WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Lawatan Budaya 2006

LAWATAN BUDAYA KAMPUNG KUTA-CIAMIS


A. Latar Belakang

Fungsi kebudayaan pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi, pemersatu, dan jatidiri. Oleh karena itu, kebudayaan menjadi acuan atau pedoman bagi sikap dan tingkah laku dalam pergaulan antarsesama warga masyarakat sehingga akan berpengaruh terhadap pengetahuan, pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan.
Pada masa sekarang, ketika kontak budaya semakin meningkat dan intensif, banyak sekali terjadi pergeseran dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, terutama tampak sekali pada sikap dan perilaku di kalangan generasi muda. Perhatian khusus bagi generasi muda merupakan hal yang menarik karena mereka adalah penerus dan pendukung kebudayaan yang ada sekarang ini. Perubahan pandangan, pengetahuan, sikap, dan tingkah laku pada diri mereka akan berdampak besar terhadap corak dan nuansa kebudayaan di masa depan. Padahal di sisi lain, mereka itu sangat mudah dipengaruhi oleh unsur kebudayaan baru/asing di luar kebudayaan yang dikenalnya. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melakukan suatu tindakan, utamanya dalam bentuk kampanye/pengenalan, supaya mereka mengenal kebudayaan yang hidup dan berkembang di lingkungannya. Pengenalan tersebut pada gilirannya akan bermuara pada upaya untuk mencintai kebudayaan sendiri, sehingga kebudayaan yang ditumbuhkembangkan tidak lepas dari akarnya.
Sebagai upaya agar memiliki keinginan dan bisa memahami perbedaan budaya, mereka harus diperkenalkan pada aspek-aspek kebudayaan dari luar lingkup kebudayaannya sendiri. Upaya tersebut diharapkan dapat mengikis etnosentrisme yang sempit dan meningkatkan pemahaman bahwa budaya yang ditumbuhkembangkan masing-masing etnik merupakan jatidiri etnik yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal itu, pada tahun anggaran 2006, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung menyelenggarakan kegiatan Lawatan Budaya.

B. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah: (1) meningkatkan pengetahuan para siswa tentang arti penting nilai budaya yang tercermin dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Kampung Kuta; (2) meningkatkan pemahaman generasi muda tentang kemajemukan kebudayaan.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang sekaligus merupakan lokasi yang dikunjungi dalam kegiatan ini adalah permukiman masyarakat Kuta di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.

D. Tema
“Merajut simpul nilai budaya sebagai perekat bangsa”.


E. Peserta
Lawatan Budaya ini diikuti oleh 150 siswa/siswi SMU/sederajat yang ada di wilayah kerja BKSNT Bandung (Provinsi Jawa Barat, Banten, Lampung, dan DKI Jakarta). Selain itu, ikut serta pula guru pembimbing dan peliput (media massa).


Kampung Kuta Selayang Pandang

Kampung Kuta secara administratif berada di bawah pemerintahan Desa Karangpaningal Kecamatan Tambak Sari Kabupaten Ciamis. Kampung tersebut berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah yang ditandai dengan adanya Sungai Cijolang sebagai batas pemerintahan. Secara geografis, Kampung Kuta cukup menarik, hal ini disebabkan kampung tersebut terletak di bawah tebing berbentuk cekungan seperti mangkuk dengan ketinggian rata-rata 75-100 meter.
Kampung ini dikatagorikan sebagai kampung adat, karena mempunyai kesamaan dalam bentuk dan bahan fisik bangunan rumah, adanya ketua adat, dan adanya adat istiadat yang mengikat masyarakatnya. Bentuk rumahnya masih memakai atap jure yang terbuat dari daun kirai. Tiang rumahnya didirikan di atas alas batu yang disebut tatapakan sehingga merupakan bentuk rumah panggung sedang dindingnya terbuat dari bilik atau papan.
Masyarakat Kampung Kuta merupakan masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi dengan pengawasan kuncen dan ketua adat. Penduduk Kampung Kuta merupakan pemeluk agama Islam yang taat, akan tetapi dalam kehidupan sehari-harinya diwarnai oleh kepercayaan-kepercayaan bersifat mitos dan animisme. Kepercayaan terhadap tabu dan adanya mahluk halus atau kekuatan gaib masih tampak pada pandangan mereka terhadap tempat keramat berupa hutan keramat. Hutan keramat tersebut sering didatangi oleh orang-orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup. Hanya saja, di hutan keramat tersebut tidak boleh meminta sesuatu yang menunjukkan ketamakan seperti kekayaan. Untuk memasuki wilayah hutan keramat tersebut diberlakukan sejumlah tabu, yakni tabu memanfaatkan dan merusak sumber hutan, memakai baju dinas, memakai perhiasan emas, memakai baju hitam-hitam, membawa tas, memakai alas kaki, meludah, dan berbuat gaduh.
Tabu-tabu lain yang berlaku di luar wilayah hutan keramat tapi masih termasuk wilayah Kampung Kuta pun wajib dipatuhi, seperti tabu membangun rumah dengan atap genting, tabu mengubur jenazah di Kampung Kuta, tabu memperlihatkan hal-hal yang bersifat memamerkan kekayaan yang bisa menimbulkan persaingan seperti membangun rumah dari tembok, tabu mementaskan kesenian yang mengandung lakon dan cerita, misalnya wayang.
Tabu-tabu tersebut, akan menyebabkan celaka bagi mereka yang melanggarnya. Norma adat dan agama memiliki intensitas dan “kekuatan” yang seimbang sebagai pedoman dalam melangsungkan kehidupan secara keseluruhan.

Popular Posts