Kuningan – Ribuan masyarakat dari berbagai penjuru Kuningan , tumpah ruah memadati lapangan Pandapa Paramarta untuk menyaksikan pagelaran wayang Ajen, Sabtu malam (24/9). Bahkan, para penonton, baik dari kaula muda maupun tua, rela duduk dengan beralaskan tikar hingga akhir pertunjukan.
Kegiatan yang bertajuk membangun karakter dan jati diri bangsa melalui pertunjukan wayang ajen dihadiri oleh beberapa pejabat dan tokoh kesenian dan budaya. Diantaranya, Unsur Muspida, Kepala SKPD, angota DPR RI, Tubagus Dedi Gumelar dan Jendral Pol. H. Nurdin, perwakilan dari Disparbud Prov. Jabar dan Kamenbudpar dan juga unit kerja lingkungan Ditjen NBSF.
Dalam pertunjukan wayang Ajen ini, ada sesuatu yang lain dari biasanya, dimana dihadirkan properti pentas, setting dekorasi, lighting dan ornamen lainnya, menjadi menu khas dalam penggarapan wayang ajen ini. Untuk menambah daya tarik estetika, rupa dan gerak dihadirkan juga tarian dengan koreografi khusus yang menyatu dalam pertunjukan yang utuh.
Dalam pertunjukan wayang Ajen ini selalu didasari pada naskah lakon yang terbagi menjadi beberapa bedrip dan adegan. Begitu pula dengan iringan gendingnya, digarap apik yang berfungsi tidak hanya sekedar mengiringi, tetapi iringan gending ini memberikan aksentuasi ilustrasi, dan kesan-kesan estetika lainnya.
Menurut Pengantar cerita wayang ajen Dr. H. Cahya Hedy, S.Sen. M. Hum, mengatakan, pertunjukan kali ini mengambil tema Gatot Kaca Jumeneng Raja. Sebuah cerita yang sarat dengan nilai-nilai kepahlawanan, kejujuran keteladanan yang dimiliki oleh seorang Kesatria pinuju Gatotkaca. Perjalanan akbar gatot kaca menuju kepada proses jumenengan penombatan sebagai panglima perang negara Amarta tidaklah mudah, melainkan penuh dengan rintangan, hambatan dan dodoja hirup.
“Gatotkaca akhirnya berhasil membuktikan kepada publik, bahwa tahta dan jabatan harus diraih dengan semangat perjuangan dan rela pengrbanan, tanpa menghalalkan segala cara yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa yang berkarakter luhur dan berjati diri tinggi,”terangnya.
Wayang ajen kata Dr Cahya, memiliki makna filosofi wayang lumbung yang maha berharga. Selaras dengan peradaban bahasa sunda yang sering terdengar dengan ucapan kudu ngajen diri, sislih ajenan, ajen inajen dan lainnya yang semuanya memiliki arti menghargai.
“Saat ini, wayang Ajen sudah mulai merambah dalam berbagai event internasional di manca negara, seperti Amerika, Eropa, Asia, Australia dan Afrika. Sebagai misi pelestarian budaya indonesia di mata dunia internsional,”jelasnya.
Sementara, Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film (NBSF), Drs. Ukus Kuswara, MM mengatakan, pelestarian seni dan budaya ini diharapkan dapat mempertautkan simpul-simpul kebhinekaan menjadi kekuatan yang harmonis. Selain itu, juga sebagai media yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
“Wayang merupakan warisan leluhur kita berupa karya budaya agung tak benda milik Indonesia yang sudah di akui UNESCO pada tahun 2003, keris tahun 2005, Batik tahun 2009. Bahkan, Angklung ciptaan Pak Kucit yang berasal dari Kuningan, tepatnya Desa Citangcu mendapatkan pengakuan juga dari UNESCO pada tahun 2006,”terangnya.(leh)
Sumber: http://kuningannews.com