WILAYAH KERJA: PROVINSI JAWA BARAT, DKI JAKARTA, BANTEN, DAN LAMPUNG

Busana Tradisional Ternate dan Tidore

Oleh Ria Andayani Somantri

Gambaran fisik busana adat masyarakat Ternate dan Tidore, memperlihatkan adanya perbedaan cukup spesifik antar kelompok masyarakat yang secara sosial memiliki kedudukan yang berlainan. Busana yang dikenakan oleh masyarakat pada umumnya atau rakyat biasa ditandai dengan kesederhanaan dalam berbagai hal, berbeda dengan busana yang dipakai oleh kelompok masyarakat yang memiliki kedudukan sosial tinggi. Hal ini dikarenakan Ternate dan Tidore yang secara administratif kini termasuk ke dalam wilayah kabupaten Maluku Utara, merupakan kawasan bekas kesultanan Ternate dan kesultanan Tidore. Sudah tentu, keberadaan keturunan sultan di dalam lingkungan masyarakatnya memiliki gaya hidup yang khas. Kekhasan tersebut tampak dalam tata cara berbusana mereka. Apalagi kehidupan mereka senantiasa diwarnai dengan berbagai acara seremonial, berupa upacara-upacara adat kesultanan pada masa itu maupun upacara yang berkaitan dengan siklus hidup manusia. Beberapa di antaranya yang masih dikenal hingga kini adalah upacara makan secara adat atau sidego, upacara injak tanah atau joko kaha, dan upacara pengukuhan atau uko se bonofo.

Ada beberapa jenis busana yang dikenakan dalam upacara- upacara adat. Busana yang dikenakan oleh sultan disebut manteren lamo yang terdiri atas celana panjang hitam dengan bis merah memanjang dari atas ke abawah, baju berbentuk jas tertutup dengan kancing besar terbuat dari perak berjumlah sembilan . Sementara itu, leher jas, ujung tangan, dan saku jas yang terletak di bagian luar berwarna merah. Konon warna tersebut melambangkan keperkasaan dari pemakainya. Selain itu, penampilan busana yang dikenakan oleh sultan tersebut dilengkapi dengan destar untuk menutup kepala. Busana yang dikenakan oleh istri sultan terdiri atas kebaya panjang atau kimun gia, yang terbuat dari kain satin berwarna putih dengan pengikat pinggang yang terbuat dari emas, serta kain panjang. Perhiasan lainnya yang dikenakan oleh permaisuri tersebut meliputi kalung, bros, dan peniti yang terbuat dari intan, berlian, atau emas. Di samping itu, mereka juga mengenakan hiasan lainnya yang berupa konde yang berukuran besar, sedangkan konde kecil biasanya dipakai oleh pembantu permaisuri.

Selain busana adat yang disebutkan tadi, ada pula busana adat lainnya yang khusus dikenakan oleh kaum remaja putri dan remaja pria yang berasal dari golongan bangsawan. Busana adat yang dipakai oleh remaja pria disebut baju koja, yakni semacam jubah panjang dengan warna-warna muda seperti biru muda dan kuning muda. Konon warna tersebut untuk melambangkan jiwa muda dari para pemakainya yang masih remaja. Baju koja tersebut biasanya berpasangan dengan celana panjang berwarna putih atau hitam, berikut toala polulu di kepalanya. Para remaja putri biasanya memakai busana yang terdiri atas kain panjang dan kimun gia kancing atau kebaya panjang berwarna kuning, oranye, atau hijau muda dengan tangan yang berkancing sembilan di sebelah kiri dan kanannya. Tidak lupa, mereka pun menyertakan berbagai perhiasan seperti taksuma, yakni kalung rantai emas yang dibuat dalam dua lingkaran; anting dua susun, sedangkan giwang tidak boleh dipakai oleh mereka; serta alas kaki yang disebut tarupa.

Secara umum busana adat tradisional yang dikenakan oleh kaum pria yang berasal dari golongan bangsawan terdiri atas jubah panjang yang menjuntai hingga betis atau lutut, celana panjang, dan ikat kepala. Dihiasi dengan kelengkapan dan karakteristik lainnya, yang melambangkan status sosial dan usia dari orang yang memakainya. Adapun busana adat untuk kaum wanita meliputi kebaya panjang dan kain panjang. dilengkapi dengan perhiasan yang disesuaikan dengan tingkatan sosial mereka, baik sebagai permasuri, pembantu permaisuri, atau diselaraskan dengan usia mereka, remaja contohnya.

Sementara itu, busana adat yang dikenakan oleh rakyat biasa untuk busana sehari-hari maupun busana yang dikenakan pada upacaraupacara adat, pada umumnya memang menggambarkan kesederhanaan. Busana yang biasa dikenakan oleh kaum wanita dalam melakukan aktivitas sehari-hari terdiri atas kain kololuncu dan baju susun dengan bagian tangan yang ditarik hingga ke pertengahan sikut. Baju tersebut umumnya berwarna polos. Busana kerja dalam keadaan bersih, biasanya dipakai juga sebagai baju untuk di rumah. Adakalanya, mereka pun hanya mengenakan kain songket dan baju susun. Busana kerja yang digunakan oleh kaum pria terdiri atas kebaya popoh, yakni baju berwarna hitam yang panjangnya mencapai pinggul serta berlengan panjang; dan celana popoh, yakni celana setinggi betis yang berwarna hitam pula. Sama halnya dengan busana wanita, busana kerja pria biasanya digunakan pula sebagai pakaian sehari-hari untuk di rumah.

Pada waktu mereka menghadiri berbagai upacara adat, busana yang dikenakan oleh kaum pria maupun wanitanya tidak berbeda. Kaum pria mengenakan celana panjang dan kemeja panjang, sedangkan kaum wanitanya mengenakan baju susun dan kain songket. Adapun ketua adat yang memimpin upacara-upacara adat tersebut mengenakan jubah panjang yang mencapai betis berwarna kuning muda yang disebut takoa; celana dino, yakni celana dari kain tenun berwartna jingga atau kuning; lengkap dengan lengso duhu, yakni tutup kepala berwarna kuning muda.

Sumber: http://www.tamanmini.com

Popular Posts