Oleh Rosyadi
Abstrak
Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang berasal dari tanah Sunda, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan. Sebelum menjadi sebuah kesenian yang adiluhung seperti sekarang ini, kesenian Angklung telah mengalami perjalanan sejarah yang amat panjang. Berbagai perubahan telah dilaluinya mulai dari perubahan bentuk, fungsi, sampai pada perubahan nada. Demikian pula berbagai situasi telah dilaluinya, bahkan kesenian ini sempat mengalami keterpurukan pada awal abad ke-20. Angklung sebagai salah satu jenis kesenian yang berangkat dari kesenian tradisional, mengalami nasib yang tidak terlalu tragis dibandingkan dengan beberapa jenis kesenian tradisional lainnya. Kesenian ini hingga kini masih tetap bertahan, bahkan berkembang, dan sudah “mendunia” kendatipun dengan jenis irama dan nada yang berbeda dari nada semula. Kalau semula nada dasar kesenian Angklung adalah tangga nada pentatonis, kini telah berubah menjadi tangga nada diatonis yang memiliki solmisasi. Boleh dibilang, kesenian Angklung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sehingga ia mampu bertahan di tengah terjangan arus modernisasi. Bahkan kesenian Angklung ini telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Angklung sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia yang dideklarasikan pada 16 Januari 2011.
Abstract
Angklung is a Sundanese musical instrument made of bamboo. We have to shake it to get the tune. Angklung has been through long period of times in history before it become a masterpiece of one of Sundanese artistry. It has been through many changes, beginning from its form, functions and tune itself. Angklung experienced its downturn at the beginning of 20th century. But it survived. Angklung can suit itself to this changing modern world by adjusting its musical scale from pentatonic to diatonic. UNESCO has granted angklung the Representative List of Intangible Heritage of Humanity on January 16, 2011.
Keywords: angklung, kesenian, tradisi, angklung, art, tradition.
Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 4, No 1, Maret 2012