Oleh Drs. H. Oo Rohaendi Nurhara
A. Pendahuluan
Makalah ini disusun untuk
memenuhi permintaan Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Bandung Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI.
Hal ini disampaikan pada
penyelenggaraan Festival Permainan Anak-anak yang bertemakan Revitalisasi Nilai
Budaya Permainan Tradisional Anak dalam upaya membangun karakter bangsa.
Kegiatan ini berlangsung di Sumedang.
Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui
barsama bahwa bangsa Indonesia, khususnya orang Sunda banyak sekali budaya yang
masih terpendam, seperti permainan tradisional anak atau dalam bahasa Sunda
biasa disebut “Kakawihan” atau” kaulinan barudak” atau “kaulinan urang lembur”.
Permainan anak-anak tersebut pada
saat ini tergerus arus globalisasi dengan hadirnya alat permainan modern,
seperti video game, tontonan siaran televisi, dan lain-lain yang mengambil alih
perhatian atau kegiatan permainan anak-anak secara tradisional.
Disisi lain untuk beberapa jenis
permainan anak yang memerlukan lahan yang relatif luas seperti “ucing intenir”,
lahannya makin sempit atau hilang sama sekali terdesak oleh pendirian
perumahan, pertokoan atau pabrik.
Pokok Permasalahan
Permainan anak-anak, khususnya
permainan tradisional anak merupakan salah satu aset budaya bangsa yang pada
saat ini sangat menghawatirkan keadaannya. Padahal permainan tersebut lebih
banyak kelebihannya dibandingkan dengan permainan modern.
Permainan tradisional anak dapat
lebih mengembangkan fisik anak (olah raga), sportifitas, kesetiakawanan,
keakraban dengan alam, saling membantu juga hiburan. Lebih jauh lagi dapat
menimbulkan inisiatif dan kreatiafitas untuk berinovasi, ketangkasan,
ketrampilan, keuletan, ketekunan dan kemahiran berbahasa, bernyanyi. Permainan
anak dapat pula memberikan sumbangan yang berarti dalam pembangunan pribadi
seseorang semenjak usia kanak-kanak. Hal ini merupakan kekayaan budaya yang
berharga dalam rangka memelihara tata nilai kehidupan bangsa, oleh karena itu
seyogyanya permainan tradisional perlu digali dan dihidupkan kembali sehingga
tidak terjadi “jati kasilih ku junti”
(pribumi kalah/ terdesak oleh tamu).
Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah:
1. Menggali kembali permainan
tradisional anak dan memperkenalkannya kepada mereka.
2. Diharapkan dapat menumbuhkan rasa
cinta terhadap budaya kita.
3. Mengungkap nilai-nilai budaya
yang terkandung dalam permainan anak.
4. Menanamkan nilai-nilai budaya,
norma sosial dan pandangan hidup untuk membangun kepribadian mereka.
5. Melestarikan warisan budaya
daerah dalam memperkokoh jati diri.
Pembatasan Penyajian
Dikarenakan begitu banyaknya
jenis permainan tradisional anak-anak yang ada di Sumedang, apalagi di
Pasundan, maka hanya 4 jenis permainan yang dipaparkan/ disajikan/ dijelaskan,
yaitu:
1. Galah Asin
2. Jajangkungan (egrang)
3. Sorodot Gaplok
4. Gatrik
Mengenai jumlah peserta, pola dan
aturan permainan tidak akan dibahas disininagar tidak tumpang tindih dengan
penyaji yang lain. Pada kegiatan keempat jenis permainan tradisional anak
tersebut lebih menekankan pada gerak, tidak pada lagu/ lirik (kakawihan).
B. Permainan Tradisional Anak Berkaitan dengan Budaya
Babasan dan Paribasa salah satu budaya Sunda
Babasan atau Pakeman basa yaitu
ungkapan atau “idiom” dalam Bahasa Inggris dan Paribasa yaitu peribahasa adalah
bagian kesusastraan Bahasa Sunda. Babasan dan paribasa tidak saja
memperlihatkan kepandaian atau kemahiran berbahasa, tapi juga menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat dan mempunyai kedudukan penting bagi penuturnya, oleh
karena itu keduanya merupakan kekayaan budaya masyarakat yang menggunakannya.
Hanya beberapa bahasan dan
paribasa yang akan diuraikan disini yang berkaitan dengan kegiatan permainan
tradisional anak:
a. Silih asah, silih asih, silih asuh
Saling melatih otak/ pikiran,
saling mengasihi, dan saling mengemong dan mendidik.
b. Ngadek sacekna,
nilai saplasna
Berkata dengan benar, jujur.
c. Leuleus jeujeur,
liat tali
· Leuleus kejo poena
· Landung kandungan laer aisan
Jadi pemimpin yang bijaksana,
mengasihani rakyatnya.
d. Sareundeuk,
Saigel, sabata sarimbangan saketek sahancan
· Sauyunan
· Sabilulungan
Bekerja bersama-sama, gotong
royong
e. Sacangreud
pageuh, sagolek pangkek
Perkataannya tidak berubah-ubah,
dapat dipegang janjinya
f. Tata-titi,
duduga prayoga
Bekerja hati-hati, sopan santun
tidak menyakitkan orang lain
g. Saur kudu
diukur-ukur, sabda kudu diunggang-unggang
Jangan asal bicara, harus
dipertimbangkan lebih dahulu
h. Hirup kudu cageur,
bageur, bener, pinter, singer, panger.
Cageur –
sehat jasmani dan rohani
Bageur –
baik hati, baik kelakuan
Pinter –
pandai, cakap, cerdik
Singer –
terampil
Panger –
teguh pendirian
i. Adu telu ampar
tiga
Sudah berjanji dan tidak
mengingkari janji
j. Sapapait
samamanis, sabagja sacilaka, kacai jadi saleuwi kadarat jadi salebak
Seia sekata, sepenanggungan.
k. Bruk brak
Terbuka, transparan.
l. Puraga tamba
kadengda
Bekerja asal-asalan, ini harus
dihindari/ jangan dilakukan
m. Herang caina
beunang laukna
Cita-cita tercapai tanpa ada
hambatan dan tidak ada pihak yang dirugikan
Definisi
Secara keseluruhan permainan
tradisional anak di Jawa Barat dan Banten khususnya di Sumedang ada 2 macam
yaitu:
1. Kakawihan (nyanyian/ bernyanyi)
2. Kaulinan (permainan)
Kakawihan dari kata kawih
(nyanyi), kata kakawihan khusus untuk nyanyian yang dilakukan oleh anak-anak
pada permainan tradisional anak. Sedangkan kaulinan dilakukan dengan gerakan
dan atau diiringi kakawihan. Kakawihan adalah lirik lagu kawih tradisional yang
bersifatb puisi (sastra) dengan adanya irama, purwakanti, repetisi (pengulangan
kata), imajinasi (mencipta), dan diksi (memilih-milih kata, prosa).
Kakawihan tidak jelas
pengarangnya (anonim) dan sejak dulu disampaikan secara lisan, kecuali sekarang
telah banyak ditulis (dibuat buku). Kakawihan berbeda dengan kawih, dan
tembang. Kawih biasanya dinyanyikan oleh pesinden sedangkan tembang antara lain
Cianjuran dinyanyikan oleh penyanyinya (tidak disebut sinden). Kaulinan urang
lembur erat sekali dengan kakawihan. Kalau boleh dibedakan kakawihan hanya
dinyayikan , sedangkan kaulinan dengan gerak. Yang memakai gerakan ada 2 macam,
tanpa dilombakan (“play”) dan yang
dilombakan (“game”).
Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan
dititik beratkan penelitian kepustakaan, yaitu dengan membaca buku-buku
permainan tradisional anak. Disamping itu ada permainan tradisional anak yang
dilakukan penulis pada masa anak-anak dan ada yang pernah digelar pada waktu
bermain calung.
Keterkaitan Permainan dengan budaya
Setelah kita melihat/ menyaksikan
penjelasan empat jenis permainan tradisional anak tadi, dapat kiranya
dianalisis sebagai berikut:
1. Galah Asin
· Kegiatan olah raga
· Memupuk kebersamaan
· Memupuk sportifitas
· Disiplin akan aturan yang berlaku
2. Jajangkungan (egrang)
· Kegiatan olah raga dan
ketrampilan atau ketangkasan
· Memupuk percaya diri
· Menjaga keseimbangan dan terbiasa
hidup tegar menghadapi masalah
3. Sorodot Gaplok
· Kegiatan olah raga dan
ketrampilan/ ketangkasan
· Melatih kebersamaan
· Memupuk kejujuran dan sportifitas
· Melatih disiplin
4. Gatrik
· Kegiatan olah raga dan
ketrampilan/ ketangkasan
· Menumbuhkan keuletan dan
ketekunan serta kecerdasan
· Memupuk keakraban
· Menumbuhkan kreatifitas dan
percaya diri
· Taat kepada ketentuan yang
berlaku
Analisis Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Tantangan
Bila dicoba dianalisis kekuatan
kita sekarang terkait dengan permainan tradisional anak:
1. Mereka yang pernah melakukan
kegiatan permainan tradisional anak banyak yang masih hidup.
2. Sarana bacaan yang membahas/
mengulas permainan tradisional anak masih banyak.
3. Pihak pemerintah, khususnya
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang pada saat ini bersama tim akselerasi
Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS) sedang menggebu-gebu berkeliling ke tiap
kecamatan mendiseminasikan SPBS yang mencakup pendidikan pengembangan dan
pelestarian kesenian tradisional anak.
Adapun kelemahannya adalah:
1. Masih kekurangan guru kesenian
terutama kesenian daerah khuususnya di SD
2. Belum jelasnya mulok kesenian dan
bahasa Sunda
3. Tidak adanya penilik-penilik
kebudayaan
4. Keterbatasan dana, antara lain
untuk pembinaan dan pagelaran
Kesempatan yang terbuka:
1. Dengan telah dicanangkannya SPBS,
kesempatan untuk menggali, menghidupkan, mengembangkan dan melestarikan
permainan tradisional anak lebih baik.
2. Media elektronik dan media cetak
dapat dimanfaatkan untuk mensosialisasikan permainan tradisional anak, umumnya
budaya daerah.
Adapun tantangannya adalah:
1. Arus globalisasi yang menggerus
dan menggeser budaya kita
2. Media elektronik dan media cetak
belum menunjang secara maksimal kegiatan permainan tradisional anak
3. Masyarakat masih ada yang acuh
terh adap pembinan anak dan permainan
tradisionalnya
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Setelah kita membaca paparan tadi
dapat ditarik kesimpulan:
1. Permainan tradisional anak pada
saat ini keberadaannya sangat menghawatirkan.
2. Permainan tradisional anak
merupakan sarana untuk menumbuhkembangkan fisik yang sehat, dasar ketrampilan
dan sikap anak yang baik ke arah kebersamaan, kemandirian, kejujuran, disiplin,
dan tanggung jawab.
3. Permainan tradisional anak disamping
sebagai hiburan, juga sebagai kekayaan budaya bangsa yang berharga untuk
memelihara tata nilai kehidupan bangsa
Saran
Atas dasar itu maka disarankan:
1. Orang tua berusaha mengatur anak
menonton tayangan media elektronik (TV) dan bacaan media masa yang menjadikan
anak-anak terbius oleh hal-hal yang tidak baik.
2. Pemerintah, khususnya para
pendidik dapat membentengi pengaruh yang kurang baik bagi anak dengan melakukan
kegiatan yang positif untuk menyalurkan hasrat bermain atau mengisi waktu
senggang.
3. Pemerintah mengangkat kembali
penilik kebudayaan juga guru kesenian daerah din sekolah.
4. Pemerintah memfasilitasi kegiatan
pagelaran kesenian tradisional anak.
Penutup
Demikian ulasan mengenai permainan anak. Penulis menyadari bila paparan ini banyak memiliki kekurangan. Walaupun demikian mudah-mudahan ada manfaatnya sebagai stimulasi atau pendorong bagi semua pihak. Hanya kepada Allah kita berserah diri dan memohon bimbinganNya.Sumber: Makalah disampaikan pada Festival Permainan Tradisional Anak yang diselenggarakan oleh BPSNT Bandung di Sumedang tanggal 14 Juli 2010