WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Kesenian Debus Di Kabupaten Serang

Oleh Euis Thresnawaty S.
Abstrak

Sejarah kesenian Debus di Kabupaten Serang dapat dikatakan masih sangat gelap karena tidak ada sumber-sumber tertulis yang bisa menjelaskan atau mengungkapkan periode Debus sebelum abad 19. Umumnya sumber yang ada hanya menjelaskan bahwa debus mulai ada pada abad ke-16 atau ke-17 pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Periode yang mulai terang adalah ketika masa mendekati awal kemerdekaan yaitu tahun 1938 ketika di Kabupaten Serang berdiri kelompok seni Debus di Kecamatan Walantaka, itu pun dengan sumber sumber yang terbatas. Hal menarik dari kesenian Debus ini adalah karena pada awalnya kesenian Debus mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama Islam tetapi terjadi perubahan fungsi pada masa penjajahan Belanda yaitu pada masa pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa seni ini digunakan untuk membangkitkan semangat perjuangan rakyat Banten melawan penjajah. Atas dasar itu maka dilakukan penelitian mengenai Sejarah Kesenian Debus di Kabupaten Serang dengan tujuan untuk dapat mengungkapkan latar belakang perjalanan sejarah serta dinamika perkembangannya. Adapun metode yang digunakan adalah metode sejarah. Saat ini permainan seni Debus dapat di katagorikan sebagai bentuk hiburan bagi masyarakat yang di dalamnya mengandung unsur zikir, silat, dan kekebalan.

Abstract
It was not until the 19th century that written history of debus performing art came into light. The only thing we had was the information that debus began in 16th and 17th century during the reign of Sultan Ageng Tirtayasa. The light came to us saying that in 1938 there was a debus performing art group in Kecamatan (district) Walantaka, but the source is limited. Previously, debus functions as a means to disseminate Islam, but then it turned to be one used to fight Dutch colonialism in the reign of Sultan Ageng Tirtayasa. Today debus is a popular performing art involving zikir (rememberance of God in religous context), silat (traditional martial art), and kekebalan (make the body insensitive in order not to be conquered easily). The research aims to trace back the history of debus and its dynamic growth by conducting history methods.

Keywords: sejarah debus, kesenian debus, history of debus, debus performing art.

Diterbitkan dalam Patanjala Vol. 4, No 1, Maret 2012

Popular Posts