Oleh: Lasmiyati
Abstrak
Sunan Gunung Jati selain sebagai kepala nagari Cirebon, ia juga salah satu wali sanga yang mempunyai tugas menyebarkan agama Islam. Tantangan dan hambatan sebagai wali ia temui, diantaranya menghadapi Pangeran Welang. Pangeran Welang memiliki kesaktian, karena mempunyai pusaka Curug Sewu. Ia ingin mengalahkan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati menanggapinya tidak dengan kekerasan, melainkan membentuk kelompok kesenian dan mengadakan pertunjukan keliling kampung. Dalam kelompok kesenian tersebut menampilkan Nyi Mas Gandasari sebagai penari yang memakai penutup muka (kedok). Pangeran Welang terpikat dengan penampilan Nyi Mas Gandasari, ia pun meminangnya untuk dijadikan isteri. Nyi Mas Gandasari menerima pinangan tersebut dengan syarat dipinang dengan pusaka Curug Sewu. Pangeran Welang menyanggupi syarat tersebut yang akhirnya kesaktian Pangeran Welang pun hilang. Ia menyerah kepada Sunan Gunung Jati dan masuk Islam. Selanjutnya tari topeng di samping digunakan untuk menyebarkan agama Islam juga merupakan kesenian khas istana, dan menjadi sarana hiburan yang disukai masyarakat. Setelah Belanda menduduki Cirebon, seniman topeng merasa tidak nyaman tinggal di lingkungan keraton, karena Belanda telah ikut mencampuri urusan keraton. Mereka keluar dari istana dan menyebar ke Kabupaten Cirebon, diantaranya Gegesik, Palimanan, Losari. Penelitian ini untuk mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan tari topeng. Metode yang digunakan metode sejarah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tari topeng sudah ada sejak Sunan Gunung Jati sebagai kepala nagari Cirebon. Tari topeng dijadikan sebagai media dakwah dan persebaran ke Gegesik, Palimanan, dan Losari mempunyai karakter yang berbeda dengan pakem yang sama.
Kata kunci : Tari topeng, Cirebon.
Abstract
Tari Topeng (mask dance) is a kind of folk performing art vastly known in Cirebon. The dance was a court art during the rule of Sunan Gunung Jati, functioning as a means to spread Islam. It spread outside the court when the artists left the court following the Dutch arrival in Cirebon who made the court split into three: Kasepuhan, Kanoman, and Kacirebonan. The Dutch interference in almost everything in the court made them unpleasant. They eventually left the court and spread to Kabupaten Cirebon. The aims of this research is to get knowledge of the history and development of tari topeng using history method. The result is that this dance has been existing since the time of Sunan Gunung Jati and served as a means to spread Islam. Then it spread to Gegesik, Palimanan and Losari following the arrival of the Dutch.
Diterbitkan dalam Patanjala, Vol. 3 No. 3 September 2011