LAWATAN BUDAYA KAMPUNG NAGA DAN KAMPUNG PULO
A. Latar Belakang
Fungsi kebudayaan pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi, pemersatu, dan jatidiri. Oleh karena itu, kebudayaan menjadi acuan atau pedoman bagi sikap dan tingkah laku dalam pergaulan antarsesama warga masyarakat sehingga akan berpengaruh terhadap pengetahuan, pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan.
Pada masa sekarang, ketika kontak budaya semakin meningkat dan intensif, banyak terjadi pergeseran dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, terutama yang sangat tampak pada sikap dan perilaku di kalangan generasi muda. Perhatian khusus bagi generasi muda merupakan hal yang menarik karena mereka adalah penerus dan pendukung kebudayaan yang ada sekarang ini. Perubahan pandangan, pengetahuan, sikap, dan tingkah laku pada diri mereka akan berdampak besar terhadap corak dan nuansa kebudayaan di masa depan. Padahal di sisi lain, mereka itu sangat mudah dipengaruhi oleh unsur kebudayaan baru / asing di luar kebudayaan yang dikenalnya. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melakukan suatu tindakan, utamanya dalam bentuk kampanye / pengenalan, supaya mereka mengenal kebudayaan yang hidup dan berkembang di lingkungannya. Pengenalan tersebut pada gilirannya akan bermuara pada upaya untuk mencintai kebudayaan sendiri, sehingga kebudayaan yang ditumbuhkembangkan tidak lepas dari akarnya.
Sebagai upaya agar memiliki keinginan dan bisa memahami perbedaan budaya, mereka harus diperkenalkan pada aspek-aspek kebudayaan dari luar lingkup kebudayaannya sendiri. Upaya tersebut diharapkan dapat mengikis etnosentrisme yang sempit dan meningkatkan pemahaman bahwa budaya yang ditumbuhkembangkan masing-masing etnik merupakan jatidiri etnik yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal itu, pada tahun anggaran 2007, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung menyelenggarakan kegiatan Lawatan Budaya.
B. Tujuan
Tujuan kegiatan ini adalah: (1) meningkatkan pengetahuan para siswa tentang arti penting nilai budaya yang tercermin dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Kampung Naga dan Kampung Pulo; (2) meningkatkan pemahaman generasi muda tentang kemajemukan kebudayaan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang sekaligus merupakan lokasi yang dikunjungi dalam kegiatan ini adalah permukiman masyarakat Naga di Kabupaten Tasikmalaya dan Kampung Pulo di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.
D. Tema
“Merajut simpul nilai budaya sebagai perekat bangsa”.
E. Peserta
Lawatan Budaya ini diikuti oleh 150 siswa/siswi SMU/sederajat yang ada di wilayah kerja BPSNT Bandung (Provinsi Jawa Barat, Banten, Lampung, dan DKI Jakarta). Selain itu, ikut serta pula guru pembimbing dan peliput (media massa).
F. Potret Kampung Naga
Secara administratif pemerintahan, Kp. Naga termasuk Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Untuk menuju Kp. Naga dari Tasikmalaya berjarak 30 Km. Kp. Naga berada di tengah-tengah antara Kabupetan Tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Dari jalan raya harus menuruni jalan kecil yang ditembok mrupakan tangga sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat jauhnya kira-kira 500 m. Kp. Naga berada di sebuah lembah yang subur, di sebalah barat kampung ini dibatasi oleh hutan yang merupakan tempat keramat, karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kp. Naga. Upacara adat kebanyak berhubungan dengan makam keramat. Di sebalah kanan kampung ini terdapat sawah-sawah penduduk dan di sebelah timur dan utara melingkar sebuah sungai yang membatasio Kp. Naga dengan kampung lainnya, yaitu Sungai Ciwulan yang bermata air di Gunung Cikuray di daerah Garut.
Kp. Naga berpenduduk sekitar 383 jiwa yang menghuni rumah sebanyak 98 buah (Data : tahun 1991/1992), Mereka beragama Islam, disamping menjalankan tradisi atau adat-istiadat yang secara turun temurun dari nenek moyangnya. Karena areal Kp. Naga terbatas, sehingga tidak memungkinkan lagi mereka membangun rumah baru. Untuk itu, bagi mereka yang berasal dari keturunan Kp. Naga tapi membangun rumah di luar Kp. Naga disebut warga Sa-Naga.
Selain bentuk, arah dan aletak rumah disesuaikan dengan keadaan lingkungan, maka pola perkampungan disesuaikan dengan keadaan tanah yang ada. Tanah di Kp. Naga tidak sama tingginya (tidak datar atau rata), maka akan terlihat rumah-rumah itu bersusun bertingkat-tingkat dari bagian tanah yang paling tinggi sampai bagian tanah yang paling rendah. Deretan rumah dibatasi oleh sengked batu yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menahan longsor dan menambah keindahan pola perkampungan.
Sekeliling kampung dipagari dengan pagar bambu, sehingga batas kampung jelas terlihat. Seluruh rumah dan bangunan di dalam Kp. Naga atapnya memanjang dari arah barat ke timur, pintu untuk memasuki kampung terletak di sebelah timur menghadap Sungai Ciwulan. Sungai ini menjadi pusat kegiatan MCK penduduk, bagi orang yang enggan ke sungai di tengah kampng ada beberapa pancuran. Di tengah Kampung ada sebuah mesjid, sejajar dengan mesjid ada bangunan yang disebut Bale Patemon dan di bagian tanah yang lebih tinggi ada bangunan yang disebut Bumi Ageung, selain itu ada pula yang disebut leuit atau lumbung padi yang terletak di selatan rumah-rumah penduduk.
G. Potret Kampung Pulo
Kampung Pulo merupakan salah satu kampung adat yang ada di daerah Garut. Secara administratif kampung ini termasuk ke dalam wilayah Desa Cangkuang, Kecamatan Leles Kabupaten garut. Kampung Pulo terletak kurang lebih 50 Km dari Kota Bandung dn sekitar 13 Km dari Kota Garut. Untuk menuju ke lokasi tersebut, dapat ditempuh dengan mempergunakan kendaraan roda empat, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan rakit atau getek untuk menyebrangi Situ Cangkuang, karena Kampung Pulo terletak di tengah-tengah situ tersebut.
Di samping Kampung Adat Pulo yang terletak di tengah-tengah Situ Cangkuang ini, terdapat pula candi Cangkuang, candi ini merupakan peninggalan kerajaan Pakuan yang diperintah oleh Ratu Purana.
Luas Kampung Pulo berikut danaunya sekitar 2,5 Ha, sedangkan seluruh wilayah Desa Cangkuang sekitar 340,755 Ha yang terdiri atas luas sawah 155,240 Ha dan luas daratan 185,515 Ha.
Rumah adat yang ada di dalam kampung adat ini hanya berjumlah 6 buah rumah (untuk 6 kepala keluarga) dan satu langgar atau surau. Bentuk bangunan rumah adat ini berupa rumah panggung dengan mempergunakan bahan bambu, kayu, dan atap ijuk bertipe suhunan Jolopong.
Kehidupan sosial. Budaya masyarakat Kampung Pulo pada umumnya tidak berbeda jauh dengan kehidupan masyarakat Sunda pada umumnya, amun mereka memiliki ciri khas tersendiri dalam memegang tradisi mereka sendiri.