WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Struktur Sosial, Politik, dan Pemilikan Tanah di Priangan Abad Ke-19

Oleh Mumuh Muhsin Z

Abstrak
Abad ke-19 bagi Priangan khususnya dan Pulau Jawa umumnya merupakan moment penetrasi kolonial yang sangat intens. Hal ini dilakukan melalui pelibatan hampir sebagian besar komponen masyarakat dalam mengusahakan tanaman komersial yang laku di pasar internasional, seperti nila, kopi, teh, dan kina. Guna mengoptimalkan pencapaian target-targetnya, pemerintah kolonial melakukan rekayasa tatanan sosial dan politik masyarakat pribumi. Pola rekayasa sosial politik yang dilakukannya tidak selalu tetap. Perubahan selalu dilakukan atas nama dan demi kepentingan pemerintah kolonial yakni mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar-besarnya bagi kesejahteraan negeri induknya, Kerajaan Belanda.

Mobiltas sosial terjadi semakin dinamis, baik yang bersifat vertikal maupun yang horizontal. Hal itu terjadi terutama setelah dibuka peluang bagi pribumi untuk memasuki sekolah. Munculnya elit baru hasil dari sistem pendidikan ini berefek pada perubahan-perubahan sosial. Satu sisi ketidakmungkinan kelompok sosial menengah (priyai rendah) masuk birokrasi pemerintah berakhir sudah. Pola rekruitmen pegawai pemerintah bukan lagi didasarkan pada faktor “darah” (geneologis), tapi faktor kemampuan dan prestasi yang direpresentasikan dalam bentuk ijazah. Sisi lain, secara kuantitas muncul elit-elit baru di tengah-tengah masyarakat. Artinya juga, konsekuensi dari perubahan sosial seperti itu, kekuatan politik yang semula hanya terpusat pada elit tradisional mengalami pemudaran karena semakin terbagi dengan elit-elit baru. Tidak hanya terhadap aspek sosial dan politik penduduk pribumi, tetapi pengaturan-pengaturan mengenai tataguna tanah pun senantiasa dilakukan. Tanah sebagai faktor produksi yang cukup penting mesti direkayasa sedemikian rupa demi kepentingan pemerintah kolonial. Kombinasi dari politisasi aspek sosial, politik, dan pertanahan tak pelak lagi telah menguntungkan pemerintah kolonial.

Kata kunci: Priangan, sosial, politik, tanah.

Abstract
In 19th century, Priangan – and Java in general – faced an intensive colonial penetration. The Dutch colonial government forced people to cultivate some crash crops which were highly demanded in international market, such as nila (Indigofera L), quinine (Chincona spp.), tea (Camellia sinensis) and coffee (Coffea). The colonial government constructed social and political structue among native Indonesians in order to gain their goals and targets. Land, as an important factor of productions had to be reformed for the sake of the colonial government. Land reform was established, allowing new elites to emerge. These new elites had changed traditional social structure, making traditional elites less powerful among their society.

Keywords: Priangan, social, political, land.

Diterbitkan dalam Patanjala, Vol. 3 No. 3 September 2011

Popular Posts