Menurut Humas PBSF 2009 Achmad Mahendra, Minggu, setiap hari sekitar 2.000 pengunjung datang ke sejumlah rangkaian acara yang digelar di beberapa lokasi, seperti di Keraton Kasepuhan dan Kacirebonan. Bahkan, pada Senin (15/6), misalnya, ditampilkan tarian dari masing-masing keraton, yaitu tari Penyenggrama Agung, Bedaya Rimbe, dan Sekar Kapuntren.
"Salah satu keberhasilan panitia ialah bisa mempererat hubungan ketiga keraton di Cirebon. Hal itu adalah contoh bahwa bhineka tunggal ika kecil yang ada harus dipertahankan. Keberhasilan ini yang akan kami bawa untuk penyelenggaraan selanjutnya," kata Mehendra. Selama enam hari PBFS digelar, antusiasme masyarakat, terutama anak-anak dan keluarga, terlihat jelas. Salah satunya pada pesta permainan tradisional dan stan permainan anak-anak. Ny Tatik (30) mengaku senang bisa mengenalkan mainan tradisional kepada kedua putranya. Sebab, selain bermain, permainan ini juga secara tidak langsung mengajarkan anak-anak berhitung.
Selain itu, digelar pula lokakarya dan pemutaran film yang diikuti siswa-siswi SMA. Mereka membahas tentang cara membuat film yang baik dan berkualitas. Ada juga penayangan film sejarah, yang merupakan koleksi BPSNT Bandung. "Acara yang kami gelar ternyata menjadi tempat mengisi liburan anak-anak sekolah. Sebab, yang datang itu banyak siswa-siswi," kata Mahendra.
Pada Sabtu digelar pementasan wayang, kesenian, dan pameran tosan aji atau benda-benda pusaka. Pameran yang diselenggarakan di Keraton Kacirebonan ini juga mendapat respons luar biasa dari masyarakat, terutama kolektor keris di Cirebon. Bahkan, Raden M Subagyo, Ki Pemayung Agung Keraton Kasepuhan Cirebon, ikut memamerkan sekitar 20 keris miliknya.
Meski demikian, Mehendra mengakui masih banyak kekurangan. Beberapa kekurangan yang dirasakan sejumlah peserta dan pengunjung adalah kurangnya promosi dan belum banyaknya seniman lokal yang dilibatkan. "Hal ini tentu menjadi pelajaran bersama pemerintah pusat dan pemda dalam menyelenggarakan pesta-pesta budaya berikutnya," ujarnya.
Bergeser
Terkait dengan keris, menurut salah seorang pengurus Paguyuban Pelestari Tosan Aji Nusantara, Soegeng Prasetyo, fungsi dan peran keris tidak seperti dulu lagi. Seseorang memiliki keris lebih bersifat hobi, investasi, atau sekadar sebagai benda yang diwariskan dari keluarganya.
Raden M Subagyo mengaku, generasi muda sekarang tidak banyak lagi peduli terhadap keris. Padahal, zaman dulu setiap lelaki memiliki keris, bahkan yang punya jabatan khusus di masyarakat, seperti kepala daerah, pasti memiliki 3-5 keris. Demikian pula keluarga keraton dipastikan juga memiliki keris. (THT)
Sumber: http://koran.kompas.com