Judul Buku
Penulis
Penerbit
Cetakan
Tebal
ISBN
Peresensi
|
:
:
:
:
:
:
:
:
|
Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal; Kumpulan Esai Seni, Budaya, dan Sejarah Indonesia
Fandy Hutari
Ombak
Ke-1
164
602-8384-44-5
Iim Imadudin
|
Historiografi kesenian di Indonesia belum menjadi tema penelitian sejarah yang banyak diminati para sejarawan khususnya, dan para peminat sejarah umumnya. Terlebih untuk periode kolonial yang selalu menjadikan arsip-arsip sebagai sumber utamanya. Alasan teknis tentu saja terkait dengan kemampuan bahasa sumber (Belanda) yang tidak memadai. Kemungkinan lain disebabkan oleh belum tumbuhnya kesadaran bahwa kajian-kajian kebudayaan memerlukan landasan historisitas untuk meneguhkan eksistensi dirinya. Terdapat kecenderungan ahistoris dalam ilmu-ilmu sosial di Indonesia. Peter Burke dalam buku Sejarah dan Teori Sosial (2003) menyebutnya sebagai a dialogue of the deaf ‘dialog si tuli’. Masing-masing bidang ilmu masih berkutat dengan disiplinnya sendiri dan tidak mencoba melakukan re-approachment ‘saling mendekat’ dengan disiplin yang lain. Tentu saja hal ini seyogyanya menjadi keprihatinan bersama untuk mencari jalan demi berlangsungnya dialog kreatif yang saling memperkaya disiplin ilmu masing-masing.
Salah satu buku yang dianggap “babon” tentang sejarah seni di Indonesia adalah karya Claire Holt Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (2000). Buku tersebut merangkum perjalanan seni di Indonesia sejak masa prasejarah hingga datangnya aras modern. Masih ada beberapa literatur lain yang sayangnya menempatkan sejarah kesenian dalam topik-topik yang terbatas.
Buku ini terdiri atas lima bagian: Panggung Sandiwara (bagian pertama), Budaya Lokal (bagian kedua), Di Sekitar Kita (bagian ketiga), Jangan Dilupakan (bagian keempat), dan Pancaran Layar Putih (bagian kelima). Bagian pertama menceritakan pelakon sandiwara Sunda legendaris asal Sumedang, Miss Tjitjih. Hingga sekarang kiprahnya di bidang seni masih dikenangkan orang. Adapula cerita mengenai keadaan panggung sandiwara pada masa Jepang yang dipenuhi nafas fasisme. Kebanyakan lakon-lakon sandiwara ketika itu penuh dengan aroma kekejaman Belanda, kepahlawanan Jepang, dan pesan-pesan propaganda untuk mengajak rakyat terlibat dengan program Pemerintah Pendudukan. Sendenbu Seksi Propaganda memegang peranan yang penting dalam hal ini. Bagian kedua mencatat perkembangan beberapa seni tradisi mulai dari seni rengkong, kuda renggong, obrog, sintren, hingga tari cekeruhan yang terus terlibat dalam pergulatan antara tradisionalitas dan modernitas. Bagian ketiga, menginformasikan pelbagai fenomena yang ada di masyarakat mulai dari panjat pinang, balada topeng monyet sampai batik Jawa hokokai yang dipengaruhi Jepang. Bagian keempat membahas potret seniman dan sastrawan Sunda, yaitu komikus Tatang S.; tokoh perempuan asal Garut R.A. Lasminingrat; dan aktris layar putih kelahiran Cirebon, Miss Roekiah, yang dapat dikatakan perempuan selebriti pertama di Indonesia. Bagian kelima mendeskripsikan perkembangan perfilman di Indonesia sejak tahun 1929 dan terus menyebar di tahun 1930 ke berbagai penjuru tanah air dengan hadirnya film-bitjara (talking picture). Selain itu ditulis pula kesuksesan perusahaan film Java Industrial Film Company dalam memproduksi film di Nusantara. Peranan elit pribumi dalam mengembangkan industri film patut dicatat. Bupati Bandung Wiranatakusumah V yang dikenal sebagai pecinta budaya Sunda mensponsori produksi film pribumi pertama tahun 1926, yakni Loetoeng Kasaroeng.
Buku yang ditulis sejarawan muda Fandy Hutari merupakan kumpulan artikelnya di berbagai surat kabar lokal Jawa Barat dan nasional. Dengan sifatnya yang fragmentaris itu sudah barang tentu kita tidak dapat mengharapkan adanya kedalaman dari tulisan-tulisannya. Masing-masing topik ditulis dalam waktu yang berbeda. Dengan bahasa yang populer, penulis mencoba menginformasikan pada khalayak pembaca yang lebih luas. Membaca buku ini, pembaca akan mengenangkan perjalanan seni dan tradisi di Jawa Barat. Tentu saja tidak hanya sebatas menjejaki masa lalu, tetapi juga menangkap inspirasi untuk menulis tema serupa yang masih terbuka untuk meneliti dan menuliskannya. Dengan demikian kita akan memiliki informasi mengenai sejarah seni di Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya, yang lebih lengkap
Diterbitkan dalam Patanjala, Vol. 3 No. 3 September 2011