Oleh Abdul Halim
Masyarakat Desa Mekarjaya, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta masih menerapkan tradisi kebudayaan leluhur secara turun temurun. Mulai dari bertani menggunakan cara tradisional hingga melestarikan kesenian pencak silat.
Kebudayaan tradisional yang masih diterapkan oleh masyarakat mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat. Melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Jawa Barat, kebudayaan masyarakat di desa tersebut akhirnya diangkat menjadi serial drama fiksi dokumenter.
“Ini sebagai salah satu cara, sebagai media, bagaimana mengenalkan kekayaan budaya kita kepada generasi milenial,” kata Kepala BPNB Jawa Barat, Jumhari di lokasi shooting, Kamis (21/4/2022).
1. Menjadi tontonan alternatif bagi generasi muda
Karena itu, ia mengklaim penggarapan film serial itu termasuk dalam program prioritas dari Direktorat Jenderal Kebudayaan. Adapun, konsepnya sengaja dibuat seperti sinetron sehingga pesan positifnya disampaikan kepada penonton melalui jalan ceritanya.
Jumhari berharap serial yang akan ditayangkan di stasiun televisi digital itu menjadi tontonan alternatif bagi masyarakat khususnya generasi muda.
“Saya kira ini tidak kalah dari tayangan drakor (drama Korea). Budaya itu semakin digali, semakin kita menemukan mutiara-mutiara yang bisa dikembangkan menjadi aset khususnya ekonomi kreatif,” ujarnya.
2. Warga terlibat sebagai pemain tampilkan silat dan kesenian lokal
Selebihnya, Jumhari berpesan agar proses pembuatan film bisa menjadi momentum meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. "Masyarakat terlibat langsung sebagai pemeran dan figuran. Diharapkan menjadi pembelajaran mengenai pembuatan film yang digarap secara profesional oleh ahlinya," kata dia.
Sejumlah warga yang terlibat dalam pembuatan serial kali ini berperan sebagai pendekar yang memeragakan jurus-jurus pencak silat. Ada pula sekelompok ibu-ibu yang menampilkan kreasi musik tradisional dari alat penumbuk padi.
3. Film menceritakan fenomena anak yang suka buang makanan
Sementara itu, Produser dari rumah produksi Sugita Zenza Sinema, Ade Basuki memberi judul “Hambur” untuk serialnya kali ini. “Ceritanya adalah seorang anak kecil yang sering membuang-buang makanan bertemu dengan makhluk menyeramkan yang menasehatinya agar lebih menghargai makanan,” katanya.
Selain mengandung unsur horor dan edukasi, serial tersebut juga menampilkan aksi perkelahian menggunakan jurus-jurus pencak silat. Selebihnya, banyak pemandangan alam pedesaan yang sangat asri dan indah di sela-sela adegannya.
4. Proses pengambilan gambar berjalan lancar meskipun ada kendala
Lokasi shooting yang berada di tengah perkampungan diakui menjadi tantangan tersendiri dalam proses pengambilan gambar. Bahkan, tak jarang para pemain dan kru film yang kesulitan mencapai lokasi menggunakan kendaraan roda empat.
Namun, proses pengambilan gambar berlangsung lancar meskipun di tengah guyuran hujan. "Proses shooting di sini berlangsung selama beberapa hari. Semua pemain dan kru menginap di rumah warga untuk memudahkan shooting," ujar Ade.
Sumber: https://jabar.idntimes.com/news/jabar/abdul-halim-18/tradisi-bertani-hingga-pencak-silat-di-purwakarta-dijadikan-film-seri/4