Oleh : Nandang Rusnandar
Banyak pakar yang menyatakan bahwa orang Sunda khususnya dan
Di daratan Asia, kira-kira antara Pegunungan Hindukusj dan Pegunungan
Segerombolan suku bangsa Aria yang menuju arah Selatan, sampai di sebuah pantai ‘basisir’ daratan Arab. Dari
· Batara Guru di Jampang
· Batara Iswara (Siwa)
· Batara Wisnu
· Batara Brahma
· Batara Kala
· Batara Mahadewa (pada akhirnya menjadi Guriang Sakti serta menjelma jadi Sang Manarah atau Ciung Manara)
· Batara Patanjala (yang dianggap cikal bakal Sunda Baduy)
Akulturasi ini, tidak saja dalam lingkup budaya, melainkan dalam perkawinan, sehingga melahirkan tujuh putra utama, yaitu :
· Prabu Tanduran Gagang (bagi mereka yang merasa keturunannya, tidak menyebut tandur, tapi ‘melak pare’)
· Prabu Ranggapupuk
· Prabu Ranggasena
· Prabu Emudsari
· Prabu Tetegan Wangi (yang bertanggungjawab mengenai sejarah)
· Prabu Angga Waruling
· Prabu Siliwangi
Sebagai jembatan keledai untuk memudahkan mengingatnya bagi orang Sunda, yaitu : Tandurangagang - gagangna; ranggapupuk - cupat; Ranggasena - cangkangna; Emudsari - kulumudna; Tetegan Wangi - dagingna; Anggawaruling - sikina; Siliwangi - seungitna. Siliwangi mempunyai tugas mengurus negara ‘ngaheuyeuk dayeuh ngolah nagara’ di Pakuan Pajajaran. Prabu Siliwangi ini beristri Kentrimanik Mayang Sunda, serta mempunyai anak :
1. Aci Solenggang Pakuan
2. Munding Sanggawati
3. Aci Malati
Ketiga putra ini mempunyai tugas untuk mencari tanah Parahiangan (Iran-Venj). Rombongan pertama dapat singgah di
Waktu itu pada jaman Siliwangi peradaban yang dimiliki sudah cukup tinggi, hingga ada perubahan dari jaman megalitik ke jaman logam, dari sistem pemerintahan Daleum ke pemerintahan kerajaan. Pada waktu itu, penduduknya sudah mengenal sistem metalurgi yang cukup tinggi, hal itu terbukti dari sistem teknologi dalam pembuatan keris, sekin, badi, dan lain-lain. Tata cara pembuatannya memang tidak seperti sekarang, dalam bentuk keris, badi, atau sekin akan terlihat gurat-gurat dan garis tangan si pembuatnya. Hal itu berbeda dengan jaman Majapahit, di mana cara membuat kerisnya dengan cara melebur dan dibakar (panday).
Bangsa Mauri dilihat secara tipologinya, mereka berkulit kuning (sawo matang), Postur tubuh hampir sama dengan orang Sunda. Begitu pula dengan nama-nama yang dipergunakannya, seperti Dr. Winata (kurang lebih tahun 60-an menjadi kepala Musium di Auckland). Nama ini tidak dibaca Winetou atau winoto tapi Winata (ngalagena). Beliaulah yang memberikan Asumsi dan teori bahwa orang Mauri berasal dari Pelabuhanratu. Hal yang lebih aneh lagi adalah di Selandia Baru tidak terdapat binatang buas, apalagi dengan harimau ‘maung’, tapi ‘sima’ maung dipergunakan sebagai lambang agar musuh-musuh mereka merasa takut.
Memang tidak banyak yang menerangkan bahwa orang