Oleh: Budi Rajab
Seseorang bisa dikatakan ahli atau pakar yang profesional pada bidang tertentu, karena orang bersangkutan telah "berpengalaman" menggeluti bidang yang dipelajarinya itu. Artinya, orang itu telah cukup "lama" mempelajari bidang yang dipelajarinya tersebut, sehingga menjadi relatif ahli untuk bidang yang digelutinya itu.
Seorang ilmuwan disebut ilmuwan, bukan karena dia melulu telah menyelesaikan sekolah di Perguruan Tinggi dan mendapat gelar sarjana, tapi karena dia telah mampu mempraktekkan disiplin ilmu pengetahuan yang dipelajarinya di Perguruan Tinggi melalui praktek-praktek lapangan. Dengan kata lain, ilmuwan itu adalah orang yang mampu menerapkan ilmunya di lapangan, apakah lapangan ini dalam konteks penelitian-penelitian eksperimentasi di laboratorium seperti yang sering dilakukan oleh disiplin-disiplin ilmu eksakta maupun penelitian-penelitian lapangan langsung (fieldwork) untuk mempelajari prilaku manusia seperti yang dilakukan ilmu-ilmu sosial. Jadi ilmuwan itu adalah orang yang memiliki keahlian di bidang ilmu yang digelutinya yang keahlian itu diperoleh bukan melulu karena mendapat pelajaran dalam kelas dan telah lulus menjadi sarjana, tapi lewat pengalaman langsung dalam mempraktekkan ilmu yang dipelajarinya di lapangan.
Demikian juga dengan pengrajin, organisator, seniman, sastrawan, administrator, mereka bisa disebut ahli, karena mereka menggeluti dan mempelajari langsung dalam praktek, bukan hanya karena memiliki pengetahuan. Seseorang menjadi ahli, karena dia mempraktekkan secara terus menerus, berkelanjutan, dari pengetahuan yang dimilikinya.
Dengan demikian, nampak bahwa dan pengalamanlah keahlian akan diperoleh. Tanpa pengalaman melalui praktek-praktek lapangan tidak akan diperoleh keahlian. Dengan kata lain, pengalaman merupakan prasyarat yang perlu ada dan mesti dilalui oleh seseorang untuk bisa nantinya disebut sebagai ahli atau profesional atau disebut pula sebagai orang yang punya otoritas di bidang disiplin pengetahuan tertentu. Sementara pengetahuan itu sendiri adalah prasyarat yang harus ada dan dimiliki oleh seseorang yang
Makalah disampaikan dalam kegiatan "Bimbingan Teknis Penelitian", yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT), Bandung, 7 Februari 2009.
Staf Pengajar Jurusan Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, Bandung. ingin menjadi ahli di bidang tertentu. Kalau perolehan dan pemilikan pengetahuan akan terkait kesarjanaan, sementara pengalaman terkait dengan keahlian.
Fokus Masalah
Seringkali kita dihadapkan pada berbagai kesulitan dalam penelitian lapangan, salah satu di antaranya adalah menentukan masalah, permasalahan apa yang akan diteliti. Ketidakjelasan dalam merumuskan masalah tentang apa yang akan diteliti, yang ingin diketahui, dan atau yang hendak difahami mengakibatkan penelitian itu menjadi kabur, dan bahkan jadinya ngawur. Konsekuensinya juga adalah bahwa data, fakta, dan informasi apa yang akan dikumpulkan dan akan diperoleh dari siapa data itu menjadi tidak jelas.
Pertama-tama memulai penelitian adalah merumuskan masalah apa yang akan diteliti. Perumusan masalah ini hams jelas dan tegas dan yang terutama terfokus. Biasanya untuk bisa memperjelas perumusan masalah adalah dengan membuat pertanyaan. Tapi sering juga kita menemukan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang masili kabur. Umpamanya kita akan meneliti tentang nilai-nilai budaya lokal dalam kaitannya dengan otonomi daerah dan kita membuat pertanyaannya: "bagaimana peran nilai budaya lokal dalam menunjang otonomi daerah?
Rasa-rasanya pertanyaan di atas cukup kabur dan begitu luas! Bagaimanapun suatu penelitian hams punya indikator dan indikator-indikator itu akan diturunkan dari variabel yang ada dalam masalah, contohnya dari pertanyaan di atas variable itu adalah nilai-nilai budaya lokal. Sebagai suatu variabel is hams diturunkan ke dalam indikator-indikator dan indikator-indikator inilah yang nantinya akan dikumpulkan datanya dan "diukur". Perlu diperhatikan, bahwa dalam penelitian, baik dengan pendekatan kualitatif ataupun kuantitatif, indikator ini adalah sesuatu yang hams ada. Hanya mungkin dalam pendekatan kualitatif indikator-indikator itu tidak mesti diukur dan dites lewat uji statistik. Dalam penelitian kualitatif indikator ini akan ditunjukkan, salah satunya, melalui narasi.
Mungkin, mestinya, pertanyaan itu diperjelas atau dikonkritkan dan lebih dipersempit lagi. Umpamanya bunyinya menjadi begini: Adakah lembaga atau organisasi partisipatif dalam masyarakat Desa Haruman, Kecamatan Kadungora, Garut? Seperti apa bentuk dan proses kerjanya? Bagaimana caranya agar lembaga partisipatif masyarakat tersebut dapat memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan otonomi daerah yang efektif? Contoh pertanyaan dengan masalah lain: Bagaimana bentuk dan proses kerja etos bisnis masyarakat di Desa Cipanas, Kabupaten Garut? Kalau penelitian untuk terapan, mungkin pertanyaannya akan seperti ini: Bagaimana cara menungkatkan etos bisnis masyarakat di Desa Cipanas, Kabupaten Garut.
Pertanyaan penelitian yang jelas atau konkrit dan lebih sempit memungkinkan permasalahan yang akan diteliti dan diketahui jawabannya menjadi terfokus. Dan ini akan sangat memudahkan dalam pengumpulan dan penggalian data di lapangan. Terutama untuk penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif akan memberi juga kemudahan dalam menentukan kriteria informan atau dan orang-orang yang berciri apa atau berlatar belakang seperti apa data, fakta, dan informasi akan digali. Dengan kata lain, dengan adanya fokus masalah, yakni kejelasan dalam permasalahan penelitian yang ingindijawab dan dipecahkan, relevansi data apa yang mesti dikumpulkan dan dan informan seperti apa data itu bisa diperoleh menjadi dapat dipertanggungjawabkan.
Di samping itu, dengan adanya fokus masalah penelitian penyusunan dan analisis data juga menjadi lebih mudah. Artinya, di sini kita bisa dengan relatif mudah untuk melakukan pensistematisasian data, ke dalam golongan-golongan atau kelas-kelas yang mana data yang telah dikumpulkan itu bisa dimasukkan. Lalu, kita pun bisa dengan cukup mudah untuk melakukan analisis data, yakni menghubungkan golongan-golongan dan kelas-kelas data yang telah telah disusun itu. Analisis data adalah menjawab bagaimana data yang sudah terkumpulkan itu berhubungan atau memiliki kaitan satu sama lain.
Kegunaan Pengetahuan
Memang sukar juga untuk dapat merumuskan masalah penelitian secara terfokus tersebut. Hal itu dimungkinkan terutama bila kita agak kurang memiliki pengetahuan. Dari mana pengetahuan diperoleh? Pada uraian di atas telah disinggung, bahwa pengetahuan dalam suatu penelitian adalah sesuatu yang hams ada dan dimiliki oleh orang-orang yang akan melakukan penelitian.
Pengetahuan dapat diperoleh dan proses belajar, apakah itu di dalam kelas lewat interaksi dengan pengajar, diskusi, belajar sendiri dengan membaca-baca buku atau yang sejenisnya, atau melalui pelatihan, dan sebagainya. Pengetahuan adalah referensi dan bekal yang akan mengkerangkai proses penelitian. Umpamanya kita hendak melakukan penelitian tentang lembaga partisipatif masyarakat, ya, bagaimanapun sedikit banyaknya, kita mesti memiliki pengetahuan tentang apa itu lembaga, apa itu partisipasi, dan bagaimana hubungan lembaga dengan partisipasi. Juga bila penelitian tentang etos bisnis, kita mesti sedikit banyaknya mempunyai pengetahuan konseptual tentang apa itu etos, apa itu bisnis, dan adakah hubungan etos dengan bisnis.
Tanpa berbekal pengetahuan tentang apa yang hendak kita teliti, akan sangat sulit penelitian itu untuk dilakukan. Apalagi untuk bisa merumuskan fokus permasalahan. Lebih-lebih lagi untuk bisa melakukan penganalisisan data dan penarikan kesimpulan.
Dengan kata lain, tanpa bekal pengetahuan tentang apa yang akan diteliti, proses penelitian itu sendiri akan menjadi ngawur: fokus masalah, relevansi data, dan penyusunan data bisa tidak berhubungan.
Tanpa pengetahuan yang memadai, seringkali penelitian itu sekedar menjadi "berita". Perbedaan berita dengan hasil penelitian adalah, kalau berita hanya melaporkan suatu peristiwa yang terjadi atau masalah yang muncul; sementara hasil penelitian, di samping melaporkan lewat suatu gambaran tertentu, juga mesti mengidentifikasi secara akurat dan ditel mengenai kenapa peristiwa itu bisa terjadi, apa yang menjadi faktor-faktor penyebabnya, bahkan suatu penelitian bisa mengungkapkan ke mana peritiwa itu akan mengarah dan sektor-sektor apa yang akan terkena dampak oleh peristiwa tersebut. Malah lebih jauh lagi, penelitian bisa menunjukkan jalan yang mesti ditempuh, bagaimana caranya agar masalah itu tidak membawa dampak yang berkelanjutan. Ini yang kita sebut dengan penelitian terapan, yang tujuannya adalah untuk mengubah, memperbaiki, atau mengembangkan sesuatu.
Proses penelitian yang demikian ini bisa dilakukan dan yang penting lagi bisa dipertanggungjawabjan bila pars peneliti memiliki bekal pengetahuan.
Kesimpulan
Suatu penelitian bisa dikatakan sebagai suatu penelitian yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan, bila masalah yang akan diteliti tersebut memiliki fokus yang jelas. Dan hal ini terutama bisa terlihat dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dirumuskannya, rumusan pertanyaan itu mestilah konkrit. Dan pertanyaan yang konkrit, kita pun akan mudah mencari jawabannya.
Tetapi untuk bisa merumuskan pertanyaan penelitian yang konkrit, fokus masalah, kita bagaimanapun sedikit banyak mesti memiliki pengetahuan tentang apa yang akan diteliti tersebut. Tanpa pengetahuan itu proses penelitian akan menjadi tidak terarah, dan bahkan mungkin bisa sangat tidak jelas sesungguhnya apa yang diteliti itu. Dengan demikian, pemilikan pengetahuan itu adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawartawar atau ditolak oleh setiap orang yang akan melakukan penelitian.
Bagaimana hubungannya dengan pengalaman? Pengalaman penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dan strategis untuk menjadi ahli atau pakar, katakanlah untuk menjadi peneliti profesional. Di samping keharusan pemilikan pengetahuan yang merupakan bekal dalam penelitian, pengalaman penelitian akan menjadikan kita bisa mempermudah membuat fokus masalah penelitian pada penelitian-penelitian selanjutnya. Pengalaman pertama-tama akan memberi kita kemampuan teknikal dalam mengerjakan penelitian lapangan; dan selanjutnya pengalaman ini akan mempengaruhi aspek substansial dari penelitian lapangan itu.
Kepustakaan
Bell, Judith. 2005. Doing your Research Project; a Guide for First-time Researchers in Education, Health and Social Science. England: Open University Press.
Bungin, Burhan (Penyunting). 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Creswell, John W. 1994. Research Design; Qualitative and Quatitative Approaches. London: Sage Publications, Inc.
Koentjaraningrat dan Donald K. Emerson (Editor). 1982. Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat. Jakarta: Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Gramedia.
Mikkelsen, Britha. 2001. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan; Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Strauss, Anselm & Juliet Corbin. 2007. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif; Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Whyte, William with the Collaboration of Kathleen King Whyte. 1984. Learning from the Field; a Guide from Experience. London: Sage Publications, Inc.
Sumber :
Makalah disampaikan pada kegiatan “Bimbingan Teknis” di Garut tahun 2009, yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah Dan Nilai Tradisional Bandung