal Ika mesti menjadi rujukan dalam pembentukan karakter bangsa. Sementara itu multikulturalisme merupakan pembentuk sikap saling pengertian yang dilandasi oleg budi pekerti. Kesadaran tentang ke-Bhineka Tunggal Ika-an dan semangat multikulturalisme pada gilirannya akan mewujudkan karakter bangsa yang berbudi pekerti, sehingga dapat meneguhkan persepsi diri sebagai golongan etnik dan sekaligus sebagai Bangsa Indonesia. Ini bermakna bahwa karakter bangsa bukan hanya dibentuk melalui proses individuation (pembeda) dan penegasan atas kelainan dari bangsa lain, tetapi juga suatu karakter yang wujud dari kesadaran individu mengerti tentang kehadiran bangsanya di samping bangsa-bangsa lain. Artinya, karakter bangsa terkait dengan identitas kolektif karena hidup bermasyarakat, baik secara lokalitas maupun globalitas, dengan menumbuhkan saling pengertian dan menghormati tentang keberadaan individu, etnik atau bangsa lain di luar dirinya.
Sesuai dengan misi BPSNT yaitu melakukan pengamatan dan analisis kesejarahan dan kebudayaan yang ada atau tumbuh melaui kegiatan seperti pendataan, penelitian (pengkajian), perekaman, perlombaan, lawatan-lawatan sejarah dan kebudayaan, seminar, diskusi, pendokumentasian dan sekaligus penyebarluasan data dan kebudayaan. Dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut BPSNT (tenaga teknis) tidak dapat bekerja sendiri melainkan memerlukan bantuan fihak-fihak lain yang terkait, di antaranya adalah pejabat atau personal yang ada di Lingkungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, seperti kepala-kepala dinas, kepala-kepala seksi, dan lain sebagainya, termasuk juga masyarakat umum yang mengetahui bahan-bahan yang diperlukan. Dengan demikian, sangat perlu adanya kerja sama antara BPSNT dengan instsansi-instansi tadi dan masyarakat umum.
Demi memudahkan teknis kerja sama dalam pengumpulan data, perlu dilakukan satu kesepakatan dalam semua hal yang terkait dengan pekerjaan yang dilakukan, mulai dari materi garapan, persiapan pelaksanaan, pelaksanaan, sampai kepada pelaporan.
Pada kesempatan ini, akan dibahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan pendataan kebudayaan.
B. Unsur-unsur Budaya yang Perlu Didata
Koentjaraningrat pada Rosyadi menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari tata kelakuan, kelakuan dan hasil kelakuan yang menjadi milik bersama dari sebagian besar warga suatu masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar, maka hampir semua sisi kehidupan manusia nyaris tidak luput dari persoalan kebudayaan. Lalu, dalam hal ini, aspek mana dari kebudayaan yang perlu didata atau diinventarisasi ?
Dalam hal ini Koentjaraningrat menklasifikasikan kebudayaan ke dalam tujuh unsure yang sifatnya universal. Artinya, ketujuh unsur ini terdapat pada hampir semua kebudayaan manusia di manapun di dunia ini. Ketujuh unsur tersebut adalah :
1. Sistem kemasyarakatan
2. Sistem ekonomi dan mata pencaharian
3. Sistem teknologi dan perlengkapan hidup
4. Sistem religi
5. Sistem pengetahuan
6. Kesenian
7. Bahasa
Dalam kegiatan pendataan kebudayaan yang dilakukan BPSNT, ketujuh unsur tersebut menjadi semacam paying. Artinya ketika kita melakukan suatu pendataan, maka ketujuh unsure kebudayaan ini menjadi setting. Selama ini pendataan kebudayaan yang dilakukan BPSNT Bandung dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yakni pendataan yang bersifat etnografis, dan pendataan yang bersifat partial atau tematis. Pendataan yang bersifat etnografis adalah untuk mendedkripsikan atau memotret pola kehidupan suatu masyarakat. Dalam hal ini ketujuh unsure kebudayaan menjadi materi pokok dalam pendeskripsian. Sedangkan dalam kegiatan pendataan yang bersifat partial, kita hanya mengambil/menyoroti salah satu dari ketujuh unsure kebudayaan tersebut, misalnya tentang pola kepemimpinan, permainan rakyat, kesenian, cerita rakyat, dsb. Dalam pendataan partial pun, ketujuh unsure kebudayaan ini dipaparkan sebagai latar belakang sosial budaya masyarakat pada tempat pendataan dilakukan. Item-item yang perlu didata pada ketujuh unsur kebudayaan antara lain :
1. Sistem Kemasyarakatan
- Lembaga-lembaga adat dan lembaga kemasyarakatan
- Sistem kepemimpinan, khususnya kepemimpinan adapt, meliputi : struktur dan pola kepemimpinan , peran pemimpin adapt, hubungannya dengan pempimpin formal dll.
- Proses-proses sosial, mencakup pola-pola dan jaringan interaksi sosial, jenis-jenis interaksi (kerja sama/gotong royong, konflik, kompetisi)
- Struktur sosial : system kekerabatan (system penarikan garis keturunan, system perkawinan, system pewarisan)
- Sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial)
- Jenis pekerjaan : petani/peladang, peternak, pengrajin, dll
- Teknik-teknik pekerjaan
- Permodalan
- Pola produksi
- Pola distribusi
- Pola konsumsi
- Ragam dan jenis-jenis peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari (peralatan kerja, peralatan rumah tangga, dll)
- Latar belakang/sejarah peralatan
- Teknis dan cara pembuatan (bahan, cara perolehan bahan, cara pembuatan)
- Penggunaan peralatan
- Konsepsi-konsepsi tentang : alam semesta, manusia, hidup, mati
- Konsepsi-konsepsi tentang mahluk dan kekuatan gaib (nama/sebutan, tempat, kekuasaan, dll)
- Upacara-upacara tradisional (jenis, nama upacara, latar belakang sejarah upacara, tujuan upacara, waktu penyelenggaraan upacara, tempat penyelenggaraan upacara, teknis penyelenggaraan upacara, persiapan dan perlengkapan upacara, pantangan-pantangan, makna yang terkandung dalam symbol upacara, jalannya upacara).
- Mata pencaharian (pertanian, nelayan, dsb.)
- Gejala alam ( gunung meletus, gerhana, banjir, wabah penyakit, astronomi, dsb.)
- Flora dan fauna
- Pengetahuan tentang obat-obatan tradisional
- Nama kesenian
- Sejarah/asal-usul
- Ragam peralatan dan perlengkapan
- Lagu-lagu
- Pemain (jumlah pemain, peran, busana)
- Waktu pertunjukan
- Tempat pertunjukan
- Jalannya pertunjukan kesenian
- Makna yang terkandung dalam kesenian
Bahasa yang digunakan sehari-hari dalam lingkungan keluarga, masyarakat, lingkungan formal, dll.
C. Metode dan Teknik Pendataan Kebudayaan
Pendataan kebudayaan merupakan sebuah langkah dalam upaya penyelamatan dan pelestarian kebudayaan. Melalui kegiatan pendataan kebudayaan, kita berusaha mendata dan menginventarisasi berbagai unsure kebudayaan local yang ada dan pernah ada agar jangan sampai kita kehilangan jejak atas sesuatu yang menjadi milik kita.
Tiga langkah pendataan kebudayaan yang harus dilakukan, yaitu :
1. Tahap perencanaan dan Persiapan
Pada tahap ini langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain : membuat dan menyiapkan instrument pendataan , berupa pedoman pengumpulan data dan pedoman wawancara. Di samping itu, perlu juga dipersiapkan peralatan penunjang berupa alat tulis, kamera foto, tape recorder dan kamera video (kalau diperlukan).
2. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan field work (bekerja di lapangan) guna mengumpulkan data di lapangan. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan menggali dan mengorek data dan informasi dari nara sumber melalui percakapan. Observasi dilakukan guna meliput data yang tidak dapat dihimpun melalui wawancara, seperti kondisi fisik lingkungan, dan sikap atau perilaku warga masyarakat.
3. Penyusunan Laporan
Pada tahap ini, semua data yang diperoleh di lapangan dituangkan dalam bentuk tulisan. Adapun metode yang lazim digunakan dalam penulisan adalah metode deskriptif. Tujuan pemaparan menggunakan metode ini adalah untuk memberikan deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diamati. Penulisan laporan biasanya menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Masalah
1.3 Tujuan Pendataan
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Teknik Pendataan
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENDATAAN
2.1 Lokasi dan Keadaan Alam
2.2 Kependudukan
2.3 Latar Belakang Sosial Budaya
BAB III DESKRIPSI
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran-saran
LAMPIRAN-LAMPIRAN
D. Instrumen Pendataan
a. Sistem Organisasi Sosial (Fokus telaah : Sistem Kepemimpinan)
I. Pengertian Kepemimpinan
Manusia sebagai mahluk sosial tidak pernah mampu untuk hidup seorang diri. Di mana atau dalam keadaan apapun, manusia cenderung untuk hidup berkelompok. Pengelompokan sosial itu antara lain dilandasi oleh adanya persamaan kepentingan antarsesama anggota kelompoknya. Untuk mewujudkan kepentingan bersamanya itu, manusia mengorganisasi dirinya serta menciptakan perangkat aturan dan sistem pengendalian sosial yang sesuai dengan lingkungan tempat mereka hidup dan bergaul bersama. Dalam melaksanakan peraturan dan sistem pengendalian sosial tersebut diperlukan seorang pemimpin.
Terdapat dua jenis pemimpin, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal adalah pemimpin yang diangkat dan ditunjuk oleh pemerintah secara resmi. Pemimpin informal diakui oleh sebagian masyarakat karena dianggap orang “terbaik” di kalangan masyarakatnya. Biasanya orang seperti itu memiliki kemampuan menjaga amanah serta memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakatnya. Pemimpin informal dianggap berhasil mendekati masyarakat karena kedekatannya, keluwesannya, dan atau kharismanya (Koentjaraningrat, 1992 :199).
II. Sistematika Penulisan Laporan
a. Deskripsi Kepemimpinan di Kampung Adat (Baduy)
1. Struktur Kepemimpinan
2. Pola Kepemimpinan
3. Peran Pemimpin Adat
4. Masa Kepemimpinan
5. Hubungan Sosial
6. Sanksi Adat
III Pedoman Wawancara
1. Struktur Kepemimpinan Adat
a. Uraikan bagaimana struktur kepemimpinan adat di Kampung Adat Baduy ?
b. Adakah perubahan struktur tersebut dari dahulu hingga sekarang ?
2. Pola Kepemimpinan
Bagaimana sistem kepemimpinan pada masyarakat Kampung Adat Baduy (formal atau informal)?
Bagaimana sistem pemilihan ketua adat dan kuncen pada masyarakat Kampung Adat Baduy (dipilih oleh masyarakat, turun-temurun, atau bagaimana)?
Apa criteria untuk menjadi seorang kuncen dan ketua adat pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
Siapa yang membantu kuncen dan ketua adat dalam mengendalikan roda kehidupan pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
Bagaimana sistem pemilihan para pembantu pimpinan pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
Adakah pantangan yang dikenakan bagi pemimpin adat dan para pembantunya ?
3 Peran Pempimpin Adat
- Apa peranan (fungsi, tugas, dan kewenangan) kuncen dan ketua adat di Kampung Adat Baduy ?
- Apa pula peranan (fungsi, tugas, dan kewenangan) para pembantu kuncen atau pembantu ketua adat ?
4. Masa Kepemimpinan
- Berapa lama masa jabatan kuncen dan ketua adat beserta para pembantunya pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
- Apakah masa jabatan kuncen dan ketua adat serta para pembantunya sudah merupakan ketentuan yang pasti atau masih bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi ?
5. Hubungan Sosial
a. Bagaimana hubungan kuncen dan ketua adat di Kampung Adat Baduy dengan masyarakatnya ?
b. Bagaimana hubungan para pembantu pimpinan adat dengan
c. masyarakatnya ?
d. Bagaimana sikap masyarakat dengan kuncen dan ketua adat dan para pemban tunya?
e. Pernahkah terjadi konflik pada masyarakat ? Andaikan pernah dalam hal apa ?
f. Seandainya terjadi konflik, bagaimana cara penyelesaiannya dan siapa yang mengatasinya ?
g. Pernahkan terjadi konflik antarwarga masyarakat Baduy dengan warga luar?
h. Bagaimana cara penyelesaiannya dan siapa yang menyelesaikannya ? Dalam hal ini siapa saja yang terlibat ?
6. Sanksi Adat
- Apa sanksi yang diberikan apabila pimpinan atau para pembantu pimpinan melanggar adat ?
- Apa sanksi yang diberikan apabila ada warga masyarakat yang melanggar adat?
- Apakah sanksi tersebut hanya berlaku untuk warganya sendiri atau juga berlaku untuk orang-orang di luar warganya?
- Jika berlaku untuk orang luar, pelanggaran semacam apa yang mendapatkan sanksi dan berupa apa saja sanksinya?
b. Sistem Religi (Fokus Telaah : Upacara Tradisional)
I. Pengertian Upacara Tradisional
Upacara tradisional adalah tingkah laku resmi yang dibakukan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, akan tetapi, tingkah laku yang berkaitan dengan kekuatan gaib. Kekuatan ini dapat diartikan sebagai Tuhan Yang Mahaesa atau dapat pula diartikan sebagai kekuatan supernatural. Seperti roh nenek moyang, pendiri desa, roh leluhur, kekuatan alam yang dianggap mampu memberi perlindungan kepada keturunannya, dan sebagainya (Sri Guritno, 2001 : 2). Upacara yang biasa dilakukan umumnya berupa : upacara yang berkaitan dengan daur hidup (life cycle) contohnya :tujuh bulanan, akekah, matang puluh, dan sebagainya. Upacara yang berkaitan dengan mata pencaharian, contoh : seren taun, seba, dan sebagainya, dan upacara khusus/khas contohnya : upacara memayu di Cirebon, upacara ganti ke ambu, upacara pergantian gelar adat, dan lain-lain.
II. Sistematika Penulisan Laporan (Fokuskan pada salah satu upacara)
Deskripsi Upacara
1. Nama Upacara
2. Latar Belakang Sejarah Upacara
3. Tujuan Upacara
4. Waktu Penyelenggaraan Upacara
5. Tempat Penyelenggaraan Upacara
6. Teknis Penyelenggaraan Upacara
7. Persiapan dan Perlengkapan Upacara
8. Pantangan-pantangan
9. Makna yang Terkandung dalam Simbol Upacara
10. Jalannya Upacara menurut Tahapan-tahapannya
III Pedoman Wawancara
1. Nama Upacara
- Berikan penjelasan mengapa upacara itu dinamakan demikian ?
- Apakah nama itu mengandung arti ? Jika ya, apakah artinya ?
- Selain nama tersebut, adakah nama atau istilah lainnya ?
2. Latar Belakang Sejarah Upacara
- Sejak kapan upacara itu dilaksanakan ?
- Apa yang melatarbelakangi dilaksanakannya upacara ?
- Siapa pelaksana pertama upacara ini? Apa kedudukannya di masyarakat?
- Dimana dilaksanakan upacara tersebut untuk kali pertama?
- Apakah upacara tersebut harus dilaksanakan ?
- Siapa yang melanjutkan pelaksanaan upacara ini ? apakah harus keturunannya langsung? Bagaimana apabila tidak memiliki keturunannya?
- Dengan cara bagaimana pelaksana upacara terdahulu mewariskan kepada generasi berikutnya ?
- Adakah perubahan dalam pelaksanaan upacara terdahulu dengan sekarang? Jika ada dalam hal apa ?
- Hal-hal apa yang boleh berubah dan apa yang tidak boleh berubah ?
3. Tujuan Upacara
- Apa tujuan dan manfaat dilaksanakannya upacara ini ?
- Pernahkan upacara ini tidak dilaksanakan ?
- Jika tidak melaksanakan upacara ini, apa akibatnya ?
4. Waktu Penyelenggaraan Upacara
- Kapan upacara itu dilakukan (bulan, tanggal/hari, pagi, siang,sore, atau malam hari)
- Mengapa harus pada waktu-waktu itu ?
- Seandainya penyelenggaraan upacara bertepatan dengan hari besar, bagaimana pengaturannya?
5. Tempat penyelenggaraan Upacara
- Di mana upacara itu dilaksanakan ? Jelaskan tempat mana saja yang digunakan?
- Apakah tempatnya harus khusus ?
6. Teknik Penyelenggaraan Upacara
- Siapa saja yang terlibat langsung dalam pelaksanaan upacara dari masa persiapan hingga akhir penyelenggaraan upacara ?
- Siapa yang wajib/boleh terlibat dalam upacara tersebut dan siapa yang tidak boleh mengikuti upacara tersebut ?
- Siapa yang memimpin upacara ?
- Apakah yang memimpin harus orang tersebut? Jelaskan !
- Syarat apa yang harus dimiliki seseorang agar bisa memimpin upacara ?
- Bagaimana jika pemimpin yang harus bertugas pada saatnya berhalangan?
7. Persiapan dan Perlengkapan Upacara
- Kegiatan apa saja yang dilakukan pada masa persiapan ?
- Sejak kapan persiapan upacara dilaksanakan ?
- Perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk upacara ?
- Siapa yang mempersiapkan perlengkapan upacara tersebut ?
- Mana di antara perlengkapan itu yang termasuk sakral ?
- Dari mana perlengkapan itu diperoleh ?
- Apakah perlengkapannya selalu sama dalam setiap pelaksanaan upacara ?
- Jika ada yang berubah, apanya yang berubah ?
- Perlengkapan apa saja yang tidak boleh diganti dan apa yang boleh diganti?
8. Pantangan-pantangan
- Adakah pantangan yang dikenakan selama pelaksanaan upacara ? Jika ada apa saja pantangan tersebut ?
- Siapa yang dikenai pantangan tersebut ?
- Apakah pantangan tersebut wajib dilaksanakan? Jika ya, bagaimana jika tidak dilaksanakan ?
- Adakah perubahan dalam pantangan dari dulu hingga sekarang ?
9. Makna yang Terkandung dalam Simbol Upacara
- Adakah makna yang terkandung dalam upacara tersebut, misalnya dalam setiap perlengkapan dan aktivitasnya ? Jika ada jelaskan !
10. Jalannya Upacara Menurut Tapan-tahapannya
- Uraikan dengan rinci tentang jalannya upacara sesuai dengan tahapan-tahapannya !
Demikian sekilas tentang pendataan kebudayaan dengan fokus telaah sistem kepemimpinan dan upacara tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
BKSNT Panduan Lawatan Budaya Kp.Kuta-Ciamis, Depbudpar, 2006
Rosyadi, Drs. Pendataan Kebudayaan, Upaya Penyelamatan dan Pelestarian Kebudayaan, BPSNT, Bandung, 2006
Sindu Galba, Drs Tupoksi Direktorat PKPB, Jakarta,
Sri Guritno, Drs Upacara Tradisional, Direktorat Tradisi dan Kebudayaan, Jakarta, 2001
Pendataan kebudayaan merupakan sebuah langkah dalam upaya penyelamatan dan pelestarian kebudayaan. Melalui kegiatan pendataan kebudayaan, kita berusaha mendata dan menginventarisasi berbagai unsure kebudayaan local yang ada dan pernah ada agar jangan sampai kita kehilangan jejak atas sesuatu yang menjadi milik kita.
Tiga langkah pendataan kebudayaan yang harus dilakukan, yaitu :
1. Tahap perencanaan dan Persiapan
Pada tahap ini langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain : membuat dan menyiapkan instrument pendataan , berupa pedoman pengumpulan data dan pedoman wawancara. Di samping itu, perlu juga dipersiapkan peralatan penunjang berupa alat tulis, kamera foto, tape recorder dan kamera video (kalau diperlukan).
2. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan field work (bekerja di lapangan) guna mengumpulkan data di lapangan. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan menggali dan mengorek data dan informasi dari nara sumber melalui percakapan. Observasi dilakukan guna meliput data yang tidak dapat dihimpun melalui wawancara, seperti kondisi fisik lingkungan, dan sikap atau perilaku warga masyarakat.
3. Penyusunan Laporan
Pada tahap ini, semua data yang diperoleh di lapangan dituangkan dalam bentuk tulisan. Adapun metode yang lazim digunakan dalam penulisan adalah metode deskriptif. Tujuan pemaparan menggunakan metode ini adalah untuk memberikan deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diamati. Penulisan laporan biasanya menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Masalah
1.3 Tujuan Pendataan
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Teknik Pendataan
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENDATAAN
2.1 Lokasi dan Keadaan Alam
2.2 Kependudukan
2.3 Latar Belakang Sosial Budaya
BAB III DESKRIPSI
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran-saran
LAMPIRAN-LAMPIRAN
D. Instrumen Pendataan
a. Sistem Organisasi Sosial (Fokus telaah : Sistem Kepemimpinan)
I. Pengertian Kepemimpinan
Manusia sebagai mahluk sosial tidak pernah mampu untuk hidup seorang diri. Di mana atau dalam keadaan apapun, manusia cenderung untuk hidup berkelompok. Pengelompokan sosial itu antara lain dilandasi oleh adanya persamaan kepentingan antarsesama anggota kelompoknya. Untuk mewujudkan kepentingan bersamanya itu, manusia mengorganisasi dirinya serta menciptakan perangkat aturan dan sistem pengendalian sosial yang sesuai dengan lingkungan tempat mereka hidup dan bergaul bersama. Dalam melaksanakan peraturan dan sistem pengendalian sosial tersebut diperlukan seorang pemimpin.
Terdapat dua jenis pemimpin, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal adalah pemimpin yang diangkat dan ditunjuk oleh pemerintah secara resmi. Pemimpin informal diakui oleh sebagian masyarakat karena dianggap orang “terbaik” di kalangan masyarakatnya. Biasanya orang seperti itu memiliki kemampuan menjaga amanah serta memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakatnya. Pemimpin informal dianggap berhasil mendekati masyarakat karena kedekatannya, keluwesannya, dan atau kharismanya (Koentjaraningrat, 1992 :199).
II. Sistematika Penulisan Laporan
a. Deskripsi Kepemimpinan di Kampung Adat (Baduy)
1. Struktur Kepemimpinan
2. Pola Kepemimpinan
3. Peran Pemimpin Adat
4. Masa Kepemimpinan
5. Hubungan Sosial
6. Sanksi Adat
III Pedoman Wawancara
1. Struktur Kepemimpinan Adat
a. Uraikan bagaimana struktur kepemimpinan adat di Kampung Adat Baduy ?
b. Adakah perubahan struktur tersebut dari dahulu hingga sekarang ?
2. Pola Kepemimpinan
Bagaimana sistem kepemimpinan pada masyarakat Kampung Adat Baduy (formal atau informal)?
Bagaimana sistem pemilihan ketua adat dan kuncen pada masyarakat Kampung Adat Baduy (dipilih oleh masyarakat, turun-temurun, atau bagaimana)?
Apa criteria untuk menjadi seorang kuncen dan ketua adat pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
Siapa yang membantu kuncen dan ketua adat dalam mengendalikan roda kehidupan pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
Bagaimana sistem pemilihan para pembantu pimpinan pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
Adakah pantangan yang dikenakan bagi pemimpin adat dan para pembantunya ?
3 Peran Pempimpin Adat
- Apa peranan (fungsi, tugas, dan kewenangan) kuncen dan ketua adat di Kampung Adat Baduy ?
- Apa pula peranan (fungsi, tugas, dan kewenangan) para pembantu kuncen atau pembantu ketua adat ?
4. Masa Kepemimpinan
- Berapa lama masa jabatan kuncen dan ketua adat beserta para pembantunya pada masyarakat Kampung Adat Baduy ?
- Apakah masa jabatan kuncen dan ketua adat serta para pembantunya sudah merupakan ketentuan yang pasti atau masih bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi ?
5. Hubungan Sosial
a. Bagaimana hubungan kuncen dan ketua adat di Kampung Adat Baduy dengan masyarakatnya ?
b. Bagaimana hubungan para pembantu pimpinan adat dengan
c. masyarakatnya ?
d. Bagaimana sikap masyarakat dengan kuncen dan ketua adat dan para pemban tunya?
e. Pernahkah terjadi konflik pada masyarakat ? Andaikan pernah dalam hal apa ?
f. Seandainya terjadi konflik, bagaimana cara penyelesaiannya dan siapa yang mengatasinya ?
g. Pernahkan terjadi konflik antarwarga masyarakat Baduy dengan warga luar?
h. Bagaimana cara penyelesaiannya dan siapa yang menyelesaikannya ? Dalam hal ini siapa saja yang terlibat ?
6. Sanksi Adat
- Apa sanksi yang diberikan apabila pimpinan atau para pembantu pimpinan melanggar adat ?
- Apa sanksi yang diberikan apabila ada warga masyarakat yang melanggar adat?
- Apakah sanksi tersebut hanya berlaku untuk warganya sendiri atau juga berlaku untuk orang-orang di luar warganya?
- Jika berlaku untuk orang luar, pelanggaran semacam apa yang mendapatkan sanksi dan berupa apa saja sanksinya?
b. Sistem Religi (Fokus Telaah : Upacara Tradisional)
I. Pengertian Upacara Tradisional
Upacara tradisional adalah tingkah laku resmi yang dibakukan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, akan tetapi, tingkah laku yang berkaitan dengan kekuatan gaib. Kekuatan ini dapat diartikan sebagai Tuhan Yang Mahaesa atau dapat pula diartikan sebagai kekuatan supernatural. Seperti roh nenek moyang, pendiri desa, roh leluhur, kekuatan alam yang dianggap mampu memberi perlindungan kepada keturunannya, dan sebagainya (Sri Guritno, 2001 : 2). Upacara yang biasa dilakukan umumnya berupa : upacara yang berkaitan dengan daur hidup (life cycle) contohnya :tujuh bulanan, akekah, matang puluh, dan sebagainya. Upacara yang berkaitan dengan mata pencaharian, contoh : seren taun, seba, dan sebagainya, dan upacara khusus/khas contohnya : upacara memayu di Cirebon, upacara ganti ke ambu, upacara pergantian gelar adat, dan lain-lain.
II. Sistematika Penulisan Laporan (Fokuskan pada salah satu upacara)
Deskripsi Upacara
1. Nama Upacara
2. Latar Belakang Sejarah Upacara
3. Tujuan Upacara
4. Waktu Penyelenggaraan Upacara
5. Tempat Penyelenggaraan Upacara
6. Teknis Penyelenggaraan Upacara
7. Persiapan dan Perlengkapan Upacara
8. Pantangan-pantangan
9. Makna yang Terkandung dalam Simbol Upacara
10. Jalannya Upacara menurut Tahapan-tahapannya
III Pedoman Wawancara
1. Nama Upacara
- Berikan penjelasan mengapa upacara itu dinamakan demikian ?
- Apakah nama itu mengandung arti ? Jika ya, apakah artinya ?
- Selain nama tersebut, adakah nama atau istilah lainnya ?
2. Latar Belakang Sejarah Upacara
- Sejak kapan upacara itu dilaksanakan ?
- Apa yang melatarbelakangi dilaksanakannya upacara ?
- Siapa pelaksana pertama upacara ini? Apa kedudukannya di masyarakat?
- Dimana dilaksanakan upacara tersebut untuk kali pertama?
- Apakah upacara tersebut harus dilaksanakan ?
- Siapa yang melanjutkan pelaksanaan upacara ini ? apakah harus keturunannya langsung? Bagaimana apabila tidak memiliki keturunannya?
- Dengan cara bagaimana pelaksana upacara terdahulu mewariskan kepada generasi berikutnya ?
- Adakah perubahan dalam pelaksanaan upacara terdahulu dengan sekarang? Jika ada dalam hal apa ?
- Hal-hal apa yang boleh berubah dan apa yang tidak boleh berubah ?
3. Tujuan Upacara
- Apa tujuan dan manfaat dilaksanakannya upacara ini ?
- Pernahkan upacara ini tidak dilaksanakan ?
- Jika tidak melaksanakan upacara ini, apa akibatnya ?
4. Waktu Penyelenggaraan Upacara
- Kapan upacara itu dilakukan (bulan, tanggal/hari, pagi, siang,sore, atau malam hari)
- Mengapa harus pada waktu-waktu itu ?
- Seandainya penyelenggaraan upacara bertepatan dengan hari besar, bagaimana pengaturannya?
5. Tempat penyelenggaraan Upacara
- Di mana upacara itu dilaksanakan ? Jelaskan tempat mana saja yang digunakan?
- Apakah tempatnya harus khusus ?
6. Teknik Penyelenggaraan Upacara
- Siapa saja yang terlibat langsung dalam pelaksanaan upacara dari masa persiapan hingga akhir penyelenggaraan upacara ?
- Siapa yang wajib/boleh terlibat dalam upacara tersebut dan siapa yang tidak boleh mengikuti upacara tersebut ?
- Siapa yang memimpin upacara ?
- Apakah yang memimpin harus orang tersebut? Jelaskan !
- Syarat apa yang harus dimiliki seseorang agar bisa memimpin upacara ?
- Bagaimana jika pemimpin yang harus bertugas pada saatnya berhalangan?
7. Persiapan dan Perlengkapan Upacara
- Kegiatan apa saja yang dilakukan pada masa persiapan ?
- Sejak kapan persiapan upacara dilaksanakan ?
- Perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk upacara ?
- Siapa yang mempersiapkan perlengkapan upacara tersebut ?
- Mana di antara perlengkapan itu yang termasuk sakral ?
- Dari mana perlengkapan itu diperoleh ?
- Apakah perlengkapannya selalu sama dalam setiap pelaksanaan upacara ?
- Jika ada yang berubah, apanya yang berubah ?
- Perlengkapan apa saja yang tidak boleh diganti dan apa yang boleh diganti?
8. Pantangan-pantangan
- Adakah pantangan yang dikenakan selama pelaksanaan upacara ? Jika ada apa saja pantangan tersebut ?
- Siapa yang dikenai pantangan tersebut ?
- Apakah pantangan tersebut wajib dilaksanakan? Jika ya, bagaimana jika tidak dilaksanakan ?
- Adakah perubahan dalam pantangan dari dulu hingga sekarang ?
9. Makna yang Terkandung dalam Simbol Upacara
- Adakah makna yang terkandung dalam upacara tersebut, misalnya dalam setiap perlengkapan dan aktivitasnya ? Jika ada jelaskan !
10. Jalannya Upacara Menurut Tapan-tahapannya
- Uraikan dengan rinci tentang jalannya upacara sesuai dengan tahapan-tahapannya !
Demikian sekilas tentang pendataan kebudayaan dengan fokus telaah sistem kepemimpinan dan upacara tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
BKSNT Panduan Lawatan Budaya Kp.Kuta-Ciamis, Depbudpar, 2006
Rosyadi, Drs. Pendataan Kebudayaan, Upaya Penyelamatan dan Pelestarian Kebudayaan, BPSNT, Bandung, 2006
Sindu Galba, Drs Tupoksi Direktorat PKPB, Jakarta,
Sri Guritno, Drs Upacara Tradisional, Direktorat Tradisi dan Kebudayaan, Jakarta, 2001